Aku mendengar jelas suara yang keluar dari kamar di sebelah, memang sengaja untuk membuatku cemburu dan sakit hati. Suara Mawar yang mendominan itu dan beberapa barang yang jatuh hanya untuk memberitahu kalau mereka sedang berhubungan intim dan sangat mesra. Sayang sekali kalau pikiran wanita itu begitu, jauh di lubuk hatiku terdalam yang tidak akan terpengaruh. Ya, hati dan juga cintaku pada mas Adam kian mengikis, perasaan itu perlahan menghilang dan sirna tidak akan membuatku menangis lagi.
Aku sangat mengantuk dan juga lelah setelah bertarung mempertahankan kehormatanku sendiri, berusaha memejamkan mata tapi tidak bisa. Kamar di sebelah sangat berisik, membuatku mengerutkan kening. Bingung? Tentu saja aku bingung, entah mengapa suara Mawar terdengar di buat-buat.
"Aku tidak iri dengan kemesraan kalian, justru aku berterima kasih pada maduku itu." Hatiku geli dengan ucapanku sendiri, menerima Mawar sebagai istri kedua suamiku.
Ku alihkan pandangan di langit-langit kamar, menghela nafas seraya memikirkan berbagai cara untuk terlepas dari rumah yang persis bagai penjara. Kini ku tatap anakku yang sengaja aku letakkan di samping, dan membuat bayi kecil itu terlelap.
Aku menguap beberapa kali dan sesekali memperhatikan jam yang sudah menunjukkan jam satu malam, ingin sekali tertidur namun suara berisik dari kamar sebelah sangat mengganggu waktu yang berharga.
Di pagi hari cerah, secerah wajah Mawar yang baru saja keluar dari kamar mandi. Seperti biasa aku melihat rambutnya yang basah dan beberapa bekas merah di leher yang sengaja dia perlihatkan untuk memanasi ku dan menunjukkan kalau dirinya sangatlah berhak atas mas Adam.
"Maaf Mba, aku tidak akan menyiapkan makanan ataupun bersih-bersih rumah. Aku bukan pembantumu lagi tapi madumu." Mawar begitu bersemangat kalau menyangkut mas Adam, tapi aku sungguh tidak peduli.
"Lakukan pekerjaan masing-masing saja, aku juga bukan pembantu siapapun. Aku harap kamu mengerti point penting itu!" tekanku tersenyum lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuh.
Adam terlihat gusar, dia sudah mencari baju yang cocok untuk di bawa bekerja namun tidak ada satupun di setrika. "Luna … Luna!" teriaknya memanggil namaku.
Aku segera memakai pakaian dan berjalan menuju sumber suara. "Ada apa?" tanyaku yang berdiri di ambang pintu.
"Kenapa pakaian kantorku belum di setrika? Setrika sekarang!" ucapnya memerintah.
Aku tersenyum. "Kenapa aku? Bukannya ada Mawar ya." Sengaja membuat mas Adam kesal, berharap caraku itu membuatnya langsung menceraikan aku.
Aku melihat jelas kalau mas Adam menahan emosinya, dia tahu kalau aku sengaja memancingnya dan mengucapkan kata talak. "Mawar … Mawar." Panggilnya berteriak memenuhi isi ruangan.
"Kenapa sih Mas? Aku masih mendengar jelas bukan tuli." Seketika raut wajah Mawar cemberut, namun berubah tersenyum dan bersikap manja pada mas Adam tentunya untuk memanasi ku agar sakit hati.
"Setrika pakaianku!"
Sontak aku tertawa melihat mas Adam yang melempar salah satu kemeja tepat mengenai wajah Mawar. "Mental pembantu akan selamanya di anggap pembantu." Tuturku beranjak pergi dari sana, aku sangat yakin kalau mereka sedang bertikai.
"Mas apa-apaan sih, membuat aku malu depan istri pertamamu." Gerutu Mawar menghentakkan kaki.
"Jangan banyak bicara, cepat setrika kemeja itu karena ingin memakainya."
"Hei Mas, sandiwara pembantu dan majikan sudah selesai. Aku istrimu bukan babu mu." Ketus Mawar.
"Ck, jangan lupakan aku membayar mahal untuk menghalalkanmu. Sudahlah membayar mahal, saat di buka isi tidak sesuai. Yang lebih menyakitkan, kamu sampai sekarang belum hamil juga, aku semakin curiga denganmu." Adam menyipitkan kedua mata menyelidik bagai polisi yang mencari pembenaran dari bukti.
Mawar sangat kesal tapi tidak berdaya, peruntah dari Adam di laksanakan. Awalnya dia sangat kesal karena masih di anggap seperti pembantu, namun memikirkan secara ulang malah memberikannya keuntungan.
"Kenapa aku harus marah, harusnya aku senang akan menjadi istri satu-satunya di rumah ini. Cepat atau lambat mas Adam pasti menjatuhkan talak pada mba Luna," pikir Mawar yang menurutnya sangat pintar, sebenarnya ia sangatlah bodoh.
Luna sengaja tidak membantu suaminya dan lebih memilih menggendong Kanaya, dan memberikannya ASI.
Diam-diam aku melirik pintu yang terbuka, mulia menyusun strategi agar terbebas dari penjara yang mengurung dirinya. "Aku harus cepat-cepat pergi dari sini atau mas Adam memanfaatkanku dan menjadikan Kanaya sebagai umpannya." Batinku mulai bersemangat bergejolak di dalam dada, tapi aku harus menunggu waktu yang tepat untuk kabur.
Setelah kepergian mas Adam, Mawar menatapku sangat kesal juga marah, sapu di tangannya dia lempar hampir saja mengenai Kanaya. Fiuhh … hampir saja anakku menjadi korbannya, beruntung gerakan refleks membuatku dengan cepat menghindar.
"Mulai sekarang Mba yang beberes rumah, mencuci, dan memasak."
Bibirku berkedut dengan perkataannya, sangat sombong dan terlihat angkuh. "Sewa saja pembantu."
"Untuk apa aku menyewa dan hanya membuat pengeluaran bertambah? Setidaknya Mba ada di sini, dan tinggal di rumah ini tidaklah gratis."
Aku tertawa dengan sikapnya yang mulai memerintahku, bagaimana jika aku melaporkannya pada mas Adam? Mungkin wanita yang ada di hadapannya tidak bisa berkutik lagi. "Baiklah. Aku butuh izin dari suami kita, lihat apakah dia setuju atau justru memarahimu." Ya, sikap Mawar memerintah ku seenaknya membuatku ingin menjahilinya.
Aku yang baru saja meraih ponsel dengan cepat ditahan oleh Mawar, dia menatapku seperti memohon agar aku tidak menghubungi mas Adam atau dia akan terkena masalah.
"Mengapa Mba cepat sekali tersinggung."
"Siapa yang tersinggung? Aku hanya meminta izin saja," jawabku, jujur saja di dalam hatiku terdalam sangat menyukai ekspresi kalut dari wajah Mawar. "Apa dia pikir aku ini pembantunya?" batinku yang berusaha bersikap tegas untuk melindungiku dan juga Kanaya.
****
Prank
"Suara apa itu?" aku sangat terkejut begitupun dengan Kanaya, buru-buru berjalan menuju sumber suara yang ternyata mas Adam membuang semua masakan di atas meja.
"Siapa yang menyajikan makanan sampah ini? Rasanya sangat tidak enak."
"Tidak perlu berteriak." Ketusku yang mulai lelah dengan drama yang di buat oleh mereka.
"Masakan siapa ini?"
"Yang buat Mba Luna."
Aku terperanjat dengan penuturan Mawar, bisa-bisanya dia mengatakan itu masakan yang aku buat.
"Aku sangat mengenal Luna ini bukan masakannya."
Ahh … rasanya sangat menyenangkan melihat tuduhan itu berbalik kepada tuannya, setidaknya mas Adam masih mengingat rasa dari masakanku.
Permainan semakin seru, apalagi Mawar yang gelisah karena tidak berhasil menjebakku. Ulah yang dia perbuat malah dia sendiri yang terkena getahnya.
"Maaf Mas … aku tidak bermaksud untuk menuduh mba Luna, tapi aku capek kalau mengurus rumah sendirian. Mba Luna juga istrimu, mengapa aku membersihkan semuanya." Mawar mengeluarkan uneg-uneg yang ada di hatinya, tentu saja sangat bertentangan dengan prinsip mas Adam.
"Semua sudah jelas, selesaikanlah permasalahan kalian dan jangan pernah membawaku ikut terlibat."
Hari ini adalah hari terakhir masa nifas ku selesai, walau aku belum bisa keluar dari rumah setidaknya posisiku masih tetap sama dan Mawar akan tetap menjadi seorang pembantu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
neng ade
hanya bisa ketawa aja melihat drama mereka 😂😂
2023-09-11
2
Hanipah Fitri
mawar tetap posisimu sebagai pembantu
2023-05-12
1
tata 💕
ok Luna kau harus tetap kuat 💪
2023-04-20
1