Aku sedang menahan diri untuk tidak gegabah, semakin hari aku semakin curiga dengan mereka. Dengan sengaja aku berpura-pura bodoh untuk tidak mengenali apa yang ada di hadapan mata, sikap dari suami dan ibu mertuaku ditambah pula dengan kehadiran mawar dengan alibi menjadi pembantu sampai masa nifas ku selesai.
Aku merindukan sifat Mas Adam yang sangat manis namun seakan sirna ditelan bumi, untuk sekarang jangankan tersenyum bahkan melihatku saja dia selalu marah membentakku. Begitu banyak cobaan yang aku alami seorang diri di permainkan oleh dua orang yang aku cintai, untuk sekarang aku tidak memiliki bukti nyata kalau mereka menghianatiku andai saja aku mendapatkan bukti akan aku bongkar penghianatan mereka.
Hari libur telah tiba, suamiku akan menghabiskan waktu di rumah seharian, aku tetap menjadi istri yang baik dengan menyiapkan makanan juga cemilan untuknya menemani harinya. Beruntung Kanaya tidak bangun hingga aku lebih leluasa untuk membuatkan cemilan dan juga teh.
"Wah, ada cemilan. Ini untuk siapa Mba?"
Aku menoleh ke sumber suara beberapa detik dan melihat mawar yang tersenyum padaku. "Untuk mas Adam." Jawabku tanpa menoleh.
"Kebetulan sekali, aku bantu ya … sebaiknya Mba istirahat saja dan jaga Kanaya." mawar menawarkan diri untuk membantuku, mengambil piring yang sudah tertata cemilan dengan sangat rapi dan mengantarkannya ke suamiku tanpa mendengar jawaban ku terlebih dahulu yang tentunya menolak keras.
Aku meremas ujung pakaian melihat sikap semena-mena dari pembantuku yang seakan berkuasa kepada suamiku, di dalam hati ku yang bergemuruh ingin sekali mengumpatnya dan memberikan peringatan agar tidak melewati batas untuk mencampuri urusan di rumah ini. "Dia selalu bersemangat jika berhubungan dengan mas Adam," ucapku di dalam hati.
"Ini Mas silahkan dinikmati." Mawar tersenyum dan duduk di sebelah Adam.
Adam mengerutkan keningnya penasaran dan juga heran kedatangan Mawar, padahal dia ingin Luna yang mengantarkan seperti sebelum-sebelumnya. "Kok kamu yang mengantar cemilan ini? Padahal aku menyuruh Luna."
Mawar mengambil kesempatan emas dan berpura-pura sedih simpati pada Adam. "Mba Luna bersama Kanaya jadi dia tidak sempat membuat cemilan sampai selesai dan aku melanjutkannya."
Seketika itu Adam mengeraskan rahangnya. "Kanaya … Kanaya … Kanaya terus, cuma anak itu yang dia pedulikan." Kesalnya karena istrinya itu sudah berubah dan jarang sekali memberikannya perhatian.
"Ya udah sih Mas, kan masih ada aku. Biarkan dia mengurus anaknya dan aku mengurusmu." Mawar memijat bahu Adam mencoba untuk menggodanya untuk mendapatkan posisi di hati sang majikan, tersenyum tipis karena tinggal beberapa langkah lagi.
"Mawar, hentikan! Aku tidak ingin kalau Luna sampai tahu."
"Loh … memangnya kenapa Mas? Apa kita salah untuk memperlihatkan cinta kita padanya. Biarkan saja, lama-kelamaan dia juga akan tahu siapa aku ini dan hubungan kita." Ujar Mawar enteng tanpa beban, tidak tahu bagaimana reaksi dari Adam.
Sontak Adam menatap mawar tajam, dia tidak ingin kalau sampai Luna mengetahui hubungan mereka. "Cukup! Jangan membuat aku kesal, itu tidak akan aku biarkan." Hardiknya seraya berlalu pergi.
Adam yang berada di teras rumah mengusap wajahnya kasar, sungguh bukan ini kemauannya tapi di bawah tekanan membuatnya tak berdaya. "Kenapa ini terjadi padaku." Keluhnya yang merasa semua ini tidak adil untuknya.
Setelah memberikan ASI pada Kanaya, kulangkahkan kaki menghampiri suamiku, mencari keberadaannya di setiap sudut rumah namun tak menemukannya. Melihat cemilan dan secangkir teh yang ku buat belum tersentuh sama sekali, membuatku bertanya-tanya kemana perginya mas Adam.
"Mawar, kamu lihat mas Adam?"
"Gak lihat Mba."
"Kan kamu yang memberikan cemilan juga tehnya, masa gak tahu kemana mas Adam pergi."
"Aku hanya meliht mas Adam keluar rumah, tapi gak tahu kemana."
Aku melihat cemilan dan teh yang susah payah di siapkan belum di sentuh. "Mas Adam gak suka kuenya ya, tumben." Batinku.
"Katanya gak suka kuenya Mba."
Aku tersentak mendengar perkataan Mawar, membalasnya dengan senyuman yang dia sendiri tidak tahu artinya. Wanita yang lebih muda dariku ingin membohongiku, tapi tidak akan mempan karena aku tahu suamiku.
"Katanya?"
"Iya, mas Adam sendiri yang bilang."
"Aneh sekali, padahal itu cemilan kesukaannya." Pancing ku.
"Setiap orang pasti memiliki selera berbeda."
"Benar." Jawabku singkat dan berlalu pergi. "Seperti mas Adam yang dekat denganmu," batinku.
Semakin aku diam semakin Mawar bersikap leluasa layaknya ratu di rumahku, mendekati mas Adam dengan segala bujuk rayu. Terkadang aku memergokinya mengenakan pakaian ketat nan seksi, dan batas kesabaranku memiliki batas.
Ku genggam ponsel di tangan, berpikir untuk menyudahi masalah ini karena aku lelah hati juga pikiran. Mencari nomor kontak ibu mertua lalu menghubunginya.
"Assalamu'alaikum Bu."
"Wa'alaikumsalam, ada apa?"
"Ada yang ingin aku bicarakan, penting."
"Baiklah, ibu akan ke sana."
"Aku tunggu Bu."
Setelah sambungan telepon terhenti, aku menghampiri Mawar yang ada di dapur sedang memasak.
"Mawar." Panggilku membuat aktivitasnya terhenti untuk sementara waktu.
"Iya Mba, ada apa?" tanyanya menoleh, mengerutkan dahi sangat penasaran dengan ucapanku selanjutnya.
"Kamu ke pasar ya, ada beberapa yang perlu di beli."
"Tapi Mba–."
"Biar aku melanjutkannya," jawabku dengan cepat. Aku menyerahkan daftar belanja dan menyerahkannya, ini saatnya aku mengakhiri rasa sesak yang selalu menghantuiku setiap malam.
"Aku pergi dulu Mba." Mawar tampak ragu tapi terpaksa dia menyetujui perkataanku yang sebagai majikannya.
"Ini saatnya," gumamku.
Aku menunggu kedatangan ibu mertua, tidak masalah kalau datang terlambat karena aku sudah mengantisipasi dengan daftar belanjaan yang berisi banyak barang dan juga bahan makanan di dalam list. Selang berapa lama aku tersenyum saat pintu diketuk, melihat keberadaan dari ibu mertua dan aku segera mempersilahkannya untuk masuk.
"Di minum dulu Bu tehnya." Tawarku yang sudah menyiapkannya.
"Hem." Ibu mertua mengangguk dan menyeruput tehnya. "Apa yang ingin kamu katakan?"
"Maaf kalau ibu tersinggung dengan ucapanku tetapi aku harus menyampaikan ini untuk menyelamatkan rumah tanggaku."
Tanpa ibu mertua mengurutkan kening dan menatapku dengan seksama juga antusias. "Sebenarnya ada apa ya?"
"Aku ingin Ibu bawa kembali pembantu yang Ibu bawakan untukku."
"Tidak bisa Luna, kamu masih dalam pantangan masa nifas. Jangan mengada-ngada deh," cetus ibu tidak setuju.
"Masa nifas ku hampir selesai Bu, tinggal sepuluh hari lagi."
"Ibu tidak mau kalau kamu sampai kelelahan dan juga stres mengurusi pekerjaan rumah, sudah ada Mawar."
"Tidak baik Mawar berada satu atap dengan kami, aku minta pengertian Ibu."
Brak
"Ibu bilang gak bisa ya gak bisa, kamu paham berbahasa gak sih?" bentak Ibu membuatku sangat terkejut, tidak menyangka reaksinya sangatlah berlebihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
neng ade
kenapa ibu mertua mendukung hubungan Mawar dan Adam .. padahal itu Luna udh melahirkan seorang cucu utk nya.. apakah dia mengharapkan cucu laki2
2023-09-11
1
Widi Widurai
anjrit. ko situ ngatur2
2023-05-31
0
Hanipah Fitri
bingung aku,apa maksud ibu mertua yg mengharapkan kehancuran rumah tangga anak nya
2023-05-11
1