9. Kebencian

Yudha langsung membuang pandangannya begitu mengetahui bahwa gadis itu adalah seseorang yang tak diinginkannya. Pikirnya, karena orang tua dialah keluarga Yudha menjadi hancur berantakan. Karena ibu dialah Yudha kehilangan kebahagiaannya. 

“Mas Yudha, senang melihat Mas Yudha kembali lagi ke rumah ini. Aku sudah menunggu Mas Yudha, aku begitu senang saat Ayah bilang bahwa Mas Yudha akan tinggal di sini untuk beberapa saat.” Gadis itu tersenyum lebar, terlihat binar kebahagiaan di matanya yang tak dapat membohongi dirinya sendiri. 

Ada bunga yang bermekaran di hatinya, ia benar-benar senang melihat kehadiran Yudha di rumah ini. Baginya ini adalah salah satu impiannya yang telah terwujud, karena sudah lama ia menginginkan kehadiran Yudha, dan baru kali ini Yudha datang.

“Tuhan, dia terlihat makin tampan dan dewasa. Aku tak menyangka bahwa anak yang dulu sering bermain di sungai itu kini telah tumbuh dewasa menggapai cita-citanya dengan baik. Aku sangat senang melihatnya lagi, meski sepertinya aku kehilangan tatapan hangatnya,” batin Ciara. 

“Sampai kapan Mas Yudha di sini?” tanya Ciara lagi, mengetahui bahwa Yudha tak merespons ucapannya, ia berusaha lagi. 

“Yudha, jawab pertanyaan adikmu. Jangan diam saja,” ujar Andri. 

“Aku butuh istirahat, Yah. Aku akan langsung tidur di kamar dan jangan ada yang masuk untuk menggangguku kecuali ART yang mengantarkan makanan. Aku tidak mau siapa pun mendekatiku untuk saat ini,” tegas Yudha, penuh penekanan. 

Andri menoleh ke arah Ciara sekilas, gadis itu mengangguk seraya tersenyum, seakan tahu maksud ayahnya. 

Setelahnya Andri langsung membantu Yudha masuk ke dalam kamarnya yang didominasi warna putih. Temboknya sangat bersih karena Yudha memang tak suka poster atau foto-foto yang biasanya dipajang di dalam kamar. Pria itu dibaringkan oleh ayahnya di atas kasur big size. “Apa kamu butuh sesuatu?” tanya Andri setelah Yudha telah menemukan posisi nyaman tidurnya. 

Yudha menggeleng, “Untuk saat ini tidak.”

Andri mengusap tangan Yudha pelan. “Yudha, Ayah tahu kalau mungkin kamu belum bisa menerima kenyataan, tapi jangan bersikap kejam pada Ciara. Bagaimana pun dia adalah adikmu walau tiri. Bagaimana pun hubungan kalian, seharusnya tak menjadikan kamu berbuat buruk pada Ciara.” Sang ayah menasihati. 

“Baiklah, aku akan mencoba,” jawab Yudha seadanya. 

“Ayah akan keluar untuk membiarkan kamu istirahat, jika ada sesuatu yang kamu butuhkan, kamu bisa memanggil Ayah. Tapi karena nanti Ayah bekerja, kamu bisa meminta bantuan Bi Inah. Dia akan membantu kamu apa pun yang kamu butuhkan.”

Setelah berkata itu, Andri langsung keluar dari ruangan putranya dan membiarkan Yudha beristirahat di kamarnya yang sudah lama tak dia tempati. Kedua mata tajam pria itu menatap langit-langit kamarnya seraya membayangkan betapa hancur hidupnya kini. Pria itu bahkan tak bisa hanya sekadar kembali ke asrama. 

Lima menit berlalu, pintu terkekut dan terbuka. Pria itu menoleh, dilihatnya Ciara yang membawa nampan berisi mangkuk dan sebuah gelas. Gadis itu tersenyum ke arah Yudha yang langsung membuang pandangannya. 

“Mas Yudha, Bi Inah membuatkan bubur untuk Mas Yudha, jadi Mas Yudha makan dulu, ya. Ini juga ada aoe putih. Kalau Mas Yudha mau dibuatkan yang lain, Mas Yudha boleh memintaku untuk melakukan apa pun. Aku senang melayani Mas Yudha,” ujar gadis itu seraya menaruh nampan di meja nakas samping ranjang tidur pria tersebut. 

“Kamu menggangguku,” celetuk Yudha. 

Ciara menunduk. Ia bertanya-tanya, apakah Yudha telah benar-benar melupakannya? Apakah tak tersisa sedikitpun memori tentang Ciara di kepala Yudha? Lantas mana Yudha yang melamar Ciara dan berjanji akan menikahinya suatu saat nanti? Ciara telah kehilangan janji itu, tetapi ia berusaha untuk tak kecewa. 

“Maaf, kalau aku menganggu Mas Yudha. Tapi Ayah sibuk, Mas Yudha tidak mungkin mengandalkan Ayah. Bi Inah pun sibuk dengan urusan dapur, jadi biar aku saja yang mengurus Mas Yudha. Mas Yudha mau, ‘kan?” Ciara memohon. Ia ingin dekat lagi dengan Yudha meski dengan Yudha yang berbeda, paling tidak itu bisa mengobati rasa rindunya yang selalu ia tahan sejak dulu. 

Yudha menggeleng. “Tidak, katakan pada Ayah, aku bisa melakukannya sendiri,” balas Yudha. 

Ciara mendekat. Menatap wajah Yudha dengan tatapan penuh arti. “Aku ke sini untuk Mas Yudha, manfaatkan aku. Aku akan menemani Mas Yudha bagaimana pun keadaan Mas Yudha, jadi jangan sungkan untuk meminta bantuan padaku, Mas, aku akan tetap ada di sisi kamu sampai kapan pun. Jangan mengusirku, karena aku tidak akan pergi. Aku adikmu, aku akan membantu kakakku hingga benar-benar sembuh.” Ciara berkata dengan penuh keyakinan. 

Yudha menghela napas pasrah. Pria itu memejamkan matanya, lelah menghadapi tingkah Ciara yang selalu memaksanya. 

“Mau aku suapin bubur?” tanya Ciara. 

“Tidak, sebaiknya kamu keluar saja. Aku akan memakan bubur itu kalau kamu keluar,” usir Yudha. 

“Baiklah, selamat makan. Semoga Mas Yudha cepat sembuh,” ungkap Ciara tulus. 

Setelahnya, Ciara langsung pergi dari kamar Yudha meninggalkan pria itu di kamarnya. Usai menutup pintu, Ciara tak langsung pergi, ia sempat berdiri di depan pintu kamar Yudha beberapa saat. “Mas Yudha ternyata benar-benar melupakan aku,” batinnya. 

Gadis itu menghela napas pasrah, lalu kembali pergi ke kamarnya dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, ia sangat senang dengan kembalinya Yudha, tapi di sisi lain Yudha bukan lagi seperti dulu.

“Bagaimana pun aku harus kembali dekat dengan Mas Yudha. Aku tidak ingin kehilangan dia untuk yang kesua kali. Bukan kesalahannya Mas Yudha melupakanku, mungkin ada hal lain yang menjadi sebab terjadinya musibah ini,” lirih Ciara. 

Saat gadis itu hendak menuju kamar mandi, pintu kamarnya terketuk dari luar. Segera Ciara berbalik dan membukanya. Dilihatnya Andri yang sudah berdiri di ambang pintu. Pria itu tersenyum pada Ciara, lalu menaruh tangannya di pundak Ciara. “Ra, Ayah minta maaf kalau sikap Mas Yudha kurang baik padamu, ya. Tapi percayalah Mas Yudha itu aslinya baik sekali. Hanya saja sekarang ia sedang dalam keadaan yang sulit dan tidak baik-baik saja, jadi mungkin ia cukup sensitif sama orang lain,” ungkap Andri dengan nada suara yang pilu. “Sepertinya ada hal yang tidak bisa Ayah berikan pada Kakakmu, oleh karena itu dia kecewa. Tapi, jangan sampai kamu ikut membenci dia ya, Ra. Ayah yakin suatu saat nanti dia akan menerima kamu sebagai adiknya.”

Ciara mengangguk cepat. Bibirnya mengembang cantik. “Tidak usah khawatir, Yah. Aku tahu bagaimana keadaan Mas Yudha. Tapi aku juga akan berusaha agar dia bisa menerimaku. Ayah fokus saja pada pekerjaan Ayah, biar Mas Yudha aku yang ngurus. Aku bisa menjadi temannya kapan pun dia mau,” ungkap gadis itu, tulus. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!