Minggu-minggu telah berlalu, tapi Ciara merasa bahwa tak ada perubahan sedikit pun dari sikap Yudha. Pria tiga puluh dua tahun itu masih seperti saat pertama kali melihat Ciara, benci padanya karena telah membuat kerusakan di hidupnya. Sedikit pun Yudha belum pernah melakukan Ciara sebagai manusia seperti ia memperlakukan orang lain.
“Ciara, Ayah akan kembali pergi. Kali ini Ayah membawa Ibumu karena akan mengunjungi jual beli villa. Ibumu ingin membeli satu villa baru, jadi kami harus ke sana. Tidak apa-apa kalau kamu kami tinggal sama Mas Yudha saja?” tanya sang Ayah ketika Ciara sedang menonton siaran televisi.
“Tidak apa-apa Ayah. Aku di sini saja tak apa,” sahut Ciara dengan ramah.
“Ngomong-ngomong kapan pengumuman S2 keluar? Kalau tidak ada kegiatan sumpek juga, ‘kan, berada di rumah terus? Lebih enak menghabiskan waktu dengan teman dan tugas,” katanya.
“Benar, Yah, tapi pengumumannya masih dua minggu lagi. Ara cukup lelah ditolak beberapa universitas. Mungkin nilai Ara benar-benar kecil, ya, Yah, jadi sulit untuk melanjutkan.” Ciara mengercutkan bibirnya.
Andri menepuk bahu putri tirinya. “Tidak, mungkin hanya belum waktunya saja, kamu tidak boleh pesimis dan harus terus berjuang sampai ada universitas yang menerimamu. Lagipula dulu ayah juga pernah berada di posisi yang sama sepertimu, tidak ada universitas yang menerima Ayah karena Ayah gagal dalam tes pertama, tapi ketika sudah waktunya rezeki itu pasti akan datang kamu hanya perlu bersabar,” hiburnya.
Ciara tersenyum, lantas mengangguk. “Baik, Ayah. Terima kasih. Aku kembali bersemangat sekarang.”
Setelah pria itu keluar, tak lama disusul oleh ibunya yang baru saja keluar dari kamar. Melihat Ciara yang berada di ruang keluarga, sang Ibu mendekat, lalu berbisik di telinga putrinya. “Ra, tolong jangan terlalu mendekati kakakmu itu. Dia masih belum berubah padamu, jadi kamu tidak perlu berusaha lebih untuk mendekatinya. Lebih baik kamu melakukan hal lain daripada ingin diakui sebagai adik oleh Yudha.”
Ciara tak menjawab, sang ibu langsung keluar setelah memastikan bahwa Ciara telah mendengar nasihatnya. Tak tahu Ciara harus merespons apa, karena dirinya masih ingin berusaha untuk diakui oleh Yudha. Ia ingin Yudha menganggapnya ada.
Ketika ia hendak kembali duduk, dilihatnya Yudha yang tak mengenakan pakaian berjalan ke arah dapur. Ciara sempat menahan napas menatap tubuh telanjang pria itu. Ia berjalan begitu santai layaknya tak ada siapa-siapa di rumah. Tapi memang benar, di rumah ini hanya tinggal dirinya dan Yudha saja karena Bi Inah pun mengajukan cuti sejak seminggu lalu karena suami di kampungnya sakit.
Tak lama dari itu terdengar benda jatuh dari dapur, segara Ciara berlari kecil ke sana dan melihat Yudha yang sedang menggoreng telur dengan ekspresi wajah ketakutan.
Ciara langsung mendekat. “Mas Yudha, kamu mau makan? Kalau mau makan biar aku yang memasak. Kamu mau makan apa? Tidak mungkin kalau hanya telur, ‘kan?” tanya Ciara.
Yudha menoleh, kemudian ia mematikan kompornya dengan cepat. “Kamu bisa diam tidak? Sehari tidak menggangguku bisa tidak?” Pria itu berbalik, mendorong tubuh Ciara hingga gadis itu refleks mundur dan hampir terjengkang ke belakang jika saja tidak cepat-cepat memegang ujung meja.
“Aku hanya ingin membantumu. Aku tak mau kalau kamu kesulitan, maka dari itu aku ingin selalu di samping kamu. Tapi kamu tidak pernah menghargai aku, Mas. Aku cuma ingin dianggap sama Mas Yudha. Aku ingin membantu Mas Yudha,” teriaknya.
“Aku tidak perlu bantuan kamu. Tidak pernah.” Yudha menegaskan kata-katanya, lalu berlalu.
Pria itu membatalkan niatnya untuk makan, ia langsung berjalan ke kamarnya dengan cepat dan langsung berjalan ke arah kolam menceburkan dirinya di sana dan mulai berenang. Hanya dengan berenang ia bisa menghindari permasalahannya sebentar, ia harap gadis itu tidak datang ke kolam.
Lama ia menghabiskan waktunya di sana, bolak-balik menelusuri kolam tanpa kenal lelah. Hingga sekitar tiga puluh menit kemudian, seseorang meneriakkan namanya.
“Mas Yudha, aku sudah membuat nasi goreng komplit untukmu. Jadi, berhentilah berenang dan makan dulu.”
Yudha langsung menyembulkan kepalanya di permukaan, dilihatnya Ciara yang sudah berdiri di tepi kolam seraya membawa handuk biru yang terlihat masih sangat baru. Ciara tersenyum melihat Yudha yang terlihat menyahuti ucapannya.
“Aku tidak ingin makan,” jawab Yudha dengan ketus. “Lagi pula setelah ini aku akan keluar. Aku akan makan di luar karena makan di sini benar-benar tidak nyaman. Kalau kamu mau, makan saja sendiri nasi buatanmu yang tidak enak itu,” hinanya.
Pria itu langsung naik ke permukaan, lalu berjalan hendak masuk ke kamarnya tanpa memedulikan Ciara yang mengulurkannya handuk di depan pria itu. Berbagai penolakan rasanya sudah terbiasa bagi Ciara setelah kedatangan Yudha kemari.
“Mas, pakailah handuk ini terlebih dahulu,” pinta Ciara seraya mengikuti langkah Yudha.
“Aku tidak butuh apa pun dari kamu dan berhenti mengikuti langkahku,” tegasnya seraya terus berjalan.
“Aku sudah membuatkan kamu makan, Mas. Aku akan membawakannya ke kamarmu!” Ciara kekeuh.
Yudha menoleh, kedua matanya menatap Ciara dalam. Kemudian pandangannya mulai turun memperhatikan kaki Ciara yang jenjang, mulai menatap paha gadis itu dan rok pendeknya yang mungkin sekitar sepuluh jari di atas lutut. Lalu perlahan, kedua mata pria itu mulai memperhatikan bentuk tubuh Ciara hingga memperhatikan wajah gadis itu dan matanya yang berwarna cokelat madu.
“Kamu mau mengantrkanku makan?” tanya Yudha dengan tatapan licik.
Ciara mengangguk cepat. “Iya.”
“Baiklah, antarkan makanan yang sudah kamu buat ke kamarku. Aku akan menunggunya di sana. Jangan pakai lama, aku tidak sabar untuk memakannya.” Yudha berbisik di telinga Ciara hingga membuat perempuan itu merinding seketika.
Menit berikutnya Yudha langsung pergi meninggalkan Ciara menuju kamarnya, sementara gadis itu merasa aneh dengan sikap Yudha yang mulai baik padanya. Namun pikirnya ini terlalu tiba-tiba.
“Ah, apakah Mas Yudha sudah berubah. Apakah dia mengingat siapa aku atau dia mulai menerimaku sebagai adiknya? Jika benar begitu, aku merasa sangat senang mendengarnya. Semoga saja Mas Yudha memang sudah menerimaku,” lirih Ciara.
Setelahnya gadis itu langsung berjalan ke arah dapur. Diambilnya nampan kecil, lalu meletakkan piring berisi nasi goreng komplit dengan toping suwiran ayam, telur, dan sosis goreng di atasnya. Sementara untuk minumnya ia telah menyiapkan satu botol soda dan segelas air putih.
Dengan segera gadis itu melangkah menuju kamar Yudha dengan perasaan yang sangat riang. Pintu kamar Yudha yang terbuka, membuat Ciara merasa lebih senang lagi karena ia berpikir bahwa Yudha memang benar-benar menunggunya di dalam.
“Mas Yudha,” panggil Ciara.
Yudha yang baru saja keluar dari kamar mandi terlihat menyeringai ke arah gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments