Ayana memutuskan untuk mampir ke sebuah Starbucks yang ada di dekat rumah sakit. Ia merasa butuh asupan kafein sebelum memutuskan untuk menyetir pulang, setidaknya ia tidak ingin mencelakai dirinya ataupun pengendara yang lain karena kedua matanya yang sedikit sulit diajak berkompromi.
Terbiasa dengan kafein sejak masuk kedokteran membuat Ayana seolah merasa seperti kecanduan dengan cairan hitam pekat itu. Padahal dulu dia tipe yang anti dengan carian kafein itu, mencium baunya saja dulu ia sudah misuh-misuh. Tak jarang dulu ia sering kali mengomeli Tama saat pria itu membawa kopi di dekatnya. Eh, tapi sekarang ia lebih kecanduan ketimbang sang Abang yang kini lebih jarang minum kopi. Tama memilih mengurangi asupan kafein dan dirinya malah menambahnya.
"Mbak, Mbak."
Ayana spontan menoleh ke asal suara, saat merasakan tepukan pelan pada pundaknya. Ia termenung selama beberapa saat menemukan pria yang tadi menepuk pundaknya. Sesaat ia merasa seperti sedang terpesona.
Cowok ganteng, girls, ternyata.
Reflek Ayana langsung tersenyum tipis. Pria ini memiliki tinggi yang tidak jauh beda dengannya dan yang paling penting pria itu memiliki senyum yang ramah. Beda banget dengan tetangga barunya yang dibanggain sang Mama.
Eh, tunggu sebentar, kenapa ia tiba-tiba mengingat tetangga nyebelinnya itu? Ah, tidak penting.
"Ada apa ya, Mas?"
"Maaf sebelumnya, itu Mas-nya yang di depan udah selesai. Mbak-nya silahkan pesen langsung, saya agak buru-buru soalnya," ucap pria itu dengan nada sedikit canggung.
Merasa sungkan Ayana kemudian memilih menyingkir. Ia merasa bersalah dengan pria tampan ini, saking sibuknya membalas chat dari teman-temannya ia sampai tidak sadar kalau sudah gilirannya.
"Duh, maaf, Mas, kalau gitu Mas-nya duluan aja yang pesen. Saya bisa abis Mas-nya nggak papa."
"Loh, nggak usah, Mbak, Mbaknya duluan saja. Saya bisa habis Mbak-nya kok."
"Tapi Mas-nya lagi buru-buru kan?"
"Ya, iya sih. Tapi beneran nggak papa nih, Mbak, kalau saya duluan?" tanya pria itu terlihat sungkan sekaligus tidak enak. Ingin rasanya langsung menyanggupi tawaran perempuan itu, tapi perasaan sungkan sulit sekali ia hilangkan.
"Enggak papa, Mas, silahkan duluan! Saya nggak lagi buru-buru kok."
Pria itu kemudian mengangguk setuju sambil mengucapkan terima kasih dan langsung menuju depan barista untuk memesan. Saat Ayana kembali sibuk dengan ponselnya, pria itu tiba-tiba memanggilnya lagi.
"Ya, kenapa, Mas?" tanya Ayana.
"Mbaknya mau pesen apa? Biar saya pesenin sekalian, biar Mbaknya nggak nunggu terlalu lama banget, sekalian aja dibarengin punya saya."
Ayana loading selama beberapa saat. Setelah paham dengan maksud pria itu, baru lah ia menggeleng cepat. "Eh, nggak usah, Mas, seriusan nggak papa kok. Ini saya lagi santai, jadi Mas-nya bisa duluan, nanti saya pesen sendiri aja."
"Enggak papa, Mbak, sekalian. Biar cepet, kasian juga di belakang Mbak udah mulai ada antrian lagi. Biar nggak terlalu lama," ucap pria itu terdengar sedikit memaksa.
Ayana meringis. Sedikit sungkan dengan beberapa antrian yang ada di belakangnya, yang terlihat memasang wajah sedikit judesnya. Mau tidak mau akhirnya ia mengangguk setuju.
"Ya sudah kalau begitu saya Ice Americano satu yang ukuran tall saja."
Pria itu mengangguk paham dan segera melanjutkan pesanannya. "Kalau begitu Americano ukuran tall, Cappucino-nya ukuran venti. Masing-masing satu."
"Mau yang dingin atau hangat?"
"Dua-duanya dingin."
"Atas nama?"
"Aksa."
Aksa? Nama yang bagus. Batin Ayana sambil tersenyum geli saat mendengar pria itu menyebutkan namanya. Sesaat ia lupa kalau habis patah hati gegara diputusin mantannya kemarin. Mungkin ini yang disebut the power of cogan.
"Baik, mohon tunggu sebentar."
Pria itu langsung mengangguk paham dan mencoba mengajak Ayana duduk mengobrol sambil menunggu pesanan mereka.
"Baru pulang kerja ya, Mbak?"
Ayana mengangguk dan mengiyakan. Kini ia sudah tidak bermain ponsel lagi karena sedikit sungkan dengan pria itu. Lumayan juga diajak ngobrol cogan, masa mau ditinggal main hp, kan ya mubazir.
"Kerja di mana kalau boleh tahu?"
"Itu deket sini aja sih, Mas. Mas-nya kerja di daerah sini juga?" Kali ini giliran Ayana yang balik bertanya.
"Enggak sih, Mbak, saya kerjanya di daerah Thamrin."
"Kok sampai sini? Abis ketemu klien?" tebak Ayana.
Kalau Ayana perhatikan dari penampilan pria itu, sepertinya pria ini tipe-tipe eksekutif muda yang kerjaannya meeting dengan klien. Beberapa barang yang menempel di tubuh pria itu terlihat branded semua. Meski brand lokal.
"Abis ketemu klien iya, cuma meeting-nya nggak di daerah sini juga."
Ayana menaikkan alis sejenak sebelum akhirnya mengangguk paham. "Oh, mau jemput pacar ya?"
Di luar dugaan, pria itu tertawa. "Enggak, saya masih single kok."
What? Single? Kelihatan bohong banget enggak sih? Batin Ayana sedikit menaruh kecurigaan. Menurutnya zaman sekarang sangat jarang menemukan pria dengan penampilan good looking begini tapi status single, kebanyakan pasti mereka hanya mengaku2 single.
Masa ganteng begini jomlo?
Pria bernama Aksa itu tersenyum. "Saya serius, beneran lagi single loh, kalau Mbak-nya baru nggak mungkin single. Saya bener kan?"
"Kenapa begitu?" tanya Ayana terlihat heran, ia terkekeh, "saya juga single tuh," sambungnya kemudian.
"Enggak percaya saya."
"Ya, terserah sih." Ayana mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.
"Serius?" tanya Aksa masih dengan ekspresi seolah tidak percayanya.
Dengan penuh keyakinan, Ayana mengangguk cepat. Hal ini langsung mengundang senyum cerah dari pria itu.
Secara tiba-tiba Aksa kemudian mengulurkan telapak tangannya dan mengajak Ayana untuk berkenalan. "Aksa."
Dengan senang hati, Ayana membalas jabat tangan Aksa dan ikut memperkenalkan diri.
"Yana."
"Atas nama Aksa!"
Aksa kemudian berdiri dan mengambil pesanan. Setelah menyelesaikan pembayaran, ia langsung menghampiri Ayana untuk memberikan kopi milik gadis itu.
"Berapa?" tanya Ayana sambil menerima Ice Americano-nya. Ia langsung membuka dompetnya namun ditahan Aksa.
"Next time kalau ketemu lagi, kamu bisa gantian traktir saya kopi."
Ayana masih dengan wajah bingungnya. "Kalau enggak ketemu lagi?"
"Saya yang bakal cari." Aksa tersenyum penuh percaya diri, "saya bercanda," imbuhnya tak lama setelah mendapati wajah kaget Ayana, "kalau kita tidak bertemu lagi, berarti itu rejeki kamu. Saya ikhlas traktir kamu karena sudah biarin saya nyerobot antrian. Kalau begitu saya duluan," pamit Aksa lalu pergi meninggalkan Ayana begitu saja.
Ayana mengangguk. "Terima kasih untuk kopinya," balasnya kemudian sambil sedikit berteriak karena Aksa sudah hampir sampai di depan pintu. Pria itu menoleh sambil mengangguk dan memamerkan senyum ramahnya.
"Lumayan dapet kopi gratis dari cogan," kekeh Ayana sambil tersenyum senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
dementor
cogan pasti pasangannya cogan juga.. jaman lgbt.. para manusia pelangi.. hombreng..
2023-06-12
0
dementor
mubazir bin mubazar kayaknya..
2023-06-12
1
cha
dapat yg manis dan yg ganteng
2023-06-05
0