"Na, hari ini Mama pinjem mobil kamu ya?"
Ayana spontan menghentikan suapannya dan menatap Kartika dengan tatapan tidak percaya. Pinjem mobil? Mamanya? Maksudnya Mamanya mau menyetir begitu?
Tunggu sebentar, perasaan Ayana mendadak tidak enak.
Pasti ada udang di balik-balik nih. Batin Ayana curiga. Mamanya ini sekarang lebih jarang menyetir, karena lebih suka disetirin. Kalau supir mereka sedang tidak bisa mengantar maka Kartika lebih suka naik taksi online dan sejenisnya.
"Mama lagi ngerencanain apa?" tanya Ayana curiga. Kedua matanya menatap Kartika was-was. Bukan bermaksud su'udzon hanya saja ekspresi sang Mama memang terlihat sedikit mencurigakan, jadi wajar kalau merasa curiga.
Raut wajah Kartika sedikit gugup. "Apaan? Enggak ada, Na, Mama mau pergi arisan sama teman-temen Mama."
Ayana masih menggeleng tidak percaya. "Biasanya juga naik taksi online, kalau enggak minta antar Mas Joko. Kenapa mendadak mau pake mobil aku?" ia kemudian mendengus, "mencurigakan banget," sambungnya kemudian.
"Mama sama temen-temen Mama mau shopping abis arisan, Na."
"Suruh anter Mas Joko kan lebih enak, belanjaan nanti sekalian dibawain sama beliau. Ngapain repot-repot nyetir? Enggak Mama banget. Pasti Mama lagi ngerencanain sesuatu nih, Yana yakin."
Kartika berpikir sebentar. "Mama kangen nyetir, Na."
"Aku nggak percaya. Jawab yang jujur, Ma!" Ayana masih menggeleng tidak percaya, ia kemudian melanjutkan mengunyah nasi terakhirnya.
"Heh! Kok kamu mau kurang ajar sama Mama? Ngatur-ngatur. Kalau nggak dibolehin pinjem ya udah, bilang nggak boleh. Enggak usah sok-sokan mau introgasi Mama," rajuk Kartika sambil meninggalkan meja makan.
Ayana mendesah. Mamanya sedang merajuk mode on, buru-buru ia memanggil Sari agar ART-nya segera membereskan meja makan. Setelahnya, ia segera menyusul sang Mama, yang ternyata kini sedang duduk di sofa ruang tamu dengan kedua tangan yang menyilang di depan dada.
Wow, mode merajuknya sedang minta dibujuk nih. Baiklah, untuk kali ini ada baiknya dirinya yang mengalah. Sebelum sang Mama tambah merajuk.
"Ini. Nyetirnya hati-hati, pasang lampu sein yang bener," pesan Ayana sambil meletakkan kunci mobilnya di atas meja, "Yana berangkat."
Kartika langsung tersenyum cerah dan berdiri. "Yuk, Mama anter sampe depan," ucapnya antusias sambil menggandeng lengan sang putri. Hal ini membuat Ayana kembali merasakan kecurigaan terhadap wanita yang telah melahirkannya.
Kok mendadak semangat? Batin Ayana keheranan.
"Kok auto semangat 45? Mama emang lagi ngerencanain sesuatu kan?" tebak Ayana curiga, "saran Yana mending Mama jujur deh!"
"Apaan sih? Su'udzon aja kebiasaan kamu. Udah lah, yuk, Mama cariin tebengan buat kamu."
Tebengan?
"Maksud Mama?" Kedua bola mata Ayana spontan membulat sempurna. Inikah rencana sang Mama?
"Jam segini susah nyari tukang ojek, Na, apalagi kalau nggak punya langganan bisa-bisa nanti kamu disuruh bayar mahal."
"Padahal bisa loh Mama anterin dulu aku-nya," lirih Ayana terdengar seperti gerutuan.
"Kamu bilang apa barusan? Nggak ikhlas pinjeminnya? Kalau enggak ikhlas bilang aja, nanti--"
"Iya, iya, ikhlas. Sensi banget sih," potong Ayana cepat.
Lalu keduanya berjalan beriringan keluar rumah menuju rumah yang ada di hadapan rumah mereka.
"Mama, iiih, kenapa ke sini?" protes Ayana terlihat tidak suka.
Ayana merasa heran karena sang Mama menarik tangannya menuju rumah tetangga baru mereka yang nyebelin itu.
"Udah, kamu diem aja, nurut sama Mama! kalau nggak mau kan Mama kutuk jadi batu," bisik Kartika, "atau kalau nggak Mama kutuk jadi pembantu sekalian. Mau?"
"iiih, apaan sih?"
"Makanya nurut!" bentak Kartika sedikit jengkel. ia kemudian memasang wajah terbaik pada detik berikutnya.
"Duh, Nak Saga, maaf ya, anak Tante emang agak lelet. Jadi lama, maaf dan terima kasih loh udah mau kasih tebengan ke Yana. Maaf loh, ngerepotin," ucap Kartika pada Saga dengan nada malu-malu.
Saga menggeleng. "Tidak masalah. Kebetulan saya ada jadwal praktek di RS Pelita Kasih."
Kartika tersenyum manggut-manggut. "Duh, gantengnya," pujinya sambil terkekeh geli, "jodoh siapa sih ini?" sambungnya makin tidak nyambung.
"Mama!" tegur Ayana kesal. Dilirik Saga dengan ekspresi ragu. Pria itu hanya menunjukkan wajah tanpa ekspresinya.
Njir, udah pelit ngomong, senyum pun pelit. Urusan duit pelit juga nggak ya, kira-kira? Duh, kenapa otaknya random sekali. Batin Ayana merasa heran dengan diri sendiri.
"Mau nggak jadi jodohnya anak saya?" ucap Kartika tiba-tiba.
Ayana sampai shock saat mendengarnya. Kedua bola matanya langsung melotot tajam ke arah sang Mama. "Mama apa-apaan sih?" protesnya tidak suka.
"Apaan?" Kartika malah balik bertanya, "Mama itu cuma bercanda, Na, kamu nggak usah pake baper segala. Lagian belum tentu juga Saga mau sama kamu. Dih, kepedean banget sih kamu," ledeknya kemudian. Kartika berdecak sambil geleng-geleng kepala, ia kemudian beralih pada Saga, "ya sudah, saya permisi ya, Saga, titip anak saya. Kalau nanti dia berulah turunin aja di tepi jalan. Maaf loh sekali lagi, ngerepotin."
Saga menggeleng. "Tidak merepotkan. Kami langsung pamit," ucapnya sambil mencium punggung tangan Kartika. Ia kemudian menoleh ke arah Ayana yang kebetulan sudah berdiri di sampingnya, jarinya mencolek lengan gadis itu.
Ayana terkaget-kaget saat merasakan ujung jari Saga menyentuh lengannya secara langsung. Kedua bola matanya membulat sempurna, ekspresi Ayana terlihat kebingungan. Maksud pria ini apaan sih? Ia tidak paham.
"Kamu enggak?" tanya Saga heran.
"Enggak apa?" Ayana balik bertanya dengan ekspresi tidak pahamnya.
Kartika yang paham dengan maksud Saga, langsung berdecak. "Astaga, Na, masa gitu aja nggak paham. Enggak peka banget sih," gerutunya kemudian, "salim, Na, salim. Cium tangan. Astaga! Masa gitu aja harus diajarin?"
"Oh." Ayana langsung maju dan mencium punggung tangan Kartika, "pamit dulu, Ma. Assalamualaikum!"
"Wa'allaikumsalam. Hati-hati!" pesan Kartika.
Baik Saga dan Ayana langsung mengangguk paham. Saga langsung membuka pintu mobil dan mempersilahkan Ayana masuk lebih dulu, baru setelahnya dirinya sendiri setelah berpamitan dengan Kartika sekali lagi.
"Maaf ya, dok, jadi ngerepotin," ucap Ayana sungkan.
Saga hanya mengangguk sekali lalu kembali fokus dengan i-Padnya. Ayana jadi salah tingkah karena merasa diabaikan. Dalam hati ia meruntuki kebodohannya, yang mau-maunya satu mobil dengan robot yang dikasih nyawa ini. Tahu begini lebih baik dia bayar ojek mahal deh daripada satu mobil dengan pria ini. Ia merasa seperti tidak dianggap. Benar-benar menyebalkan. Ingin memulai percakapan tapi ia merasa sungkan apalagi Saga terlihat begitu serius dengan i-Pad di tangannya, selain itu mereka juga belum akrab rasanya jadi semakin bertambah sungkan untuk memulai obrolan.
Ya Tuhan kapan ini sampainya? Ayana sudah tidak tahan berada di dekat pria ini lama-lama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
dementor
kutuk saja ayana jadi arca,mama kartika.. arca ken dedes..
2023-06-12
1
cha
robot di kasih nyawa
2023-06-05
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
serem banget sih ma 😱😱😱😭😭
2023-06-01
1