"Jangan ge-er, lagu itu bukan buat anda!" ujar Tiara dengan kepala sedikit menunduk menahan malu. Ia bahkan bicara dengan posisi masih membelakangi Yundhi. Tuts-tuts piano kembali ia mainkan asal membuat suara tidak enak di gendang telinga.
"Tapi kok saya ngerasa, ya?" Yundhi bicara penuh percaya diri.
Di depannya, Tiara masih berpikir keras mencari topik lain mengalihkan perhatian Yundhi untuk mengurangi kadar malunya.
"Mau apa datang kemari?" tanyanya dengan suara sedikit tegas.
"Masa kamu lupa, kita sudah janji proper date setelah saya pulang."
Mendengar jawaban Yundhi, Tiara mengumpulkan keberanian membalikkan tubuhnya agar bisa melihat lawan bicaranya. Satu tarikan nafas yang dalam dilakukannya guna meminimalisir rasa grogi yang mungkin akan timbul.
"Wow" dalam hati Tiara berteriak kagum dalam hati, dengan visual Yundhi yang ada dihadapannya. Baju casual polo berkerah warna putih, celana jins, sepatu kets, dan kaca mata hitam yang di selipkan di leher baju membuat Yundhi terlihat kembali berbeda di matanya. Tampan, keren, seksi kata-kata itu ia sematkan untuk Yundhi saat ini. Tapi ia kembali teringat kalau Yundhi memiliki wanita idaman lain. Pantang baginya menjadi pelakor meski wanita itu tidak diketahui keberadaannya oleh Yundhi.
'Kontrol Tiara, jantung hamba ya Tuhan, tangan hamba kok panas, darah beta, tensi naik kayaknya nih, bentar lagi daku mimisan.'
"Hari ini saya sibuk mas, mau bikin soal UTS buat anak-anak, maaf ya mungkin lain kali!" hanya itu alasan yang terlintas dalam kepalanya. Dangkal. Klise. Tidak masuk akal alasan yang Tiara ucapkan kalau Yundhi tahu ujian tengah semester sudah berlalu.
Tiara pastinya merasa gengsi setelah Yundhi secara gamblang mengetahui perasaannya. Meski dalam hati ia merasa senang kalau Yundhi tidak melupakan janji mereka.
"UTS bukannya sudah lewat bulan Agustus kemarin? Saya juga sudah izin sama kepala sekolah kamu mau bawa kamu pergi."
"Ya...ya...buat UTS semester depan, aaaakh. Kamu kok tahu sih masalah-masalah beginian?" Tiara memegang pelipis dengan kedua tangannya menahan malu, tak menyangka Yundhi tahu tentang masalah pendidikan meski seorang pilot dan lagi ia sudah ancang-ancang izin ke kepala sekolah, padahal biasanya untuk izin keluar beli makan siang saja sulitnya minta ampun. Luar biasa.
Jenny yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan sahabatnya itu dari balik tembok sudah tidak tahan juga ingin mengerjai Tiara. Ia segera berlari ke sebuah ruangan dan tentunya akan kembali dengan rencananya.
"Sebut saja saya pintar atau cerdik, begitu mungkin!" jawab Yundhi dengan level percaya diri naik setingkat.
"Licik kali pak, nguping itu dosa lho."
"Kalau yang itu sebut saja saya beruntung! Ngomong-ngomong kamu benaran suka senyum saya?"
Skak mat
Astaga, percaya diri sekali pria ini.
Kali ini Yundhi mendekat ke arah Tiara yang masih setia tertunduk dengan memegang pelipisnya. Mendengar pertanyaan Yundhi membuatnya merasa semakin snewen.
"Iya, kenapa? Tidak boleh?" jawabnya secara tiba-tiba sambil berdiri. "Baik, baik. Memang tidak boleh seharusnya, karena kamu punya orang yang kamu suka. Tenang saja, aku akan membereskan sendiri masalahku."
Entah kenapa di mata Yundhi saat ini Tiara bertingkah menyebalkan karena mengungkit tentang dirinya yang pernah menyukai seorang wanita, dulu. Pelan tapi pasti Yundhi melangkah mendekati Tiara yang enggan menatapnya dan mengalihkan pandangannya pada objek yang lain.
Tiara tersentak melihat jaraknya dengan Yundhi saat ini sudah sangat dekat. Ia bahkan bisa melihat tahi lalat kecil di pipi kanan Yundhi yang sangat kontras dengan warna kulit putih pria itu. Buru-buru Tiara membuang muka ke sembarang arah, takut kentara akan wajah syoknya di tambah pula warna merah yang sudah menjalari pipi kiri kanannya. Dia.... Malu.
Tok...tok ..tok...
"Ekhem...maaf ya mengganggu!"
'Alhamdulillah, terima kasih Jen, aku tahu kamu bisa diandalkan.'
Jenny melangkah mendekati Tiara yang matanya sudah berbinar-binar mengharap pertolongan.
"Ra, aku pinjam motor ya, ada tugas dari Kepsek daku di minta antar absen bulanan ke BKD (Badan Kepegawaian Daerah). Ini udah aku bawakan tas lo dan kunci motornya sudah daku simpan bisa kan lo pulangnya nebeng mas Pilot cakep ini oke terima kasih." Cerocos Jenny tanpa jeda dalam satu tarikan napas.
Tiara hanya melongo, mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut manis teman seperjuangannya itu. Otaknya masih mencerna alasan yang dikatakan Jenny yang sebenarnya adalah tugas Udo Halil selaku operator sekolah. 'Kau menjebakku Jono' umpatnya dalam hati dengan tatapan tajam pada Jenny.
Jenny melangkah cuek tapi berhenti di depan Yundhi, "titip temanku ya!" ujarnya dengan senyum jahil sambil mengangkat jempolnya. Yundhi ikut tersenyum karena sadar Tiara pasti akan ikut dengannya tanpa alasan lagi.
Jenny kembali berlalu pergi tanpa menunggu persetujuan Tiara. Dia siap menerima resiko Tiara mungkin akan memakinya hari Senin.
'Tak apalah, masih ada waktu untuk do'a tolak bala.'
"Kamu cemburu?"
Tiara yang masih sibuk mengawasi Jenny dari jendela ruangan tak menangkap kata-kata yang di lontarkan Yundhi.
"Aku tahu kamu cemburu kan?"
"Iya. Eh, apa tadi?"
Yundhi tertawa ringan.
"Ayo kita pergi sekarang!"
***
Di dalam mobil Tiara tidak bersuara sedikitpun. Pikirannya sibuk menebak arti kata proper date yang di maksud Yundhi. Dalam benaknya sudah berseliweran tempat-tempat mahal yang kira-kira akan mereka kunjungi, restoran atau kafe dengan porsi sedikit dan harga nyelekit, mungkin.
"Aw." Tiara mengerang kesakitan memegang pipi kanannya yang sebenarnya tidak sakit sedikitpun berkat ditunjuk Yundhi. "Apa sih pak?"
"Kirain patung. Kamu manusia?"
"Lagi malas becanda," jawab Tiara menahan mangkel.
"Kenapa sih kamu ga bisa ramah sedikit sama saya?"
"Saya malah lebih heran kenapa anda bisa seramah ini sama saya, perasaan awal ketemu anda lihat saya seperti lihat musuh bebuyutan. Saya kan jadi ambigu, ramah anda ori atau kawe."
"Kita pernah bahas ini waktu di kafe."
"Udah lupa." Ujar Tiara sedikit ketus. Jika yang dimaksud Yundhi bahwa dia mendekati Tiara atas permintaan oma Ranti tentu dia kecewa, berarti Yundhi tidak memandangnya sebagai wanita. Dia merasa kalau Yundhi hanya akan mengugurkan janjinya pada Oma Ranti dengan mereka melakukan penjajakan tanpa tujuan seperti hubungan pria dan wanita pada umumnya. Mentok penjajakan saja.
Terbersit harapan jika Yundhi menambahkan alasan lain mendekatinya. Barangkali Yundhi memang benar-benar menyukainya sebagai wanita 'Aamiiin'. Kalaupun tidak di ijabah ya tak apa, dia tidak rugi juga. Tidak ada salahnya berdo'a.
"Oma saya memang memilih kamu, entah kenapa dia sangat berharap hubungan kita berhasil. Saya juga tidak sedang inrelationship sama orang lain. Jadi tidak ada salahnya saya mencoba, dan tolong kasih saya kesempatan! Bisa?"
Tiara tertegun dengan kalimat terakhir yang diucapkan Yundhi. Ia juga tak habis pikir dengan takdir yang mempertemukan mereka. Dari sekian banyak wanita cantik yang ada di sekelilingnya sebagai seorang pilot kenapa pilihan Yundhi jatuh pada dirinya yang hanya orang biasa.
"Ada banyak wanita cantik yang mengelilingi kamu, kenapa tidak memilih salah satu dari mereka, kenalkan dengan Oma. Kamu bisa bilang ke beliau kita tidak ada kecocokan."
"Seorang pria sejati yang di pegang itu janjinya. Kalau sudah berjanji, pantang bagi kami untuk mengingkari. Saya sudah janji pada Oma. Kita jalani dulu. Kalau cocok, ya kita lanjut, why not? Atau mungkin kamunya yang sedang inrelation?"
Tiara termangu.
"Hallooo, jawab dong, kamu lagi suka sama seseorang ya?"
Tiara sedikit gelagapan.
"Enggak, saya available. Tidak sedang dalam hubungan. Puas kamu?"
Yundhi cekikikan, "Oke, artinya kamu setuju kita lakukan penjajakan ini."
Setelah menjawab Yundhi, Tiara membisu, belum memberi jawaban atas permintaan Yundhi. Cukup lama mereka bisa keluar dari kemacetan jalan, Yundhi menghentikan mobilnya di depan sebuah masjid.
"Kamu ga ikut turun?"
"Aku lagi halangan, tunggu di sini aja deh," jawabnya dengan nada yang lebih rendah dari sebelumnya.
"Oke, sebentar aja."
Tiara hanya mengangguk melepas kepergian Yundhi untuk menjalankan ibadah. Setitik perasaan hangat menggelayut di hati menyadari Yundhi ternyata bukan orang yang lalai dengan prinsipnya.
Tiara masih menimbang-nimbang kalau nanti benar yang di katakan Jenny, Yundhi memintanya menjadi pacar pria itu, apa yang harus ia jawab? Pantaskah dia menjadi pasangan orang seperti Yundhi? Lelah berpikir, Tiara melemaskan tubuhnya. Hingga setengah kesadarannya tertinggal, dan dinginnya AC mobil yang masih menyala membuat kesadarannya sedikit demi sedikit meninggalkan jasadnya, dan ia tertidur lelap.
***
Merasa sedikit pegal di bagian leher, Tiara mulai mengubah posisi agar tidurnya terasa lebih nyaman. Semakin ia merasakan kenyamanan, semakin pula ia menyadari bahwa ia tidak tidur di tempat yang datar.
"Astaga." satu kata itu terlontar dari bibir merah mudanya, sambil menatap ke depan dan samping Tiara mengumpulkan kesadarannya.
Yundhi yang melihat Tiara gelagapan berusaha maksimal menahan tawa. Takut kalau Tiara tersinggung dan membatalkan rencana kencan mereka.
"Kenapa ga bangunin saya?"
'Aku tertidur hampir satu jam,' gumamnya sambil melihat jam tangan di pergelangan tangannya.
"Udah kali, beberapa kali, kamunya aja yang keenakan tidur."
Dalam hati Tiara mengumpat-ngumpat diri sendiri, 'ngorok ga ya tadi, apa daku mangap tidurnya, iler-iler cek Tiara, ya Tuhan ga banget, semoga dalam pandangan Yundhi daku bobok cantik, aamiiin.'
"Kita sudah sampai ya? Ini dimana?" tanyanya sedikit gugup karena pemandangan di luar terlihat asing.
"Kalau kamu sudah siap kita bisa keluar."
"Kamu mau ngapain?" tanya Tiara sambil menyilangkan tangan pada bagian atas tubuh, "Maksudnya apa nanya saya siap atau enggak?"
"Ya makanlah, memang kamu ga lapar? Kamu kan guru, kok ngeres sih?"
"Lagian makan harus banget di tempat kayak gini, ini proper date versi kamu?"
"Kenapa, kamu enggak suka?"
"Ya enggak juga, terserah kamunya."
Setidaknya, Tiara bisa menghembus napas lega, tapi kembali panik menyadari jika ia masih mengenakan seragam mengajarnya tadi pagi.
"Makan? Di sini?" kembali ia memastikan kebenaran kencan mereka yang akan dilalui dengan makan malam di restoran yang terletak di dalam sebuah hotel.
Yundhi memang memarkirkan mobilnya di depan sebuah hotel berbintang yang membuat Tiara mendadak tidak nyaman jika harus masuk kesana dengan seragamnya yang lebih mirip petugas koperasi.
"Kenapa? Kalau mau ganti tempat ga keburu, saya udah lapar banget nih."
"Tapi kamu ga lihat seragam saya?"
"Seragam kamu salah apa?"
"Ya ga salah, tapi kan..."
"Kalau kamu ga nyaman, pakai ini!" Yundhi menyodorkan jaket miliknya aga Tiara tidak mencari alasan menolak lagi. "Kita keluar sekarang!"
Yundhi membuka pintu mobil dan menutupnya, kemudian berputar mengelilingi untuk membuka pintu tempat Tiara. Tiara yang tadinya membeku akhirnya menyerah setelah mendengar bunyi perutnya sendiri dan keluar sambil memakai jaket yang di berikan Yundhi untuk menyamarkan seragamnya.
Dan benar saja, Yundhi memang sudah mempersiapkannya sejak awal, terbukti dengan namanya yang sudah terdaftar terlebih dahulu dan seorang pelayan mengantar mereka ke meja sesuai nomor pesanan. Tiara yang berjalan di belakang Yundhi lebih banyak tertunduk sesekali melirik para tamu yang dominan berpakaian formal dan para wanita juga lebih banyak memakai gaun malam. Ia meringis menyesali tampilannya yang dianggapnya tidak sesuai tempat. Tanpa disadari Tiara, Yundhi berhenti di sebuah meja, sedang ia masih melangkah dan bug.
"Ah." hampir bertelentang jika Yundhi tidak menarik lengannya, Tiara juga refleks meraih lengan Yundhi dan tenggelam dalam pelukannya.
"Lain kali jalan di samping saya, kamu ga apa-apa?" suara Yundhi berbisik di telinga Tiara membuatnya merasa geli dan secepat mungkin menjauhkan diri.
"Enggak apa-apa."
Sekilas Yundhi melepas senyum dan segera menarik kursi untuk Tiara.
Suasana canggung dan tidak nyaman dari tubuhnya membuat Tiara harus segera ke kamar mandi. Jika tidak, hal yang lebih memalukan mungkin akan menimpanya.
"Aku mau ke toilet."
***
Setelah berganti pembalut cadangan yang selalu ia siapkan dalam tasnya, Tiara memandangi wajahnya di depan cermin wastafel.
"Kusut, kalau kelas-kelas warteg mah gini-gini juga oke."
Sedikit membasuh wajah dengan air mungkin akan membuatnya merasa lebih baik.
Tanpa Tiara sadari, ia masih saja setia memakai jaket milik Yundhi, hingga ia keluar dari kamar mandi. Tiba-tiba sebuah tangan asing menyambar tubuhnya.
"Hei, lepas!"
Tiara berusaha sekuat tenaga melepaskan eratan tangan pria asing yang aromanya berbau alkohol tersebut. Suaranya menarik perhatian pengunjung yang duduk sekitarnya.
"Kenapa kamu menolak, saya sudah bayar sesuai tarif yang kamu minta?" ujarnya dengan suara khas orang mabuk.
Tiara syok mendengar ucapan pria itu, kakinya bergetar dan tangisnya hampir keluar.
"Jangan sembarangan bicara tuan!"
Perhatian para pengunjung tertuju pada pada Tiara dan pria yang sedang dalam kondisi mabuk itu, kecuali Yundhi yang telinganya tertutup head set dan asik dengan smartphonenya.
"Kenapa? Masih kurang? Saya siap tambahkan berapapun yang kamu mau setelah kita selesai di kamar."
Plakk
Meski kakinya terasa lemas, tapi tangan Tiara sudah tidak tahan melayangkan tamparan pada wajah pria itu sekeras yang ia bisa.
Pria itu terpancing emosi akibat tamparan Tiara dan hampir menyerangnya lagi jika tidak seorang pelayan laki-laki menghalangi pria itu dan membawanya keluar.
Segala macam umpatan ia dengar dari mulut pria itu yang membuatnya ingin memuntahkan isi perut kosongnya, iapun kembali lagi ke kamar mandi dengan mata merah yang sudah berair.
Merasa aneh dengan para pengunjung yang tatapannya tertuju pada satu arah, Yundhi ikut menatap arah mata para tamu restaurant itu tapi tidak menemukan tontonan apapun.
"Permisi tuan, kami minta maaf atas ketidak nyamanan yang terjadi, semoga anda bisa menikmati hidangan kami," ucap seorang pelayan yang tiba-tiba mendatangi meja yang Yundhi tempati sambil menghidangkan pesanannya yang telah siap.
Yundhi yang tidak tahu apapun tentu hanya menerima ucapan maaf dari pelayan itu.
"Silahkan tuan, selamat menikmati!"
Setelah itu pelayan itupun undur diri dari hadapan Yundhi.
***
Hampir setengah jam Tiara masih mengurung dirinya di dalam toilet. Ia masih mencoba menghentikan tangisnya yang kini sesenggukan, air matanya sudah kering lebih dulu.
Yundhi yang masih menunggu Tiara untuk makan bersama sedikit gelisah karena Tiara tak kunjung kembali dari toilet. Ia kembali menyibukkan diri dengan poselnya dan mulai tertarik notifikasi sebuah video viral. Ia mencermati setiap unsur yang ada di video tersebut.
Lokasi yang sama persis dengan tempat ia duduk saat ini, beberapa orang pengunjung yang tertangkap kamera masih menikmati makanannya di tempat itu berjarak empat meja dari tempat duduk Yundhi, dan pelaku wanita yang meski disamarkan wajahnya tapi jaket yang di pakai wanita itu sama persis dengan jaket miliknya yang di pakai Tiara.
Yundhi mulai geram, wajahnya terasa panas mendengar isi percakapan rekaman itu lewat head setnya, tanpa menunggu lebih lama ia beranjak mencari keberadaan orang yang bertanggung jawab atas video yang ia saksikan tersebut.
Mata Yundhi tertuju pada pelayan yang ia lihat membawa pria yang mabuk dalam video tersebut dan segera menyeretnya ke tempat yang lebih aman.
"Saya tidak mau membuat keributan dan jawab pertanyaan saya!"
Pelayan itu ketakutan melihat wajah Yundhi yang merah karena marah dan genggaman tangan pada leher bajunya membuat pelayan itu merasa tercekik.
"Iya, tuan."
"Kemana kamu bawa pria mabuk yang ada di video ini?" tanyanya sambil menunjukkan ponselnya.
"Ke kamarnya di nomor 1056."
"Antar saya ke manajer kamu, cepat!" bentakan Yundhi membuat nyali pelayan itu ciut. Tanpa berkomentar apapun dia menuntun Yundhi ke ruangan manager.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Caramel Latte
😁😁😁gokil kau Ra
2023-02-03
0
Magdalena Pane
uts itu biasa dilakukan di akhir september atau awal oktober
otor dah lama gk jd siswa nih
2022-10-18
0
Widiya thea
yundhi oh yundhi.. 😍
2020-08-02
2