Kanaya kembali bangun di tengah malam, padahal baru saja tidur. Aku menggoyangkan bahu mas Adam dan memintanya untuk bergantian menjaga, sangat lelah mengurus bayi seorang diri.
"Mas…mas Adam," panggilku yang sudah tidak tahan menahan rasa kantuk.
"Hem." Jawab mas Adam yang enggan untuk membuka mata.
"Mas, Kanaya bangun. Gantian jaga yuk, aku ngantuk dan capek." Keluhku memohon padanya.
Ku lihat wajah mas Adam yang menatapku tajam juga kesal. "Mau mu itu apa sih? Gak bisa melihat suami tidur. Aku juga capek seharian bekerja, mengertilah posisiku." Bentaknya membangunkan Kanaya.
"Sejak aku pulang dari rumah sakit, tidak pernah sekalipun Mas mengurus Kanaya. Jangankan mengurusnya, menggendongnya saja tidak." Balasku memelankan suara, sudah tidak tahan dengan sikap mas Adam yang cuek semenjak aku melahirkan anak kami.
"Kan ada kamu, ibunya. Lagipula ibu sudah menyiapkan pembantu, kamu hanya duduk diam dan ongkang kaki."
"Duduk diam kamu bilang Mas?" aku mengerutkan dahi melihat sifat mas Adam yang berubah, aku tidak menyangka perkataan kasar keluar dari mulutnya.
Mas Adam marah dan pergi dari kamar, sekali lagi air mataku menetes. Rasanya sangat tidak sanggup kehilangan cinta suamiku, dan mulai bertanya-tanya mengapa takdir selalu mempermainkanku.
Aku berjaga sepanjang malam, berusaha menenangkan Kanaya yang selalu terbangun. Setelah perdebatan itu aku tidak melihat keberadaan mas Adam, rasa cemas mulai menghampiriku.
Di pagi hari, aku melihat pembantuku itu keluar dari kamar mandi dan rambutnya yang basah. Pakaian ketat dan pendek itu membuatku ingin menegurnya, karena mas Adam masih berada di rumah.
"Pagi Mba Luna." Sapa Mawar tersenyum padaku.
"Pagi." Aku memandang Mawar dari ujung kaki hingga ujung rambut, tentu saja membuat pembantunya mengerti arti tatapan itu.
"Kamu tahu kan kalau di rumah masih ada mas Adam," tegur ku.
"Apa sih Mba, kok pakaianku jadi persoalan." Mawar tidak terima, terlihat jelas di wajahnya.
"Kamu itu orang asing, sudah sepatutnya menghargaiku dan juga suamiku."
"Bilang aja kalau Mba takut suaminya tergoda."
Perkataan Mawar membuatku tidak suka, apalagi wajahnya yang semakin memancing emosi. "Di rumah masih ada mas Adam."
"Iya Mba, soalnya aku suka kegerahan."
"Hem, lain kali jangan memakai pakaian mini."
"Oke."
"Pakaian sudah kamu cuci?"
"Baru siap cuci piring, nanti aku cuci pakaian setelah mengeringkan rambutku dulu."
"Ya sudah kalau begitu." Aku mengangguk dan melihat punggung mawar yang menjauh, hatiku semakin merasa ada sesuatu yang salah.
Aku tidak mau berpikiran buruk terhadap orang lain, memutuskan untuk ke dapur dan memasak sarapan buat mas Adam. Masakan yang aku racik dengan bumbu-bumbu, tentunya membuat makanan kesukaan suamiku itu.
"Mas Adam kemana ya?" pikirku yang sedari tadi belum melihatnya, segera meletakkan masakan yang sudah jadi di atas meja makan.
"Aku lapar." Mas Adam mengejutkan aku, langsung ku siapkan sarapan untuknya.
"Makanan kesukaan kamu Mas, di habiskan ya."
"Hem." Jawab Mas Adam, bersemangat melihat makanan yang aku sajikan sangat menggoda.
"Kanaya mana?" tanyanya.
Aku tersenyum dan duduk di sebelahnya. "Ada di kamarnya," sahutku. Aku menatap lama wajah suamiku, rasa sedih menyelimuti hati. Aku sangat merindukan mas Adam yang selalu mencintaiku, entah mengapa berubah dengan sangat cepat. Perlahan mataku melihat setiap inci, tanda merah di leher membuatku sangat terkejut.
"Itu seperti…" Batinku yang sangat terkejut.
"Mengapa melihatku begitu?" cetus mas Adam yang menyuapi mulutnya dengan makanan yang ku sajikan.
"Ada tanda merah di lehermu, Mas." Aku menunjuk tanda merah itu dan mengerti apa maksud dari semuanya. "Kenapa ada di sana?" tatapku menyelidik.
Seketika mas Adam memegang bekas cupangan itu dan menutupinya, terlihat jelas dia gugup saat ini. "Ini…ini bekas gigitan nyamuk. Aku terlalu menggaruknya dan meninggalkan bekas." Jelasnya beralasan.
Aku menghirup oksigen sedalam mungkin dan mengeluarkannya secara perlahan, penjelasan logis yang cukup mudah menipu anak kecil. Tapi aku bukanlah anak kecil yang tidak mengerti tanda merah yang ada di leher mas Adam, bekas cupangan yang di buat oleh seseorang.
Tatapanku semakin mengintimidasi, pikiranku mulai terusik dikala mengingat Mawar yang selalu mandi keramas setiap pagi. Apa jangan-jangan suamiku berselingkuh dengan pembantu yang di bawa oleh ibu mertuaku? Ya Tuhan, membayangkannya saja membuat aku takut. Bagaimana tidak? Pernikahan yang membuat orang lain iri karena kami selalu harmonis, tapi sekarang berantakan sejak aku melahirkan Kanaya.
"Jangan suudzon sama suami, bisa kualat kamu." Cetus mas Adam pergi meninggalkan piring yang masih tersisa sarapan.
Aku meringis menatap kepergiannya, belum sampai umur Kanaya empat puluh hari tapi suamiku berselingkuh dengan pembantu yang di bawa ibu mertua. "Aku harus cepat atau semua akan terlambat." Gumamku yang ingin menyelamatkan pernikahanku dari orang ketiga.
Dengan meraih ponsel dari saku, menghubungi ibu mertua. Awalnya tidak di angkat, tapi aku tidak menyerah dan menghubunginya kembali.
"Assalamu'alaikum, Bu."
"Wa'alaikumsalam. Ada apa Lun menghubungi ibu?"
"Ada yang ingin aku bicarakan, ini penting."
"Katakan saja, ada apa?"
"Biarkan aku yang mengurus keluargaku Bu, tanpa bantuan orang lain." Jelasku mengenai keputusan itu, sebenarnya ini tidak baik di bicarakan lewat telepon tapi aku sudah tidak sabar untuk membicarakannya.
"Loh, memangnya kenapa, Lun?"
Aku terdiam, tidak ingin membuat ibu mertuaku tersinggung. "Aku bisa mengurusnya."
"Ya gak bisa gitu, Luna. Mawar sudah ibu bayar di awal, lagi pula dia bekerja sampai masa nifas mu selesai."
"Tapi bu…" ucapku yang belum selesai terputus. "Ibu mematikan sambungan teleponnya?" monolog ku, hingga kecurigaanku mulai tumbuh pada ibu mertua.
Aku memutuskan untuk mengecek pekerjaan Mawar sekaligus membawa bedong, baju, dan popok untuk di cuci. Pandanganku tertuju pada dua orang yang bercengkrama sangat dekat, bahkan melihat jelas bagaimana pembantuku itu sengaja mendekati suamiku.
"Kalian sedang apa?" tanyaku menatap keduanya tajamSontak keduanya diam dan sedikit menjauh, tatapan tajam ku berhasil membuat mereka gugup dan berkeringat.
"Aku kesini memberikan pakaian kotorku, itu saja."
Aku tidak menggubris dan mengalihkan pandangan yang menuju pembantuku, melirik pakaian mini yang ternyata belum diganti padahal aku sudah menegurnya.
"Jangan salah paham Mba."
Aku tersenyum dan tertawa kecil, membuat mereka mengerutkan dahi karena penasaran dengan sikapku. "Salah paham? Mengapa kamu bisa berpikir begitu?" tanyaku yang menekan Mawar langsung salah tingkah.
Mas Adam pergi dari sana dan aku mengikutinya, rasa sakit di hati melihat kedekatan suami dan juga pembantuku. Mereka mengira kalau aku wanita bodoh yang tidak tahu arti semua itu, kini aku yakin bahwa aku telah di khianati.
"Aku ingin lihat dan mengikuti permainan kalian." Batinku sambil meremas kedua tanganku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Soraya
ayo luna kmu cerdas
2024-02-28
0
neng ade
ya Luna km harus bermain cantik demi utk menjebak suami mu yg ha tau diri itu .. km juga pasti udh ngerasa klo ibu mertua pun udh terlihat aneh
2023-09-11
1
Hanipah Fitri
lanjut
2023-05-12
2