14. Merebut Kepemilikan

Melihat ekspresi Yudha, Ciara hanya memberikan cengirannya, lantas berjalan ke meja untuk menaruh nampan di sana. Yudha berjalan melewatinya, lalu pria itu terlihat mengunci pintu kamarnya dan melemparkannya ke atas lemari. Ciara terkejut. Buru-buru ia meletakkan nampan, lalu mendekat. 

“Mas Yudha, apa yang Mas Yudha lakukan? Aku akan keluar karena setelah ini aku akan mencuci baju dan—” sebelum Ciara melanjutkan ucapannya, Yudha sudah terlebih dahulu mendorong tubuh gadis itu hingga tergencat ke tembok. 

Jantung Ciara berdetak lebih cepat dari biasanya, otaknya tak bisa berpikir jernih, tubuhnya seakan membeku melihat Yudha yang makin mendekatkan wajahnya di depan Ciara. Tangan kekar Yudha mulai membelai pipi Ciara dengan lembut, ibu jarinya mengusap bibir semerah leci milik Ciara yang berisi. 

“Mas—” 

Belum sempat melanjutkannya lagi, Yudha langsung mendaratkan bibirnya di bibir Ciara dan memaksa Ciara yang menutup rapat mulutnya agar terbuka, hingga karena dorongan yang terus menerus akhirnya mulut Ciara terbuka juga yang akhirnya membuat Yudha puas. 

Ciara berusaha mendorong tubuh Yudha saat kesadarannya perlahan terkumpul. Seakan ia tak kenal dengan pria menakutkan itu. “Lepas, Mas!” Gadis itu berusaha mendorong tubuh Yudha hingga pria tersebut sempat terdorong mundur sekitar satu meter. 

Ciara mencoba berlari ke arah pintu, menggedor-gedor pintu dari dalam. “Tolong! Tolong bukakan pintu siapa pun yang berada di luar!” teriaknya dengan suara yang gemetar. Air matanya telah menggenang di kelopak dan akan jatuh jika ia tak menahannya. 

Yudha terkikik di belakangnya. “Siapa yang akan membukakan pintu untukmu, ******? Aku sudah menutup gerbang depan kalau kamu tahu. Suara kamu tidak akan menembus keluar dan bocor dari dinding kamarku.” Yudha langsung menarik tangan Ciara dari belakang dan menjatuhkan tubuh perempuan itu hingga terlentang di atas kasurnya. 

“Mas Yudha, tolong lepaskan aku. Apa yang akan Mas Yudha lakukan?” Air mata Ciara mulai keluar, ia benar-benar gemetar begitu Yudha menindih kedua tangannya. 

Ciara mencoba membuat perlawanan dengan kakinya yang mencoba menendang Yudha, tetapi pria itu menduduki perutnya dan mengikat tangan Ciara hingga wanita itu tak bisa melakukan apa-apa lagi selain memejamkan matanya dan meminta Yudha yang mulai menyobek seluruh pakaiannya dengan kasar. 

“Ya Tuhan, tolong aku. Aku mohon tolong aku. Aku benar-benar takut, pria ini benar-benar kejam. Aku benar-benar tak mengenalnya. Tolong, siapa pun tolong aku. Aku tak bisa melakukan apa pun lagi,” batin Ciara. 

“Kenapa matamu hanya terpejam? Bukannya ini yang kamu mau?” Yudha mulai mengusap pipi wanita itu, lalu ******* bibirnya dengan kasar hingga mau tak mau Ciara membuka matanya juga. 

“Mas Yudha, tolong jangan begini. Apa yang Mas Yudha lakukan telah melanggar banyak peraturan. Aku mohon bebaskan aku, aku janji tidak akan mengganggu kehidupan Mas Yudha lagi. Aku mohon pada Mas Yudha, lepaskan aku. Aku tidak mau melakukan ini dengan seseorang yang bukan suamiku. Aku mohon, Mas,” rintih Ciara seraya mencoba menggerak-gerakkan tangannya, berharap talinya terlepas. Namun bukannya terlepas, tapi makin ia gerakan tangannya, tali itu makin terikat kencang. 

Pria itu menyeringai, tak menghiraukan ucapan Ciara dan malah melepas seluruh kain yang menempel di tubuhnya. Pria itu mencoba meleburkan diri pada Ciara yang selalu berusaha menolaknya. 

“Tolong, Mas tolong,” teriak Ciara. 

“Diam, Ciara. Aku sedang melakukan apa yang kamu inginkan. Aku sedang mengabulkan keinginan kamu yang selalu ingin dekat denganku,” bisik Yudha. 

Ciara menangis tak bersuara, ia menggigit bibir bawahnya dengan keras hingga saat Yudha sedang berusaha dengan sangat brutal mendobrak kepemilikannya dan menyatukan dirinya dengan Ciara yang sekarang tak bisa melakukan apa pun. Tidak ada jalan keluar selain menutup matanya karena seringai Yudha benar-benar membuat dirinya takut. 

“Bagaimana? Apa kau menikmatinya? Permainan ini akan berakhir sebentar lagi,” bisik Yudha. “Ah!” Pria itu mengerang seraya memainkan yang tepat berada di depan matanya hingga Ciara mengerang karena Yudha memperlakukan semua miliknya dengan kasar.

“Semua milikmu yang selama ini kamu sembunyikan bagai harta kartun, Sayang. Aku menyesal tidak menggunakan kamu sejak awal.” Yudha melepaskan diri dari penyatuannya dengan Ciara, kemudian tak berhenti di situ, lelaki tersebut mencoba menelusuri setiap bagian berharga milik Ciara yang selalu teetutup, menikmatnya layaknya ice cream manis hingga Ciara mendesah kuat begitu merasakan bagian bawahnya begitu hangat. 

“Mas, tolong lepaskan aku.” Ciara memohon dengan suara lemas. 

Yudha berdiri, menjilat bibir atasnya lalu menyeringai dengan puas. “Baik, kita sudahi hari ini, besok aku akan melanjutkannya lagi kalau kamu mau.” Yudha menduduki pinggul gadis itu seraya melepaskan tali yang mengikat tangannya. “Dan asal kamu tahu, sebenarnya aku tidak akan melakukan ini kalau kamu tak mencoba mendekatiku. Kamu membuatku kesal dan aku selalu membencimu hingga sekarang!” 

Setelah semua tali terlepas, Yudha langsung turun dan melihat Ciara yang langsung terbangun ketakutan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Gadis itu langsung memunguti semua pakaian miliknya yang tergeletak di mana-mana, kemudian ia berlari menuju pintu yang ternyata masih terkunci. 

“Mas, tolong bukakan,” pinta Ciara dengan suara yang bergetar. 

Yudha tertawa, pria itu mengulurkan tangannya ke arah laci, mengambil kunci cadangan dan melemparkannya ke arah Ciara yang hampir mengenai wajahnya jika ia tak menghindar. Ciara berjongkok mengambil kunci dengan tangan gemetar, lantas membukanya dengan cepat. Setelah terbuka, segera Ciara berlari ke kamarnya dan mengunci pintunya dengan rapat dari dalam. 

Seketika kakinya terasa lemas hingga gadis itu terduduk di balik pintu dan mulai menangisi kehidupannya. “Tidak, aku tidak mengenalnya. Aku tidak mengenal pria itu. Kenapa sekarang dia berubah menjadi sosok yang sangat jahat? Apa yang ada di pikirannya? Apa yang ia inginkan? Ia menggunakanku dalam keadaan masih membenci keberadaanku,” batin Ciara. 

Gadis itu melipat kakinya dan mulai menenggelamkan wajahnya hingga isak tangis mulai terdengar dengan kencang. Bukan hanya tubuhnya yang sakit, tapi jiwanya juga merasa telah hancur. Gadis itu berpikir bahwa dirinya telah kotor dan tak pantas untuk hidup. 

“Kenapa nasih buruk harus menghampiriku? Apa kesalahanku? Aku hanya ingin dekat dengannya, bukan digunakan olehnya dengan sembarangan. Hatiku sakit sekali, aku benar-benar telah menjadi gadis kotor,” rintih gadis itu. 

Apa yang diharapkannya untuk dekat dengan Yudha malah berujung pada penderitaan oleh pemerkosaan yang membuat dirinya bukan hanya membenci Yudha, tetapi juga membenci dirinya sendiri. Pikirnya kenapa ia belum bisa juga melupakan cinta monyet yang pernah terjadi di antara keduanya? Kenapa perasaan main-main itu terpupuk hingga membuat perasaannya pada Yudha menjadi subur? Ini semua memang salahnya, apa yang telah terjadi adalah karena keteledoran dirinya sendiri. 

Mengingat kenyataan itu, Ciara makin menangis kencang. Dunianya telah berakhir. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!