17. Hanyalah Anak Angkat

Sudah sekitar semingguan Yudha tak melihat kehadiran Ciara di rumahnya. Biasanya gadis itu yang menyediakan sarapan di meja selama Bi Inah tak ada, tetapi sekarang keluarga itu bahkan memiliki asisten rumah tangga baru entah sejak kapan. Yudha jarang keluar kamar, pria itu lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kamarnya. 

“Ke mana anak itu?” tanya Yudha seraya mengambil telur balado dari atas nampan. 

Andri menoleh, “Siapa yang kamu maksud? Ciara?” Pria itu memastikan.

Yudha mengangguk, tetapi tatapannya masih fokus pada piringnya, berusaha terlihat tidak peduli tetapi sebenarnya ia cukup penasaran juga.

“Bukannya kamu sudah tahu kalau Ciara telah pergi dari sini?” 

Yudha langsung menegakkan kepalanya, menatap sang ayah dengan tatapan sedikit tak percaya. “Pergi? Jika dia pergi, ke mana dia pergi? Kenapa pergi?” tanya Yudha beruntun. 

Andri melirik ke arah istrinya yang sudah mulai makan. Pria itu mengembuskan napas pasrah. “Kamu benar-benar tidak tahu, ya, atas ide Ibumu, Ciara pergi. Ibu menyangka bahwa tindakan kamu yang seperti ini, misalnya kamu yang selalu diam dan dingin disebabkan karena adanya Ciara. Maka dari itu ibu berinisiatif untuk mengeluarkan Ciara dari rumah ini. Lagi ibumu bilang bahwa Ciara selalu mengganggu kehidupan kamu, maka dari itu jika keadaannya tidak berubah maka bisa jadi kamu juga tidak berubah menjadi dirimu yang dulu,” jelas Andri. 

Dahi Yudha berkerut. Bagaimana pun apa yang dijelaskan oleh ayahnya itu sangat tidak masuk akal. Ciara memang selalu mengganggunya, tetapi mengeluarkan Ciara tanpa mengeluarkan Farah sama saja membuat Yudha benci dengan kehidupan dalam rumah. 

“Ide itu benar-benar buruk dan tidak akan pernah berhasil. Lagi pula apa hubungannya denganku? Jika mengusirnya dapat membuatku berubah, itu adalah keajaiban Tapi sayangnya aku masih Yudha saat ini dan tidak berniat untuk berubah sedikitpun,” jelas Yudha.

“Semua sudah telanjur,” desis Andri seraya mendorong piringnya menjauh, bahkan sebelum pria itu menyentuh makanannya. 

Tatapan Andri terlihat sangat sayu hingga habis kata-kata untuk menjelaskan betapa mungkin dia masih menyayangi Ciara dan ingin menahannya pergi jika saja bisa. Namun apa yang dikatakan oleh Farah, terdengar masuk akal di telinganya hingga dia memutuskan untuk lebih memilih anak kandungnya daripada anak perempuan asing itu. 

“Ibu yang memberinya ide? Apa Ibu benar-benar tega menyuruh anak Ibu pergi seorang diri?” Yudha bertanya, tak percaya. 

“Anak Ibu? Yudha, Ciara itu hanya anak angkat Ibu. Gadis itu memang Ibu asuh sejak kecil, tapi namanya juga anak angkat, jadi aku bisa melakukan apa pun padanya. Dan ketika Ibu berpikir bahwa kepergian Ciara merupakan ide bagus, jadi Ibu membiarkan dia pergi. Tak perlu terkejut atau merasa kehilangan, anak itu kuat sekali luar dalam,” jelas Farah seraya mengunyah makanannya. 

Yudha benar-benar masih berusaha memproses setiap ucapan yang keluar dari Farah. Ia masih tak mengerti dengan beberapa hal yang dibicarakan wanita itu. “Anak angkat?” Yudha memastikan. 

“Iya, dia anak angkat Ibu. Keluarganya sempat tak bisa merawat dia. Karena takut dibuang, akhirnya Ibu mengambil dan mengasuhnya. Namun hanya sebagai anak angkat saja, tidak lebih. Saya sendiri memang tak mau mempunyai anak, jadi saya tidak mengistimewakan kehadiran dia di sisi saya,” jelas Farah sekali lagi. 

Yudha benar-benar terkejut dengan penjelasan itu. Ia tak pernah menduga bahwa ternyata gadis itu hanyalah anak angkat. Seketika Yudha menyesal karena telah melakukan banyak kesalahan terhadap sang gadis hanya karena ia membenci Farah. Yudha telah melakukan kekerasan padanya tanpa tahu bahwa gadis itu tak memiliki hubungan apa pun dengan ibu tirinya itu. Tak ada yang memberitahu Yudha sejak awal, baik Ciara dan ayahnya juga tak pernah mengungkit hal itu. Namun sekarang apa yang harus ia lakukan? Semuanya telah terlambat. 

“Aku tidak jadi makan.” Yudha mendorong piringnya seraya berdiri dari duduknya dan lamgsung berjalan ke dalam kamar. 

Pikirannya benar-benar ruwet. Ia ingin sekali meminta maaf pada gadis itu atas perbuatan jahatanya, tetapi pikirnya semua telah terlambat dan ia tak bisa menemukan gadis itu. Ke mana ia pergi? Sekarang ada di mana? 

Yudha menutup pintu dengan keras dari dalam, kemudian berjalan lunglai menuju laci untuk mencari buku telepon yang ia miliki untuk meminta bantuan mengecek di mana keberadaan Ciara saat ini. Meski Yudha tak yakin, tetapi ia hanya berusaha terlebih dahulu, paling tidak ia ingin memiliki kesempatan sekali lagi untuk menebus kesalahannya. 

Namun saat kedua tangannya berusaha menyingkirkan beberapa tumpukan buku-buku yang usang, dilihatnya album tua yang tak asing. Sampulnya terbuat dari kayu, di depannya tertulis C&Y yang tak Yudha ketahui dengan jelas. Karena penasaran, pria itu langsung mengambil album itu dan membawanya ke tepi kasur. 

Dibukanya album itu dan pada lembar pertama terlihat potret seorang gadis cilik berambut hitam legam, bermata cokelat, tersenyum di ayunan sekolah. Yudha membuka kembali lembar selanjutnya, di sana terlihat foto masa kecilnya sedang bersama gadis cilik itu di taman. Mereka tampak tertawa bersama kucing putih yang sedang bermain bersama mereka juga. 

Yudha memegang kepalanya yang terasa berat secara tiba-tiba. Kilasan masa lalu seperti bermunculan secara samar-samar. Pria itu belum bisa mengingatnya dengan jelas, tetapi wajah gadis cilik itu sudah tak asing lagi. Sekali lagi Yudha membuka lembaran selanjutnya dan terlihat sebuah kertas kecil di samping gadis kecil yang kini duduk di tepi sungai. “Ciara akan selalu Yudha jaga sampai kapan pun.” 

“Ciara?” Yudha mendesis.

Pria itu makin tak kuat untuk membuka lemaran selanjutnya, akhirnya ditutupnya album tersebut dan dilemparkan ke depan lemari hingga membentur pojok lemari yang tajam. Pelipisnya ia pijat dengan kuat begitu suara teriakan gadis cilik mulai masuk di telinganya. 

“Yudha, cepat berangkat sekolah, nanti telat!”

“Yudha, jangan lari-lari. Aku ketinggalan, tahu!”

“Yudha, jangan lupa kerjakan PR-nya.”

“Yudha, kamu harus segara naik permukaan, kamu tidak boleh lama-lama berenang di sungai, tahu. Kalau kamu berenang di sungai terus, nanti kamu bisa dimarahi oleh orang tua kamu. Cepatlah naik, Yudha. Kalau kamu sampai tenggelam, nanti kamu tidak akan bisa jadi tentara.”

“Yudha!”

“Yudha!”

Pria itu segera menjatuhkan dirinya di kasur dan menutup telinganya dengan bantal guling berharap teriakan gadis kecil itu segera pergi, tetapi sepertinya usahanya tak berhasil karena sekarang bukan hanya suara-suara yang mulai muncul, tetapi ingatan masa lalu pun makin jelas terlihat di balik kegelapan. Yudha bersama gadis itu bermain di tepi sungai, menghabiskan hari bersama dan selalu bersamanya hingga Yudha sendiri lupa sebab mereka berpisah. Namun gadis itu adalah seseorang penting di hidupnya. 

“Ciara,” desis Yudha. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!