“Nak, di mana rumahmu? Kembalilah karena taman akan tutup tiga puluh menit lagi.” Pria tadi kembali datang seraya membawa sapu lidi menegur Yudha yang masih duduk di kursi.
Tanpa mengucapkan apa-apa, Yudha langsung mencangklong ranselnya dan pergi perlahan meninggalkan taman. Ia tak berpikir untuk pulang, karena tujuannya kemari hanya menemui Erina. Namun Erina sudah pergi meninggalkannya, jadi ia tak memiliki tujuan lain selain kembali ke asrama. Pikirnya jika ia di asrama, mungkin bisa dengan cepat melupakan Erina. Tugas yang padat akan membantunya melupakan masalah.
Saat sudah di tepi jalan, ia menghentikan taxi dan langsung masuk ke dalamnya. “Asrama A,” ujar Yudha tanpa semangat.
Sang Sopir menganggukkan kepalanya dan mengendarai taxi-nya menuju asrama yang dimaksud. Sepanjang jalan, Yudha hanya murung dan menatap jalanan luar dari balik jendela. Dulu ia sangat bersemangat saat akan kembali ke asrama, sekarang ia merasa kehilangan sensasi dan bahkan ingin menuju tempat lain. Asrama tidak akan seramai biasanya, karena banyak yang pulang mengambil libur satu hingga empat minggu ke depan.
Setelah sampai di asrama, Yudha langsung turun dari taxi dan berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Ia akan membersihkan tubuhnya dan pergi tidur setelahnya.
“Kamu tidak jadi pulang, Yudha?” tanya seorang pria yang melintas di depannya.
Yudha menggeleng pelan, “Tidak jadi. Lebih asyik di sini,” jawabnya.
Yudha langsung menaiki anak tangga satu per satu, kemudian ia sampai di lantai dua dan masuk ke dalam kamarnya. Dilihatnya seorang pria yang sedang duduk di depan lemari seraya memainkan ponselnya. “Yudha, tidak pulang?” tanyanya.
“Tidak, aku akan menemani kamu saja di sini,” jawabnya seraya menaruh ransel di atas lemari. Namun karena tak mengeceknya terlebih dahulu, sebuah piring terjatuh dari atas lemarinya hingga terpecah di lantai menjadi banyak bagian.
“Hei, kenapa?” tanya temannya itu.
“Ah, jatuh. Aku akan membersihkannya.”
Yudha langsung memunguti pecahan beling dan menaruhnya di dalam kardus kecil. Pria itu baru saja sampai di asrama beberapa menit dan langsung melakukan kesalahan. Yudha benar-benar tak bisa fokus. Seraya mengumpulkan beling dan menyapunya, pria itu berpikir untuk pergi dari asrama dulu ke suatu tempat karena ia takut akan melakukan kesalahan besar.
“Yudha, apa nanti sore mau ikut bertugas?” tanya seseorang yang terlihat baru saja berdiri di ambang pintu.
“Boleh, saya ingin melakukannya.”
“Besok pukul tujuh sekitar tiga puluh anggota TNI mengiring Presiden dan wakilnya, jadi bersiap-siap dan jangan sampai telat,” pintanya.
“Siap.”
Yudha kembali melanjutkan kegiatannya membersihkan beling yang berserakan hingga sekarang benar-benar bersih. Setelah selesai, ia membuang kardusnya di depan dan memisahkannya dengan sampah biasa. Pria itu kemudian berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan kembali ke kamar untuk istirahat. Yudha yang biasanya ramah dan selalu berbicara banyak dengan temannya, kali ini tak memiliki mood bagus untuk memulai perbincangan. Ia seakan tak memiliki keinginan apa-apa lagi setelah Erina mengungkapkan perpisahan padanya.
Di dekat tembok, pria itu berusaha untuk tidur meski sulit baginya terpejam. Ucapan Erina selalu terngiang-ngiang di kepalanya hingga entah kapan. Yudha benar-benar merasa tersiksa atas ingatan yang dimiliknya saat ini.
--
Pagi harinya oara anggota semua berkumpul untuk melakukan briefing dari jenderal. Yudha mendengarnya dengan fokus, sebelum akhirnya sepuluh menit kemudian semua anggota mulai menaiki kendara roda duanya masing-masing. Semuanya mulai melakukan pemanasan untuk keluar secara bersama-sama, begitupun dengan Yudha yang sudah bersiap untuk pergi mengiring seorang pemimpin.
Saat semua anggota mulai keluar, Yudha pun mulai mengendarainya dengan kecepatan standard mengikuti anggota lainnya di depan. Namun saat di tengah jalan, tiba-tiba ingatannya kembali pada hari di mana Erina memperlihatkan cincin tunangannya tepat di depan wajah Yudha. Sekilas, ia memandang ke arah taman yang memiliki banyak pohon palm, mengingatkannya pada Erina. Seorang wanita berambut panjang yang baru saja keluar dari taman sangat mirip dengan Erina hingga tak sadar Yudha menaikan laju kendaraannya dan menabrak kendaraan lain di depannya hingga keduanya sama-sama terpental.
Yudha merasakan tubuhnya terbanting jauh dan menggelinding beberapa meter dari jalan raya hingga menepi ke sebuah tepi sungai. Badannya terasa sangat sakit seakan sesuatu besar menghantamnya. Pria itu mengaduh, tetapi lebih buruknya ia melihat lebih banyak para anggota yang turun menuju arah lain dan hanya empat saja yang datang menolongnya.
“Yudha, apa yang kamu lakukan?” tanya seseorang.
Mereka langsung membantu Yudha bangkit, syukurnya Yudha masih memiliki kesadaran penuh. Saat pria itu dibantu berjalan, kedua matanya menangkap banyak anggota yang turun ke sungai. “Ada apa itu? Apakah aku melakukan kesalahan?” tanya Yudha.
Teman sesama anggota yang menolongnya tak ada yang menjawab, mereka saling berpandangan hanya memberi gelengan pelan. “Lebih baik kamu pulang saja. Sebentar lagi ambulance akan datang, kamu dan dia akan dibawa ke rumah sakit. Pertanyaan kamu simpan saja terlebih dahulu, setelah kamu mulai membaik nanti juga kamu akan tahu,” jawab salah satu dari mereka.
Yudha masih tak tahu apa yang sudah terjadi. Apakah dia sudah melakukan kesalahan? Sesaat, Yudha mengingat bahwa dirinya sempat menikkan laju dengan refleks saat melihat seseorang yang mirip Erina kleuar dari taman, kemudian setelah itu kendaraannya menghantam sebuah benda keras yang membuatnya terjatuh. Apakah ia sudah menabrak seseorang? Yudha menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tak mungkin melakukan ini. Pikirannya bertambah kacau, bagaimana jika dugaannya benar?
“Yudha, naiklah ke dalam ambulance itu,” seorang teman menunjuk ambulance yang baru saja tiba.
“Aku sudah melakukan kesalahan?” tanya Yudha sekali lagi, kali ini ia menunjuk dirinya sendiri.
Sebelum di antara mereka ada yang menjawab, Yudha terlebih dahulu melihat petugas ambulance turun dari kendaraannya dan berjalan menuju di mana para anggota menikkan jasad seseorang dari sungai. Mereka tampak berlarian, lalu dibantu oleh anggota, akhirnya petugas berhasil memindahkan jasad tadi ke dalam ambulance. Jasad sesama anggota yang terlihat parah. Banyak luka di wajahnya dan Yudha benar-benar tak mengerti.
Mobil ambulance pertama langsung pergi, sementara diantar oleh temannya, Yudha menaiki ambulance kedua yang masih berhenti tepat di tepi jalan. Ia menaiki mobil itu tanpa mengerti apa yang telah terjadi. Ia memang sempat terpelanting karena kesalahannya sendiri, tetapi mengapa ia tak menyadari sepenuhnya? Apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa dengan hari ini? Apa yang telah dilakukannya? Kenapa pula Yudha harus menaiki ambulance?
“Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Tuhan, aku benar-benar tak mengerti dengan apa yang sudah aku lakukan. Hari ini berjalan sangat aneh,” batin Yudha. Pikirannya benar-benar kacau, kepalanya terasa berat, sebelum akhirnya Yudha terjatuh pingsan di kursi belakang begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments