Aku melihat dengan jelas ekspresi dari suamiku, dia sangat terkejut dan tidak berkutik. Aku juga melihat raut wajah ibu dan juga Mawar, mereka tersenyum mendengar keputusanku.
"Ceraikan aku!" ucapku sekali lagi, pantang bagiku untuk memaafkan pengkhianatan.
"Tunggu apa lagi kamu, Dam? Dia sendiri yang ingin berpisah, ayo ceraikan dia." Ibu mertua aku ikut mendorong anaknya agar terlepas dariku, sedih melihat semuanya sangat berbanding terbalik sebelum kelahiran Kanaya.
"Benar kata ibumu, Mas. Aku bisa memberikan anak laki-laki, bukan seperti dia memberimu anak perempuan." Sambung Mawar menatap Luna sinis, tersenyum penuh kemenangan.
Aku tersenyum tipis, mas Adam tidak berani menatap mataku dan selalu saja menundukkan kepala. "Tidak ada yang perlu di sesalkan, Mas. Semua sudah terjadi, jadi untuk apa mempertahankannya?"
Semua orang terus menekan Adam untuk bercerai, namun hatinya terasa berat untuk melakukannya. Dia mencintai Luna, namun kebaktiannya kepada sang ibu membuatnya lupa akan tanggung jawab pada anak dan juga istrinya.
"Aku tidak bisa."
"Tidak bisa? Aku tidak mau mendengar kalimat itu, talak aku sekarang juga!" sungguh aneh bukan mempunyai suami seperti mas Adam, dia tidak ingin menceraikan aku tapi menyakiti ku atas penghianatannya.
Ibu dan Mawar terkejut dengan keputusan mas Adam, mereka kembali menekannya agar segera menceraikan aku.
"Dam … Dam, istri begitu kok di pertahankan. Lebih baik Mawar, sudahlah cantik dan yang paling penting memberimu anak laki-laki."
Aku tersenyum getir, bisa-bisanya ibu berbicara seperti itu dan terus menekan mas Adam. Tapi aku lebih kesal pada suamiku yang hanyalah seorang laki-laki pengecut, selalu mematuhi perkataan ibunya dan lupa dengan tanggung jawabnya pada ku juga Kanaya.
"Aku tidak akan menceraikan Luna, titik."
"Adam … Dam, apa kamu mulai durhaka pada ibu?" pekik ibu mertua yang melihat kepergian putra semata wayangnya, dan menyusul untuk mencuci otak suamiku.
Mawar melipat kedua tangannya, matanya menusuk saat menatapku. "Aku pastikan mas Adam menceraikanmu, Mba." Ucapnya yakin dan berlalu pergi.
Sejenak aku menarik nafas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan, hal yang lebih menyakiti ku adalah tidak memberikanku kebebasan. Untuk apa sebuah pernikahan masih di pertahankan? Kalau nahkodanya saja tak bisa menjalankannya, hanya akan membuat kapal semakin tenggelam. Aku menggenggam ujung sofa dan duduk dengan perasaan kalut, sifat egois yang hanya menimbulkan luka pada semua pihak.
"Cinta? Dia mencintaiku namun takut untuk menolak keinginan ibunya. Jadi selama ini ibu mertua tidak pernah menyayangiku dan semua perkataannya adalah kebohongan." Gumamku tersenyum getir, melihat Kanaya tertidur pulas di dalam gendonganku sedikit menjadi pelipur lara di hati yang gundah.
"Durhaka kamu, Dam. Jangan lupa bagaimana Ibu melahirkanmu dulu, butuh perjuangan dan hampir menghilangkan nyawa. Apa ini balasanmu padaku? Hanya menceraikan Luna saja kamu tidak bisa. Apa sih kurangnya Mawar? Sudahlah dia cantik, masih muda, dan keturunannya banyak yang laki-laki jadi besar kemungkinan anakmu juga laki-laki. Tidak seperti Luna memberimu anak perempuan, juga asal usulnya tidak jelas. Sudah Ibu katakan berapa kali untuk tidak menikahinya, tapi kamu tetap memaksa dan beralibi mencintainya." Ujar wanita paruh baya itu dengan semangat.
Ibu sengaja membesarkan suaranya agar aku ikut mendengarkan, hatiku semakin sakit namun tak ingin menangis lagi. Untuk apa aku menangisi orang yang tidak menyayangiku dengan tulus, bahkan egois.
Aku terkekeh dengan perkataan ibu mengenai jenis kelamin anak, bukankah itu sudah di takdirkan oleh sang Pencipta alam semesta? Lantas, mengapa ibu mendahului takdir yang diberikan?
Aku dulu belajar mengenai biologi yang menjelaskan bahwa jenis kelamin ditentukan oleh kromosom yang dibawa oleh laki-laki, andai saja aku bisa mengatakan semua itu, tapi aku yakin ibu tidak akan percaya dan malah semakin mengejekku. Sudahlah, aku sudah lelah dan tidak ingin memikirkan semua itu, bagiku yang terpenting adalah buah hatiku, Kanaya.
Citra ku sekarang menjadi jelek karena penjelasan yang diberikan oleh ibu mertua dan juga suamiku, orang-orang menatapku dan menceritakanku di belakang mengatakan kalau aku sangat berlebihan hingga menciptakan huru-hara.
Aku masuk ke dalam kamar dan menyembunyikan diri dari orang-orang yang bergosip mengenaiku, perasaan kesal yang menjalar memutuskan untuk pergi dari rumah itu. Koper yang ada di atas lemari segera aku turunkan, beberapa helai pakaian dan juga pakaian bayi ku kemas dengan rapi, tekadku sudah bulat dan tidak peduli apapun mengenai Mas Adam yang tidak ingin menceraikanku, biarkanlah pernikahan ini menjadi pernikahan gantung setidaknya aku sedikit tenang jika berjauhan darinya.
"Mau ke mana kamu?" ucapan dengan nada tinggi itu membuat aku terlonjak kaget bahkan membangunkan Kanaya yang tertidur, aku segera menoleh dan melihat mas Adam yang begitu sangat marah, apalagi aku memegang koper dan beberapa peralatan bayi.
Aku tidak menjawab dan kembali pada tujuan awal ku melangkah keluar dari pintu rumah.
"Kamu tidak boleh pergi dari rumah ini!" ucapnya dengan tegas untuk menahanku.
"Tidak ada yang tersisa di tempat ini."
"Tapi kamu masih menjadi istriku, dan aku melarangmu sebagai seorang suami."
Mendengar kalimatnya itu mengatakan seorang suami yang berhak namun tega menyakitiku. "Aku sudah meminta Mas untuk menceraikanku, tapi menolak permintaanku yang sangat sederhana itu."
"Karena aku masih mencintaimu."
"Sudah lah Mas, jangan ucapkan kalimat yang tidak kamu mengerti, aku akan tetap pergi dan tolong jangan menahanku. Terserah mau Mas menceraikanku atau tidak, tapi aku akan tetap pergi."
Persetan dengan semua yang ada karena aku sudah tidak peduli lagi, berjalan cepat keluar dari pintu rumah membawa Kanaya ikut bersamaku, namun itu hanyalah gambaranku saja yang nyatanya mas Adam berlari dan merebut anakku dengan paksa. Tentu saja dia melakukan itu untuk menahan ku pergi, karena satu-satunya kelemahan dan juga kekuatanku adalah putriku.
"Sekarang Kanaya ada bersamaku pergilah jika kamu mau."Tuturnya tersenyum kemenangan.
"Memaksaku dengan menggunakan anak sebagai alat itu sangatlah salah, walaupun aku ditahan di rumah ini namun hatiku sudah berkelana jauh. Biarkan aku pergi bersama Kanaya, mulailah hidup barumu bersama Mawar sesuai dengan keinginan ibu, aku ikhlas lahir dan batin."
"Kamu tetap tidak boleh pergi, aku bisa gila."
"Lalu bagaimana denganku dan juga Mawar?"
"Mawar tetap akan tinggal di sini satu atap bersama kita, Aku berjanji akan bersikap adil kepada kalian berdua tapi aku mohon kamu jangan pergi dariku."
Aku tersenyum getir dan juga tidak mengerti pola pikir yang sangat dangkal dari mas Adam, bisa-bisanya dia mengatakan hal seegois itu kepadaku. "Egois kamu, Mas. Berikan Kanaya padaku!"
"Pergilah tanpa Kanaya, aku sendiri yang akan merawatnya."
"Sudah lama aku tahu apa tujuanmu itu, memanfaatkan kelemahan orang lain itu disebut pengecut, dan aku tidak menyangka itu darimu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Soraya
cari akal buat kbur luna
2024-02-28
0
neng ade
no komen .. sebel aku nya .. lihat kelakuan Adam dan Luna juga lambat bertindak ya maklum aja karena masih dlm masa nifas
2023-09-11
1
Hanipah Fitri
keterlaluan Adam menyiksa istri tua nya
2023-05-12
2