Sakit

"Ra kalau ayah nggak bisa dampingi kamu pas wisuda, gimana?"

Tiara tetap melanjutkan acara mengunyah makanannya seakan tidak terganggu dengan ucapan sang ayah.

"Ya ga apa-apa, santai aja kali Yah. Emang ayah ada acara?"

"Ayah mau pergi seminar ke luar kota, wakili sekolah ayah. Tadinya yang mau pergi kepala sekolah, tapi tidak jadi karena bertepatan beliau berangkat umroh."

"Ooo, ya udah ayah ke seminar aja, dengan tenang."

"Terus kamunya gimana, bisa ya sesantai itu?"

"Terus maunya ayah Tiara bagaimana, mencak-mencak, nangis gitu? Ayah ih, kan wisuda doang, kecuali ijab qabul Tiara bakalan marah ayah ga nikahin Tiara. Menurut Tiara, wisuda itu simbol perayaan aja, yang intinya itu yudisiumnya Yah. Kalau masalah ke tempat wisudanya, Tiara nanti bisa pakai motor atau naik taksi on line, gampang kan, problem solved."

Ayahnya hanya mengangguk mendengar jawaban sang anak. Beruntung Tiara anak yang mandiri sejak kecil. Tidak manja, tidak mau bergantung pada orang lain. Uang kuliahpun ia bayar sendiri, meski tiap bulan ayahnya tetap mentransfer saku bulanan untuknya.

"Kamu ga berencana ngajak Yundhi?"

Kali ini Tiara menghentikan aktivitas makannya, berpikir sejenak untuk menjawab.

"Belum tahu sih Yah, kalau dia ga tugas boleh, kalau dia tugas Tiara tetap jalan sendiri."

Adib mengangguk mengerti maksud ucapan sang anak. Tiara bukan gadis pemaksa yang akan merengek-rengek untuk dituruti kemauannya, meski bisa saja ia meminta Yundhi day off mendampinginya jika saat wisudanya Yundhi harus bertugas.

"Fine, yang penting kamu komunikasikan sama dia, jangan pendam masalah apapun yang sifatnya sensitif, Yundhi punya pekerjaan dengan resiko tinggi. Jangan sampai waktu dia terbang, dia nerobos lampu merah di udara gara-gara mikirin kamu."

Tiara tertawa lebar mendengar akhir wejangan sang ayah. Tidak diragukan lagi, Tiara mewarisi sifat ceria dan santai dari Adib pastinya.

"Ayah kok bisa langsung terima Yundhi waktu datang ke rumah?" tanya Tiara yang ingin mengobati rasa penasarannya sejak beberapa hari lalu.

"Siapapun laki-laki itu, kalau dia berani hadapi ayah, meminta kamu, entah menjadi pacar atau istri, ayah akan terima, tapi tetap syarat dan ketentuan berlaku." ujar Adib dengan nada serius. Wajahnya ia hadapkan pada sang anak yang setia mendengarkan sambil mengunyah.

"Ayah punya syarat apa buat Yundhi?" Tiara bertanya penuh selidik.

"Itu rahasia antara lelaki, yang jelas Yundhi sudah menyanggupi, jadi ayah tenang melepas kamu pada pria yang tepat."

"Ayah ngobrolin apa waktu Yundhi datang pertama kali ke rumah sama Tiara waktu itu?" tanya Tiara lagi tak mau menyerah, ganti kata-kata, maksud pertanyaan sama.

"RAHASIA, udah dibilangin juga."

"Huuuffft ya sudahlah, sudah hukum alam, beberapa rahasia di dunia ini tidak bisa di ungkap."

***

Tiara segera masuk ke dalam kamar setelah urusannya di dapur selesai. Sejak tadi ia teringat DM (Direct Message) yang di kirim seseorang di akun instagramnya yang belum sempat ia buka.

"Siapa ya?" Tiara bertanya-tanya pada diri sendiri sambil menyentuh lambang aplikasi dan segera membuka menu DM.

"Haaaaa wah!" mata Tiara mebulat seketika, mungkin akan terlepas dari tempatnya jika tidak ada kelopak di sana. Rasa panas merasuki dadanya menjalar ke telinga dan kepala. Ingin rasanya ia melempar ponsel yang ada di tangannya tapi urung karena mengingat betapa besar usahanya membeli benda gepeng itu.

Jari-jarinya setia menscroll gambar-gambar yang dikirim seseorang untuknya.

Tiara melepas ponsel di atas bantal tidurnya, menghilangkan niat melempar atau menindih benda itu hingga hancur. Kepalanya tertunduk di topang kedua tangannya yang menangkup. Berulang kali ia menarik dan melepas nafas kasar dari hidung ke mulut.

Terulang lagi, kejadian yang membuatnya sakit hati empat tahun lalu. Bedanya kali ini tidak dalam bentuk tulisan, tapi dalam bentuk gambar, foto berwarna, lengkap dengan objek laki-laki dan perempuan yang terlihat bahagia, saling berpelukan, bergandengan tangan, mencium kening, mengobrol menikmati minuman. Di lihat dari backgroundnya gambar itu di ambil di luar negri. Mungkin ketika mereka sedang liburan.

Tiara meremas rambutnya kuat, menadadak sakit kepala melihat gambar-gambar yang tidak dia inginkan. Segerombol rasa sesak menyerang dadanya. Menangis, tidak, dia tidak akan menangis untuk hal sesepele itu. Tapi matanya mengkhianati otaknya. Sebulir cairan bening lolos begitu saja dari sudut mata Tiara. Buru-buru Tiara menghapus jejak air mata yang membasahi pipinya, enggan menangisi masalah yang belum pasti kebenarannya. Calm down Tiara, ini maasalah sepele.

Nada instrumen ponsel membuyarkan heningnya. Nama Yundhi tertera di sana. Tiara mengambil ponsel tapi berat untuk menekan tombol hijau. Ia memilih hanya memandangi benda pipih itu hingga nama Yundhi menghilang dan tertinggal di pesan notifikasi.

Dddrrrrt...dddrrrt

Ponsel Tiara kembali bergetar dan nama Yundhi kembali muncul di sana. Tiara belum berani menerimaa panggilan Yundhi, takut jika nanti mengucapkan kalimat yang membuatnya akan menyesal di kemudian hari, ia masih mencerna foto Yundhi yang entah dengan siapa di layar ponselnya. Apa maksud orang itu mengiriminya foto-foto Yundhi.

Ponsel Tiara kembali berbunyi, bukan panggilan tetapi sebuah notifikasi pesan whatsapp.

Tiara tersenyum getir, ternyata laki-laki itu masih memikirkannya tapi kenapa dadanya terasa sesak melihat betapa bahagianya Yundhi di foto itu.

Cemburu? Apakah ini yang dinamakan cemburu. Tiara bertanya dalam hati. Dia tidak merasa sesakit ini ketika membaca pesan Selena di ponsel Ivan empat tahun lalu.

***

"Ga di angkat, ga di baca, masa sih udah tidur, cuma beda satu jam, mungkin dia kelelahan."

Yundhi bicara sendiri di atas tempat tidur sambil mengetik sesuatu di ponsel. Sebenarnya dia sedikit kecewa Tiara tidak mengangkat telpon dan membaca pesannya. Dia ingin bicara, mengobrol lebih lama dari sebelumnya. Melewati malam mendengar ocehan Tiara tentang apapun.

Yundhi belum menyerah, meski sudah mengirim pesan mengucapkan selamat tidur, ia masih berharap Tiara mengangkat telponnya.

"Hallo, Ra. Kamu bener udah tidur?"

Akhirnya Tiara mengangkat panggilannya yang ke enam belas.

"Hampir." suara Tiara terdengar lemah di telinga Yundhi.

"Jadi aku ganggu dong?"

Tiara diam tidak menjawab. Menahan diri agar tidak berucap gegabah.

"Yundhi..."

"Hm?"

Tiara kembali bungkam, tidak tahu harus berkata apa. Pikirannya masih kacau, perpaduan cemburu dan sakit hati berbaur di hatinya.

"Kenapa? Ada yang mau di omongin?" Yundhi kembali melanjutkan. Sebenarnya Yundhi merasakan keanehan dari nada bicara Tiara, batinnya bertanya kenapa kata 'sayang' itu hilang saat memanggilnya.

"Enggak deh, aku istirahat dulu, tadi minum obat sakit kepala jadi agak ngantuk, kita lanjutin lagi besok, bisa kan? Kamu juga istirahat. Aku tutup ya."

Sambungan pun terputus, membuat Yundhi di landa kebimbangan. Dari nada bicara Tiara, dia bisa menangkap ada masalah yang di sembunyikan kekasihnya itu.

Yundhi menutup mata mencoba berpikir positif mungkin Tiara memang hanya sakit kepala dan kelelahan. Dia bukan cenayang dan tidak mungkin bisa menebak apa masalah yang di alami kekasihnya. Usia hubungan mereka bahkan belum seumur jagung, dia tidak mengharapkan ada masalah apapun yang menimpa mereka.

Sementara Tiara juga mencoba menutup mata. Ah, tidak hanya mata, tapi juga telinganya, karena orang yang mengirim foto Yundhi mulai menerornya dengan kata-kata tidak pantas, cacian, makian, olokan, intinya menyebut Tiara tidak pantas menjadi kekasih Yundhi. Ponselnya tidak henti bergetar hingga harus ia matikan sementara waktu.

***

Langkah Tiara terasa berat memasuki ruang kelas. Seandainya dia tidak menjanjikan ulangan harian pada muridnya minggu lalu mungkin dia tidak akan masuk, melakukan tindakan tidak profesional demi menenangkan pikiran gara-gara si orang kurang ajar bukanlah gaya Tiara.

Tiara memusatkan pikiran, mencoba menghilangkan pengaruh buruk DM yang berhasil menghancurkan perasaannya.

Sementara itu dilain tempat, Yundhi mulai gelisah tidak karuan karena belum bisa menghubungi Tiara lagi sejak jam 3 pagi. Saat itu ia tiba-tiba bangun karena mimpi aneh dan segera menelpon Tiara, sialnya ponsel Tiara tidak aktif dan itu menambah kegundahannya.

Baru kali ini Yundhi merasakan khawatir luar biasa hanya karena pacarnya tidak bisa dihubungi, padahal dulunya si wanitalah yang uring-uringan karena dia menonaktifkan ponsel saat bekerja.

Demi mengalihkan pikirannya Tiara menenggelamkan diri dalam pekerjaan, memeriksa hasil ulangan harian muridnya, mengolah nilai, menyiapkan materi sampai membuat proposal untuk tempat bimbingan belajar yang akan dia buka dengan beberapa temannya. Ajakn makan siang dari Mimi dan Jenny ia tolak mentah-mentah karena alasan sibuk.

"Situ sibuk atau ngambek, Ra? Sepertinya sibuk anda di buat-buat. Kalau ini masalah percintaan dikau harusnya sudah siap, siap jatuh cinta, siap juga sedih, patah hati, marah, sakit hati di waktu bersamaan. Jatuh cinta anda antara dua pihak, pastikan situ tahu juga sudut pandang Yundhi, jangan mikir sendiri."

Segala ucapan Jenny di simak Tiara tanpa menoleh karena jari jemarinya tetap asyik menari di atas keyboard.

"I know." hanya itu jawaban singkat Tiara setelah menyadari Jenny masih melihatnya dengan tatapan tidak suka. Tiara memang terlihat sibuk, tapi sekaligus terluka di saat yang sama.

"Mau cerita?" tanya Jenny berusaha membujuk temannya itu.

"Enggak sekarang, Jen."

Jenny mengangguk, tidak ingin memaksa lebih lagi karena Tiara akan marah jika terus di paksa. Jennypun kembali pada rutinitasnya, terselip rasa khawatir karena Tiara sepertinya melewati makan siang. Sepengetahuan Jenny, Tiara pernah mengidap typus. Semoga saja sahabatnya itu masih memikirkan kesehatan di samping masalah percintaannya.

***

"Kenapa belum aktif juga? Udah sesiang ini." Yundhi menggerutu kesal Tiara belum juga mengaktifkan ponselnya hingga hari hampir melewati siang. "Bodo amat yang penting gue tahu kabarnya."

Yundhi mencari sebuah nomor seseorang untuk di hubungi demi meminta Tiara mengaktifkan ponsel.

"Om, bisa minta tolong ngga minta Tiara aktifin ponselnya, tapi om jangan sebut nama saya ya, oke, terima kasih om Rul."

'Kenapa sih Ra? Kalau ada masalah harusnya kamu cerita.'

***

"Bu Tiara ponselnya ndak aktif ya?" Suara Sahrul, sang kepala sekolah memecah fokus Tiara, pandangannya beralih pada sumber suara.

"Eh, pak kepsek, ada yang bisa saya bantu?"

"Tadi saya mau minta tolong, tapi ponsel bu Tiara tidak bisa di hubungi."

"Oh, iya pak, saya lupa aktifkan, mau saya bantu apa pak?"

"Sudah ditangani staff lain, silahkan dilanjutkan, dan ponselnya jangan lupa di nyalakan!"

"Iya pak, maaf."

Tiara baru ingat sedari tadi dia belum mengaktifkan handphonenya, pantas saja harinya tenang.

24 panggilan masuk, 17 pesan whatsapp di tampilkan notifikasi ponselnya.

Yundhi:

Rencananya apa hari ini?

Lagi dimana?

Kenapa hp kamu ga aktif?

Aku pulang dua hari lagi

Kamu mau oleh-oleh apa?

Kamu marah?

Aku ada salah ya Ra?

...

Tiara terenyuh membaca pesan yang di kirim Yundhi. Sedikit merasa bersalah, dia mungkin membuat kekasihnya itu berpikiran macam-macam. Padahal masalah inipun tidak diketahui Yundhi, meski dia adalah objek pada foto yang dikirim padanya, Yundhi tidak mungkin ada sangkut pautnya dengan teror yang ia terima. Tanpa berpikir dua kali, Tiara berinisiatif menelpon Yundhi lebih dulu.

Sayang suara operator menyambut panggilannya, tepatnya Yundhi menolak telponnya.

Mungkin dia mau tugas.

Beberapa detik kemudian ponsel Tiara bergetar, nama Yundhi muncul di layar ponselnya.

"Hai." Tiara mencoba bersuara seperti biasa, seperti tidak ada masalah.

"Kamu jangan nelpon, biar aku aja yang telpon kamu, kenapa baru aktif? Masih di sekolah? Tadi kemana aja?" Yundhi memberondongnya dengan pertanyaan dengan suara cemas.

Tiara harus menarik nafas dalam sebelum menjawab rentetan pertanyaan Yundhi.

"Aku jadi ragu sebenarnya pacaran sama pilot atau wartawan."

"Jangan alihin pembicaraan, Ra. Kenapa ponsel kamu baru aktif?"

"Oh, semalam batrenya habis, tadi waktu aku buka dari charger lupa aku aktifkan." *A*lasan klise.

"Emang kamu ga kepikiran aku bakal nelpon? Aku kan pernah bilang ponsel kamu stand by terus, kamu bikin aku khawatir tau nggak." nada suara Yundhi meninggi.

Yundhi mencecarnya dengan berbagai pernyataan yang enggan Tiara dengar, seandainya dia tidak sedang memikirkan foto-foto itu dengan kata-kata terornya, sungguh Tiara akan sangat senang mendengar ocehan Yundhi.

Mendadak dada Tiara kembali dipenuhi rasa sesak, sungguh sebenarnya dia senang Yundhi mengkhawatirkannya, tapi dengan keadaannya yang sekarang dia tidak bisa menerima nada tinggi kekasihnya itu. Tiara terluka.

Bukan sepenuhnya karena Yundhi, hanya saja Yundhi memicu lagi rasa sakit yang ia berusaha hilangkan sejak kemarin.

Tiara menepuk-nepuk dadanya untuk menghilangkan gumpalan sesaknya yang terasa semakin menggunung. Hatinya menangis tapi tanpa air mata, dan itu terasa lebih menyakitkan. Ia meletakkan ponsel dia atas meja, mengabaikan Yundhi yang terus menanyakan keadaannya. Merasa tidak enak jika keadaan terpuruknya di lihat rekan kerja, Tiara meraih tas dan kunci motornya, segera keluar dari ruang yang terasa pengap.

***

Yundhi mengetuk-ngetuk pintu rumah Tiara beberapa kali namun tidak ada jawaban. Baik motor Tiara ataupun motor ayahnya tidak terlihat di garasi rumah itu, padahal hari sudah malam.

Ingin menghubungi Tiara tapi mustahil karena ponsel Tiara kini berada di tangan Yundhi. Ia mengambilnya dari Jenny yang menemukannya di atas meja kerja Tiara, termasuk laptop yang juga Tiara tinggalkan.

Yundhi memutuskan pulang lebih cepat dan menukar jadwal terbangnya dengan seorang teman. Beruntung temannya bersedia dan tidak keberatan. Mendengar cerita Jenny yang mengatakan Tiara bersikap aneh dan terlihat kacau membuat Yundhi tidak bisa menahan diri untuk tidak pulang lebih awal. Di tambah malam ini Tiara tak ia temukan di rumah, membuatnya semakin berpikir cemas.

Yundhi memutuskan duduk di kursi teras, mencoba tenang berpikir positif, sambil mencari petunjuk apa yang terjadi pada Tiara dari ponsel kekasihnya. Untungnya ponsel Tiara tidak menggunakan password atau sandi. Yundhi menekan sebuah notifikasi yang sudah lebih dulu masuk. Ia juga melihat notifikasi pesan dan panggilan atas nama dirinya, tapi lebih tertarik pada salah satu notifikasi yang memberitahukan sebuh pesan langsung di akun media sosial Tiara.

Ketenangann sesaat Yundhi, berubah menjadi amarah begitu membaca semua isi pesan langsung yang Tiara terima sejak kemarin. Ia melihat foto dirinya dengan Emmy, wanita masa lalunya dan membaca pesan-pesan yang Tiara terima.

Kamu yakin sebanding dengan wanita yang ada di foto itu?

Kamu pikir kamu siapa bisa berani menjadi pacar Yundhi.

Jangankan jadi pacar, jadi pembokatnya aja kamu tu ENGGAK PANTES .

Nyadar woy,cewek sableng,ga tau diri.

Kamu tu ga ada bagus2nya tau.

Dan beberapa pesan lagi yang sangat tidak ingin Yundhi baca.

"Kenapa dia malah simpan? Ga langsung dihapus, pasti ini yang bikin dia berubah."

Tangan Yundhi sudah mengeras menggenggam ponsel Tiara. Ia hampir melempar benda itu jika tidak mengingat kalau itu punya kekasihnya.

Ditengah rasa cemas dan marahnya Yundhi menghapus semua bentuk pesan langsung yang ada di akun media sosial Tiara, mengunfollow semua akun yang Tiara ikuti dan mengubahnya ke bentuk privat setelah menandai nama akun yang mengirimkan pesan-pesan itu. Brengsek.

Tak lama setelah itu suara sepeda motor terdengar memasuki pekarangan rumah Tiara. Yundhi segera berdiri dan menyambut kedatangan Tiara. Dia sudah tidak bisa membendung rasa rindu yang ia rasakan empat hari ini.

Tiara memarkir motornya terlebih dulu. Dia bisa melihat Yundhi menunggunya di teras.

Yundhi terkesiap melihat visual Tiara yang tidak baik-baik saja. Wajahnya terlihat pucat, penampilannya juga sedikit kacau, ada sebuah lubang kecil di bagian lutut celana bahan yang Tiara kenakan, dan goresan debu di bagian lengan.

Senyum tipis Tiara terbentuk melihat laki-laki yang juga ia rindukan, dengan sedikit pincang ia berjalan menuju arah Yundhi tapi Yundhi lebih dulu menghampirinya karena melihat ada yang tidak beres dengan Tiara.

Yundhi meraih lengan Tiara dan "Aakh." Mata Tiara terpejam sambil merintih menahan sakit, wajahnya semakin pucat tapi berusaha disembunyikan.

"Kamu udah pulang?" Tiara bertanya dengan senyum begitu lebar melihat Yundhi menyambutnya. Tapi Yundhi tidak memedulikan senyum itu, ia lebih terpengaruh dengn luka yang mungkin tidak terlihat di balik baju Tiara.

Tiara kembali menahan sakit saat Yundhi memegang telapak tangan kirinya, refleks Tiara meremas lengan baju Yundhi membungkukkan badan menahan sakit yang teramat sangat. Tanpa bertanya Yundhi menggendong tubuh Tiara menuju mobilnya, mendudukkannya di kursi penumpang dan memasangkan seatbelt. Tiara semakin mengerang kesakitan saat tubuhnya dalam posisi duduk, kepalanya yang terasa berat ia pegang dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya tidak bisa terangkat. Kepanikan Yundhi bertambah, satu-satunya tujuannya sekarang adalah rumah sakit.

Terpopuler

Comments

Devi Handayani

Devi Handayani

jangan dibikin m......i ya thorr si yundhisnya..... please🥺🥺🥺🥺

2022-10-31

0

Fitri Afrilia

Fitri Afrilia

tanggap jg ya yundhi

2020-11-09

3

Dharsha Alfysya

Dharsha Alfysya

jangan ada pelakor lah thor

2020-02-24

3

lihat semua
Episodes
1 Cari Jodoh Seperti Cari Sepatu
2 Dia adalah Yundhi Edward Prasetya
3 Teacher Meets Pilot
4 Tertangkap Basah
5 Proper Date
6 Proper Date 2
7 Resepsi
8 Resepsi 2
9 Bukan Tahun Ini
10 Ceritanya
11 Pertemuan
12 Interview
13 Bukan Mantan
14 Sakit
15 Keyakinan
16 Calon Orang ke Tiga
17 17
18 Dia Kembali
19 Bersamaan
20 Graduation
21 Wanita Toilet
22 22
23 Jendos vs Duren
24 Salah Kostum, Lagi
25 25
26 Guru Baru
27 Just Talk
28 Jangan Libatkan Perasaan
29 Ditinggalkan
30 Pergi
31 Sakit
32 Keluarkan!
33 Kenyataan Lain
34 Blank
35 Jeda
36 Menemukanmu
37 Perhitungan
38 Gegara Kartu
39 Kecolongan
40 Baikan
41 Trauma
42 Belum Kelar
43 Home, is You
44 Brankar Talk
45 Gerimis dan Kencan Mendadak
46 Janji
47 Farewell Party
48 Helma
49 Drive Me Crazy
50 Cleopatra
51 Emma
52 Dinner
53 Rival
54 Kabar Gembira
55 Honeymoon (extra part)
56 Mustahil Nentang
57 Unpredictable Moment
58 Another Extra Part
59 Baby Moon
60 End, Wait For Season 2
61 61
62 62 Serangan
63 63
64 64
65 65
66 66
67 67 Surprise
68 68
69 Chash When Teacher Meets Pilot
70 70
71 71
72 72
73 73
74 74
75 Masa Lalu
76 76
77 77
78 This Pilot Meets His Teacher 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
84 84 Ceritanya Sensitif
85 85
86 86
87 87
88 88
89 89
90 90
91 91
92 92
93 93
94 94
95 95
96 Pengumuman
97 96: Bucinnya Yundhi
98 97: Bucinnya Tiara
99 Final Extra Part
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Cari Jodoh Seperti Cari Sepatu
2
Dia adalah Yundhi Edward Prasetya
3
Teacher Meets Pilot
4
Tertangkap Basah
5
Proper Date
6
Proper Date 2
7
Resepsi
8
Resepsi 2
9
Bukan Tahun Ini
10
Ceritanya
11
Pertemuan
12
Interview
13
Bukan Mantan
14
Sakit
15
Keyakinan
16
Calon Orang ke Tiga
17
17
18
Dia Kembali
19
Bersamaan
20
Graduation
21
Wanita Toilet
22
22
23
Jendos vs Duren
24
Salah Kostum, Lagi
25
25
26
Guru Baru
27
Just Talk
28
Jangan Libatkan Perasaan
29
Ditinggalkan
30
Pergi
31
Sakit
32
Keluarkan!
33
Kenyataan Lain
34
Blank
35
Jeda
36
Menemukanmu
37
Perhitungan
38
Gegara Kartu
39
Kecolongan
40
Baikan
41
Trauma
42
Belum Kelar
43
Home, is You
44
Brankar Talk
45
Gerimis dan Kencan Mendadak
46
Janji
47
Farewell Party
48
Helma
49
Drive Me Crazy
50
Cleopatra
51
Emma
52
Dinner
53
Rival
54
Kabar Gembira
55
Honeymoon (extra part)
56
Mustahil Nentang
57
Unpredictable Moment
58
Another Extra Part
59
Baby Moon
60
End, Wait For Season 2
61
61
62
62 Serangan
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67 Surprise
68
68
69
Chash When Teacher Meets Pilot
70
70
71
71
72
72
73
73
74
74
75
Masa Lalu
76
76
77
77
78
This Pilot Meets His Teacher 78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
84 Ceritanya Sensitif
85
85
86
86
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
94
95
95
96
Pengumuman
97
96: Bucinnya Yundhi
98
97: Bucinnya Tiara
99
Final Extra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!