Ayana reflek langsung berdiri saat menyadari keberadaan Saga. Perasaan gugup luar biasa mendadak ia rasakan saat kedua pasang mata itu saling bersitatap. Rasanya ia tidak seperti sedang bertemu calon gebetan, melainkan seperti sedang bertemu dokter konsulennya dulu. Apalagi aura mendominasi yang Saga pancarkan.
"Malam, dok, "sapa Ayana dengan nada canggung.
Saga mengangguk dan mempersilahkan Ayana untuk kembali duduk. "Silahkan," ucapnya sambil menunjuk ke arah cangkir teh yang ada di hadapan gadis itu.
Ayana yang masih merasakan gugup luar biasa, spontan meraih cangkir itu dan langsung menyesapnya begitu saja. "Akhhh... panas," pekiknya saat menyadari kalau teh itu ternyata masih panas.
"Hati-hati!"
Ayana meringis malu sambil mengangguk dan meletakkan cangkirnya kembali di atas meja.
"Iya, dok."
"Nama saja."
Lagi-lagi Ayana hanya mampu merespon dengan ringisan canggung.
"Ada apa?" tanya Saga pada akhirnya.
"Hah? Apanya yang ada apa?" Ayana balik bertanya dengan ekspresi bingungnya.
"Kedatangan kamu."
"Oh, itu, dok, anu... sebenernya... Saya mau tanya."
Saga mengangguk. "Silahkan!"
"Dokter Saga udah ketemu Abang saya?"
Saga menggeleng.
Raut wajah Ayana berubah panik. Ia sampai nekat datang kemari secara langsung karena ia pikir Tama sudah memberitahu Saga tentang rencana mereka. Tapi justru apa yang sedang terjadi ini? Tama bahkan belum menemui pria ini? Lalu ia harus menjelaskan seorang diri begitu? Tentang kencan mereka? Wah, yang benar saja. Ia merasa seperti sedang dikerjai.
Tama sialan. Umpat Ayana kesal.
"Ada masalah?" tanya Saga hati-hati. Ia sedikit menyipitkan mata saat menyadari raut wajah Ayana yang mendadak berubah.
Ayana tidak langsung membalas. Wajahnya terlihat seperti orang linglung. Dalam hati gadis itu tengah merutuki kebodohannya sendiri. Berbeda dengan Saga yang kini tengah memasang wajah herannya.
"Oh. Kami tidak bertemu. Tapi dia menelfon," ucap Saga tiba-tiba. Ia tidak yakin dengan apa yang ia ucapkan sendiri, tapi entah kenapa ia merasa harus mengucapkan kalimat itu. Dan benar saja, setelah ia mengatakan kalimat itu raut wajah Ayana kembali cerah. Gadis itu terlihat lega.
"Memang ada apa?" tanya Saga kemudian.
What? Ada apa? Serius ini cowok tanya begitu? Lagi nggak salah denger nih gue? Batin Ayana merasa keki sendiri.
"Anda tidak ingin membahas sesuatu dengan saya?"
Saga menaikkan sebelah alisnya. "Soal date?" tebaknya tidak yakin.
Dengan ekspresi malasnya Ayana mengangguk dan langsung mengiyakan.
"Ladies first. Kamu boleh menentukan date pertamanya."
Ayana memasang wajah shocknya. "Emang dokter Saga mau ngedate sama saya?"
Dengan wajah yakin dan tanpa keraguan Saga langsung mengangguk.
"Kalau saya yang nggak mau?"
"Kamu nggak mau?" Saga balik bertanya.
Ayana diam saja. Bingung harus membalas apa. Ia mengigit bibirnya ragu.
"Oke, sabtu besok ngajar kelas pagi, siang, atau sore, dok?" tanyanya kemudian.
"Pagi. Sampai jam 2."
Ayana menggeleng. "Saya shift sore. Kalau minggu gimana?"
"Enggak ada kelas--"
"Oke, hari minggu jam satu?" potong Ayana cepat.
"Ada seminar di Bandung," sambung Saga melanjutkan kalimatnya yang tadi dipotong Ayana, "pulangnya malam."
Ayana mendadak kesal sendiri. "Lha terus gimana? Bisanya kapan? Kalau weekend aja nggak bisa gimana week day?" tanyanya ngegas. Detik berikutnya ia tersadar, cepat-cepat Ayana langsung meminta maaf karena kelancangannya.
"Sebentar," ucap Saga langsung berdiri meninggalkan Ayana seorang diri. Tak lama setelahnya ia kembali sambil membawa tab dan langsung menyerahkannya pada gadis itu.
"Apaan ini?"
"Schedule saya bulan ini, bisa kamu sesuaikan."
Anjir, mau ngedate doang aja udah kayak mau ketemu artis papan atas, disesuaikan sama jadwal. Mana jadwal operasinya penuh banget lagi. Gerutu Ayana dalam hati. Ia heran sendiri kenapa sih Abangnya semangat banget menjodohkan mereka? Padahal menurutnya keduanya sama sekali tidak cocok.
"Ya udah rabu sore minggu depan, jadwal operasi dokter Saga paling dikit di minggu ini. Gimana?" ucap Ayana menyarankan.
Saga mengangguk setuju. "Saya jemput?" tawarnya kemudian.
Ayana berpikir sejenak lalu mengangguk tidak masalah. "Ya udah oke."
"Sudah?"
"Dokter Saga bermaksud mengusir saya?"
Dengan wajah andalannya Saga menggeleng. "Kenapa kamu berpikir demikian?"
Ayana mendengus. "Soalnya pertanyaan dokter Saga kayak ngusir secara nggak langsung."
Saga tidak terlalu menggubrisnya. Pria itu kemudian bertanya untuk mengalihkan pertanyaan. "Kenapa kamu panggil saya dokter terus?" protesnya kemudian.
"Ya, karena dokter Saga dokter, gimana sih?"
"Kamu juga. Apa itu artinya saya juga harus begitu?"
"Ya, enggak, itu pengecualian."
"Saya tidak suka."
"Sama panggilannya?"
Saga langsung mengangguk cepat.
"Terus maunya dipanggil apa?"
"Terserah."
"Ya, kalau terserah harusnya nggak protes dong kalau saya panggil dok?"
"Kecuali itu."
"Astaga, banyak maunya. Ya udah, nanti saya pikirin lagi mau manggil apa kalau gitu saya pamit dulu, dok."
Saga menatap Ayana tidak suka.
"Ya untuk sementara doang, astaga, ntar kalau udah nemu panggilan yang cocok baru saya panggil itu. Udah deh, nggak usah banyak protes. Saya permisi."
"Saya antar."
Ayana berdecak sambil menggeleng tidak setuju. "Enggak usah. Ngapain? Rumah saya kan cuma di depan rumah dokter Saga."
"Tidak masalah."
"Tapi bagi saya itu jadi masalah."
"Kenapa?"
"Ya pokoknya bagi saya itu masalah."
"Ya sudah, hati-hati kalau begitu."
Ayana mengangguk lalu pamit pulang.
"Iya, terima kasih. Permisi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Efvi Ulyaniek
wwkkwwkwkwkw ngomong sama saga berasa ngomong sama robot
2023-08-16
1
cha
gendong aja Ampe depan dok
2023-06-05
1
Nunuk Bunda Elma
lama² Ayana bisa darting kalo kelamaan ngobrol sama dokter Saga 🤭🤭
2023-05-01
1