Cinta Sesuai Dosis?
"Astagfirullah, setan!" pekik Ayana secara reflek setelah menutup pintu kulkas. Tadi saat ia sampai di dapur, kedua matanya masih terlalu mengantuk sehingga tidak memperhatikan sang Abang, yang ternyata kini sedang duduk di kursi dekat meja bar.
"Sembarangan! Ganteng begini lo bilang setan? Katarak lo?" decak Tama sambil melotot tajam ke arah Ayana, "baru bangun lo?" tanyanya kemudian. Saat menyadari wajah sang adik terlihat khas seperti orang yang baru bangun tidur.
Perempuan itu mengangguk sambil membuka tutup botol air mineral dan langsung menegaknya. Setelah menuntaskan dahaganya, ia kembali menutup botol itu dan menghampiri sang Abang.
"Anak gadis kok jam segini baru bangun," cibir Tama sambil geleng-geleng kepala.
"Gue abis jaga malam, Bang," balas Ayana tidak terima, "Kak Fira sama Gandhi mana?" Ia celingukan mencari keberadaan sang Kakak ipar dan keponakan yang tak terlihat batang hidungnya.
"Di rumah. Gue dateng sendiri ke sini."
"Dih, kayak jomblo aja lo, Bang. Mainnya sendiri," cibir Ayana.
Tama mendengus. "Bukannya lo yang jomblo? Gue sih pria beristri yang hampir punya dua anak."
Kedua bola mata Ayana membulat secara reflek. Hampir punya dua anak? Kan ponakannya baru satu.
"Lo abis ngehamili siapa lagi, Bang, sampai mau punya dua anak?"
Ekspresi wajah Tama terlihat tidak percaya. Ia mendorong dahi sang adik diiringi decakan kesal. Terkadang Tama heran bagaimana cara Ayana masuk kedokteran dengan otaknya yang begitu.
"Ya, bini gue lah."
Kedua mata Ayana membulat secara spontan. "Kak Fira hamil lagi?"
Tama tersenyum tipis seraya mengangguk. Bukannya senang, ekspresi Ayana malah terlihat murung. Hal ini membuat Tama heran.
"Kenapa lo keliatan nggak seneng gitu?"
"Ya, gimana mau seneng, punya ponakan satu aja gue suka diporotin. Gimana dua? Ah, tambah miskin pasti gue abis ini."
Tama terkekeh. "Makanya, buka praktek sendiri juga, Na. Pagi sama sore doang gitu, siangnya lo shift di RS. Biar cepet kaya, katanya mau ambil spesialis pake duit sendiri."
"Bang, gue shift di RS doang aja putus mulu. Apa kabar kalau sama buka praktek?" dengus Ayana lalu mengigit buah pisang, "enggak bisa ngerasain pacaran kali gue, Bang."
"Hussh, nggak boleh ngomong gitu," tegur Tama terdengar tidak suka, "lagian selama ini lo diputusin mulu bukan karena profesi lo, tapi karena lo-nya yang bego kalau milih pacar. Makanya diputusin mulu."
"Enak aja, gue pernah mutusin juga kali, Bang," sahut Ayana tidak terima.
Dengan wajah malasnya Tama hanya mangguk-mangguk dan mengiyakan.
"Coba deh, Na, cari yang seprofesi gitu. Emang di RS tempat praktek nggak ada cowok available?" tanya Tama heran. Menurutnya adiknya ini cantik dan juga menarik, tubuhnya juga bagus. Masa tidak ada yang tertarik dengan adiknya ini?
"Ada. Cuma mereka nggak mau sama gue."
Tama kembali terkekeh dan tidak percaya. "Masa? Adek gue secakep ini, tapi nggak ada yang mau? Lo yang pemilih kali!"
Ayana mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.
"Jadi kali ini diputusin apa yang mutusin?" tanya Tama mengubah pembicaraan mereka ke topik tujuan awalnya.
"Diputusin atau yang mutusin itu nggak penting. Toh, intinya tetep sama, hubungannya berakhir."
Tama ber'oh'ria sambil manggut-manggut. "Oh, diputusin lagi. Kali ini gegara apa?
"Enggak jauh beda dari yang sebelum-sebelumnya," balas Ayana cuek.
Tama mendesah lalu melirik sang adik. "Ya ampun, kasian banget sih adek gue. Berarti fix, Na, lo harus cari yang seprofesi."
"Dih, kok situ yang ngatur? Suka-suka gue lah mau sama yang seprofesi apa beda profesi."
Tama langsung berdecak kesal sambil menjitak kepala Ayana. "Heh, selama ini lo selalu cari pacar suka-suka lo sendiri, apa endingnya yang paling sering? Ya, elo ditinggalin, Na. Nggak nyadar lo?"
Ayana hanya diam dan memilih tidak menjawab.
"Gue cariin aja ya, sama temen gue mau?"
"Ogah! Gue masih bisa cari sendiri tanpa harus dijodoh-jodohin gini."
"Gue nggak jodohin, cuma kenalan. Kalau cocok lanjut kalau enggak, ya udah. Jalan masing-masing."
Ayana kembali menggeleng cepat. Ia belum merasa tertarik dengan tawaran Tama. Toh, ia belum lama putus. Jadi menurutnya ia tidak perlu terburu-buru dalam mencari pengganti.
"Beneran nggak mau lo?"
Ayana terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya menoleh ke arah sang Abang. "Ganteng, Bang?"
"Jelas lah, kalau nggak ganteng mana mungkin gue kenalin ke lo, Na. Udah jelas ganteng lah," sahut Tama dengan semangat 45-nya.
Di luar dugaan, Ayana justru malah menggeleng. "Lagi capek sama yang ganteng gue, Bang, mau sama yang biasa aja."
Jawaban sang adik sukses membuat Tama melongo. Ini maksudnya Ayana lagi mau cari pasangan yang jelek gitu?
"Kenapa ekspresi lo gitu, Bang?" tanya Ayana heran.
"Mikir."
"Mikir apaan?"
"Tadi maksud lo, lo mau dicariin pasangan yang jelek aja gitu nggak sih?" Kini giliran Tama yang bertanya dengan ekspresi herannya. Ia bingung sekaligus tidak paham.
"Yang nggak gitu juga maksud gue, Abang. Gue nggak mau sama yang ganteng banget gitu loh, ngerti nggak sih lo? Biasa aja gitu, yang penting enak lah dilihat. Udah cukup. Nggak harus ganteng banget."
"Oh," Tama mengangguk paham, "kalau soal itu lo jangan khawatir, temen gue ini nggak seganteng itu kok, ya masih gantengan gue lah ke mana-mana."
"Enggak percaya gue, lo kan narsis," sahut Ayana tidak percaya.
"Tapi buktinya gue laku lebih cepet, Na," balas Tama jumawa.
Ayana menghela napas panjang dan menatap Tama serius. "Bang, barang mewah yang limited edition tuh lakunya lebih lama ketimbang barang murah."
"Apaan, kemarin Kakak lo ngincer barang, katanya limited edition, mahal dan dia tetep nggak kebagian dan berujung misuh-misuh mulu tuh. Pake acara nyalahin gue juga lagi," curcol Tama kemudian.
Ayana hanya mampu memasang wajah datarnya, karena bingung juga hendak membalas apa.
"Tapi, Na, yang paling penting dia dokter juga kayak kamu. Dan temen gue ini udah spesialis," ucap Tama tiba-tiba mengajak Ayana kembali ke topik awal.
Menurut Tama, temannya ini cukup berpotensial untuk dijadikan calon adik ipar atau bahkan calon mantu kedua orang tuanya. Karena ia sendiri sudah mengenal pria itu selama bertahun-tahun dan mereka cukup akrab sampai sekarang, meski keduanya sama-sama sibuk.
"Ya terus kenapa?"
Sebenarnya Ayana tidak begitu tertarik dengan yang seprofesi. Meski Tama maupun keluarganya mencoba menyarankan dirinya untuk mencari pasangan yang seprofesi, karena mengingat pengalaman sebelum-sebelumnya, mantan pacar Ayana kurang bisa memahami profesinya.
"Seprofesi sama lo lah."
Ayana menghela napas sambil melirik sang Abang dengan ekspresi malasnya. "Lo pengen banget gue sama yang seprofesi, Bang?"
Tama mengangguk. "Lumayan."
Sambil mendesah panjang, Ayana menggeleng. "Enggak dulu deh, Bang, gue belum tertarik begituan. Masih capek." Ia benar-benar sedang malas melewati fase kenalan-dekat-pacaran-
dan berujung diputusin, "nanti. Kasih gue waktu sendiri dulu."
Ah, Ayana benar-benar tidak mood untuk mengalami itu semua.
Tidak ingin memaksakan sang adik, Tama kemudian mengangguk paham. "Ya udah, gue cuma nawarin kali aja lo mau. Kalau emang lo belum siap buat jalin hubungan lagi, ya udah, lo nikmati aja dulu yang sekarang. Cuma pesen gue jangan kelamaan. Inget, umur lo bentar lagi 28 tahun." Ia kemudian menepuk pundak Ayana, "ya udah, kalau gitu gue langsung pamit. Titip salam buat Mama, ya."
Dengan ekspresi bingungnya Ayana malah bertanya, "Emang Mama ke mana?"
Tama menghentikan niatnya untuk berdiri dan menatap sang adik dengan tatapan datarnya. "Ya, mana gue tahu, Na, gue aja nyampe sini rumah udah sepi. Emang tadi nggak pamit mau ke mana gitu?"
Ayana menggeleng. "Oh, paling juga arisan sama temen-temen sosialitanya."
Tama terkekeh. "Masih aktif ikut?"
Ayana mengangguk. "Bulan lalu malah di sini arisannya. Jadi bulan-bulanan gue waktu itu, gegara pulang praktek sendirian dan nggak dianter cowok gue."
"Ya, gimana mau dianter, kan lo diputusin," ledek Tama diiringi kekehan kecil.
Ayana mendelik tidak terima. "Enak aja, belum putus ya, kalau bulan lalu."
"Oh, belum. Emang kapan diputusinnya?"
"Seminggu yang lalu."
Bukannya iba, Tama malah terbahak. "Oh, pantesan belum mau dikenalin. Baru banget toh ternyata diputusinnya."
"Udah lah, balik aja sono lu! Nggak usah ngeledek gue," usir Ayana kesal dengan sang Abang.
Sambil terbahak, Tama mangguk-mangguk lalu meninggalkan dapur.
"Enggak usah nganter gue!" seru Tama tiba-tiba, tepat saat Ayana tiba-tiba berdiri.
"Pede banget, anjir, gue mau makan!"
"Haha, gue kirain."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
chika anaya
setelah sekian tahun akhirnya balik kesini dan nemu ini...
btw kog sekarang poinnya dikit ya..
2024-01-29
0
Liliek Retno Yuwanti
seneng ya kalau liat hubungan kakak- adik rukun banget❤️
2023-10-15
0
Mukmini Salasiyanti
😘🥰😍💪
2023-10-06
0