Perasaan marah teramat dalam di hatiku, hampir saja aku kehilangan harta yang paling berharga di dalam hidupku. Tidak bisa aku bayangkan nasibku ke depannya kalau sampai kehilangan Kanaya.
Kecemasan mengenai kondisi putriku membuatku lupa kalau sekarang aku tidak memiliki uang untuk membayar jasa dokter, aku sangat bingung bagaimana membayar tagihannya.
Dokter menyarankan aku untuk merawat Kanaya selama satu hari untuk memantau kesehatannya, pikiran berkecamuk datang seperti hantu
Aku berjalan melewati gorong-gorong rumah sakit, menatap lurus dan pikiran kalut membuatku bagai mayat hidup. Ya Tuhan … ingin rasanya aku putus asa dan menyerah, mas Adam pasti tidak akan memberikan uang untuk perawatan Kanaya.
Aku mengikuti alur, kemana langkah membawaku tanpa sadar sudah berada di taman rumah sakit. Aku duduk di kursi taman sambil mengamati sekitar, anak-anak bermain bersama kedua orang tua membuatnya memikirkan nasib putrinya yang tidak di inginkan oleh suami. Pikiran kuno dari ibu mertua berhasil mencuci isi otak suaminya.
Lama aku duduk di sana, memikirkan bagaimana aku membayar tagihan rumah sakit.
"Aku perhatikan kamu seperti kesulitan."
Perkataan dari seseorang membuatku menoleh, melihat seorang pria yang aku kenal.
"Mas Biru?" aku mengerutkan kening, tanpa menunggu aba-aba dariku pria itu sudah duduk di sebelahku.
"Kamu kesini? Siapa yang sakit?"
"Kanaya, anakku." Lirihku pelan, mengalihkan perhatian ke arah lain untuk menyembunyikan perasaanku yang sangat sedih.
"Kanaya sakit?"
Aku mengangguk, pria yang pernah aku minta tolong saat Kanaya di rebut paksa oleh mas Adam. Mungkin mas Biru berpikir hal yang sama dengan para warga, dan menganggapku orang tidak waras akibat baby blues yang di ceritakan oleh ibu mertua.
"Iya." Tak terasa air mataku mengucur deras, tidak tahan dengan semua beban yang ada di pundak. Tidak memiliki keluarga maupun kerabat semakin membuat hatiku sakit dan menahannya seorang diri.
"Apa aku boleh menjenguknya?"
"Boleh Mas." Aku membawanya menuju ruangan tempat Kanaya di rawat, tangisanku pecah saat tidak ada seorangpun yang menolong.
Mas Biru langsung berbalik dan penasaran. "Mengapa kamu menangis, Luna? Kanaya akan baik-baik saja."
"Aku tahu anakku sangat kuat, tapi di dunia ini hanya dia yang aku punya."
"Apa maksudmu?"
Aku menceritakan semuanya, entah itu benar atau salah setidaknya bebanku sedikit berkurang. Kejadian yang hampir membuat nyawa Kanaya hampir hilang sebab dari pertikaiannya bersama Mawar dan juga ibu mertuanya. Hati ibu mana yang tidak pilu dan sedih melihat anak buah hatinya itu tergeletak di sana. Aku menyeka air mata malah keluar semakin deras, aku tidak bisa membohongi diri bagaimana perasaanku saat ini.
"Astaghfirullahaladzim. Mereka sangat keterlaluan sekali, apa kamu sudah memberitahukan masalah ini pada Adam?"
Aku menggeleng lesu, bagaimana mungkin aku memberitahukan mas Adam yang sudah pasti menolak mengulurkan bantuan. "Dia tidak akan membantuku, semenjak aku melahirkan hanya sekali menggendong Kanaya."
Tampak mas Biru menghela nafas berat, mungkin dia merasa prihatin dengan nasibku yang malang.
Obrolan kami terhenti saat perawat menghampiriku dan menyerahkan selembar kertas yang berisi total biaya yang harus di bayar saat ini juga.
"Ini pembayarannya, silahkan di lunasi Bu." Kemudian perawat itu berlalu pergi.
Perhatianku tertuju lada kertas itu, jangankan uang yang tertera di sana bahkan sepeserpun aku tidak mempunyainya.
"Jangan pikirkan masalah biaya, aku yang menanggungnya."
Sontak kedua mataku berbinar cerah, harapan semula pupus kini bangkit lagi berkat mas biru yang mau menolongku. Entah terbuat apa hati pria itu yang asing bagiku mau membantu untuk membayar biaya perawatan Kanaya, sangat berbeda dengan mas Adam yang notabene sebagai ayah biologis tetapi tidak ingin mau tahu mengenai kondisi anaknya.
"Tapi Mas, aku tidak mau merepotkanmu." Tentu aku sungkan menerima bantuan baik dari orang asing.
"Kalau kamu merasa berat hati, anggap saja ini sebagai pinjaman dan bayar ketika sudah memiliki uang."
Aku menangis haru, mata sembab ku terlihat sangat jelas. "Aku anggap ini hutang, terima kasih Mas."
"Sama-sama. Kalau perlu bantuanku, kamu bisa datang padaku."
Aku menganggukkan kepala, melihat mas Biru yang ingin pergi.
"Aku harus pergi."
Kulihat kepergian mas Biru, dia bagaikan malaikat penolong Kanaya. "Akan aku ingat perbuatan manismu, mas." Gumamku yang segera menuju administrasi untuk menyelesaikan pembayaran perawatan Kanaya, uang yang tidak seberapa tapi bagiku sangat berharga.
Aku memutuskan untuk pulang ke rumah mengambil beberapa keperluan Kanaya, tidak terpikirkan olehku mengenai hal yang lain selain anakku.
"Jam segini baru pulang?"
Baru saja aku menginjakkan kaki untuk masuk ke dalam rumah, tapi langkahku terhenti melihat seseorang yang berdiri di depan pintu tengah menatapku sangat tajam dan menusuk.
"Kamu memanfaatkan kebaikanku, pulang sangat terlambat dan aku juga mendapatkan laporan dari orang lain mengenai kelakuanmu di luar sana."
"Apa maksudmu, Mas?"
"Jangan pura-pura tidak tahu, seseorang mengabarkan kalau kamu berada di rumah sakit bersama dengan seorang pria asing, jangan lupakan kalau kamu adalah istriku."
Aku menghela nafas berat, bisa-bisanya Mas Adam menuduhku yang tidak-tidak bahkan sampai di rumah pun dia tidak menanyakan keadaan Kanaya dan mengapa aku tidak bersama putriku itu. Berat memang, sebuah hati yang terluka dan batin yang tersiksa membuatku sangat lelah, tidak ada yang bisa aku pertahankan saat ini.
"Mas mudah sekali dibodohi oleh orang lain, tiba-tiba berdiri di depan pintu dan menghalangi ku masuk ke dalam. Apa Mas tidak pernah berpikir sama sekali mengenai anak kita? Bahkan kamu tidak menanyakan Kanaya."
"Sudahlah jangan mengalihkan topik pembicaraan, aku tidak peduli pada Kanaya."
Hatiku kembali sakit mendengar perkataan dari mas Adam yang tidak menginginkan putrinya, padahal kami menantikan kehadiran buah hati selama lima tahun lamanya.
"Pikiranmu sangat dangkal Mas, bisa-bisanya kamu berpikir kalau aku selingkuh dengan orang lain. Apa kamu tahu apa yang aku alami? Kanaya dirawat di rumah sakit."
"Alah, paling juga demam. Jangan berlebihan."
Aku meremas kedua tanganku saat Mas Adam meremehkan kesehatan Kanaya, dia tidak tahu kalau putri kami itu hampir saja meregang nyawa kalau sampai aku terlambat membawanya ke rumah sakit.
"Demam kamu bilang Mas? Kanaya hampir saja tiada karena ulah ibu dan juga Mawar." Aku meninggikan suara dan menggebu-gebu, ingin sekali mencekik mas Adam yang sudah keterlaluan.
"Aku tahu kamu tidak suka, tapi jangan menuduh ibu dan juga Mawar."
"Aku tidak menuduh mereka tanpa bukti." Aku yang sudah sangat marah itu memperlihatkan bekas vas yang dihantam oleh ibu mertua di punggungku, menunjukkan jari manis yang biasa terselip cincin pernikahan yang sekarang sudah lenyap diambil oleh istri kedua dari mas Adam.
"Aku akan melaporkan ini pada pihak yang berwajib, apa yang mereka lakukan sudah termasuk penganiayaan berencana." Kecam ku menatap mas Adam tajam tanpa rasa takut sedikitpun, demi keadilan Kanaya.
......🥰Hai semua nya, author ucapkan selamat hari raya idul fitri 1444 H. 🌷Minal aidin wal faizin 🌷Mohon maaf lahir dan batin🙏......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
neng ade
langsung laporkan aja Kun.. jngn bnyk bicara sm Adam
2023-09-11
1
adie_izzati
geram dgn mc...tp salut dgn athorny..berjaya bangkitkn emosi pembaca...1 ja pesan
2023-08-13
0
adie_izzati
makany klo tahu hamil ja, belajar cara urus anak dgn bagus, cara2 menghadapi masalah..skg semua maklumat di hujung jari...ada 9 bulan persediaan tuk kelahiran..apa yg dilakukan masa tu..
2023-08-13
0