Aku tersenyum saat melihat adanya peluang kesempatan untuk kabur, namun menunggu saat-saat yang tepat. Ku elus cincin pernikahan yang terbuat dari emas, berencana untuk menjualnya sebagai bekalku untuk kabur dari rumah mas Adam yang sangat menyesakkan.
Aku sangat tahu kalau perbuatanku mengandung dosa, tapi aku sungguh tidak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi. Seringkali aku menekan mas Adam agar segera menceraikanku, tapi dia bersikukuh tidak ingin melepaskanku.
Sakit sungguh sakit, setiap hari aku harus berhadapan dengan ibu mertua dan juga istri kedua suamiku. Hampir gila aku di buat oleh mereka, selalu saja mencari-cari masalah dan mengadukan ku agar di benci.
Ku lihat Mawar yang menggandeng lengan mas Adam yang berangkat kerja dan mengantarkannya sampai ke pintu, dengan sengaja memperlihatkan kemesraan untuk memanasi ku.
"Mas, kalau pulang nanti beliin aku nasi goreng yang jualan di perempatan jalan itu."
"Eh, tumben kamu mau makan nasi goreng. Bukankah kamu sendiri yang bilang tidak mau beli nasi gorengnya?" tanya Adam menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Iya sih, tapi aku pengen nasi goreng yang di perempatan itu Mas," Mawar mengayunkan lengan Adam, bernada manja agar keinginan di penuhi.
"Iya, nanti aku belikan." Adam langsung menatap istri pertama yang momong Kanaya. "Kamu mau aku belikan apa?"
"Tidak usah Mas, aku gak mau apa-apa."
"Yaudah, aku pergi dulu. Kalian jaga rumah dan jangan bertengkar lagi," dengan penuh percaya diri Adam melangkah pergi meninggalkan rumah, bekerja untuk kedua istrinya.
Mawar menatapku tajam, entah apa salahku hingga dia menatapku begitu.
"Jangan munafik jadi orang Mba, secara hukum dan agama Mba memang istri mas Adam. Tapi nyatanya akulah istri sesungguhnya, jangan mendekati mas Adam dengan alasan anak."
Aku mengerutkan dahi, tuduhan yang di lontarkan Mawar tidak akan mempengaruhi ku sama sekali, yang jelas di otakku bagaimana caranya aku bisa kabur dari sini. "Ambil saja, aku sudah cukup adanya Kanaya di sisi ku."
"Oh bagus deh Mba sadar diri."
Semakin kesini malah semakin aneh, Mawar selalu mencibirku tapi semua perkataannya tanpa sadar mencibir dirinya sendiri.
Aku memutuskan untuk pergi hendak memandikan Kanaya, namun sebelum itu aku sudah merebus air mandinya terlebih dulu.
Perlahan aku memandikan Kanaya penuh hati-hati, takut tanganku yang licin tidak mampu menopang tubuhnya. Anak yang sudah berusia satu bulan itu terlihat aktif sekali, cukup membuatku kewalahan bila memandikannya.
"Sayang Ibu, mandi dulu biar wangi ya." Aku membawa Kanaya berbicara, hal yang selalu aku lakukan sekaligus penghibur saat berada di antara badai.
Aku tersentak kaget saat Mawar menendang bak mandi bayi, untung Kanaya aku angkat ke atas. Aku menatapnya tajam dan menusuk, sangat marah dengan perbuatannya yang mulai berani membuat putriku hampir celaka.
"Bau banget sabun mandinya." Mawar menutup hidung dan menatap anakku jijik.
Segera aku menyudahi ritual mandi Kanaya dan membalutnya menggunakan handuk. "Kalau bertindak di pikir dulu, kamu hampir mencelakai putriku." Tegasku memperingatkannya.
"Ups … Aku tidak sengaja, refleks terjadi. Sabun mandi anak Mba bau, hidungku sampai sakit menciumnya. Ganti sabun mandinya!" tuturnya seraya menatap Kanaya jijik dan berlalu pergi.
Demi Allah, aku tidak ikhlas mengenai perbuatan Mawar yang hampir mencelakai Kanaya. Hatiku sakit melihat hal itu sebagai seorang ibu, dan aku menatap punggungnya yang mulai menghilang dari pandangan.
"Ya Tuhanku, Engkau melihat semuanya. Aku minta berikan keadilan untukku dan lindungilah bayiku, Kanaya adalah harta terindah yang aku miliki." Batinku berdoa.
Aku melangkah pergi masuk ke dalam kamar, mengenakan pakaian bayi untuk Kanaya dan mencium pipinya setelah semua selesai. "Bertahan ya sayang, Ibu janji akan bawa kamu keluar dari sini." Dia tidak terlalu yakin, apalagi Mawar berada di rumah sebagai mata-mata mas Adam.
Aku memberikan ASI pada bayiku dan menidurkannya, meletakkan ke dalam baby box. Tidak sengaja aku mendengar suara dari dalam kamar mandi, tapi aku tidak mau terlalu ikut campur. "Ada apa dengan Mawar? Biarkan sajalah."
Aku memasak makanan untuk diriku sendiri, membuat sayur bening kesukaanku. Tak membutuhkan waktu lama aku pun selesai memasaknya, namun suara tangisan Kanaya terpaksa aku menghampiri dan menenangkan lebih dulu. Sebelum pergi aku menyalin sayur bening dan mengasingkannya ke lemari, lebih tepatnya menyembunyikannya agat tidak di sentuh ataupun di nodai orang lain. Ya, kalian pasti tahu maksudku. Tinggal satu atap bersama madu mu sendiri menghilangkan rasa tentram dan ketenangan di hati, aku takut Mawar memberikan makananku racun atau sebagainya. Sejujurnya aku tidak ingin bersu'udzon, tapi aku tetap waspada dari sesuatu yang belum terjadi.
"Bau apa ini? Harum dan sangat lezat," gumam Mawar yang baru saja keluar dari kamar mandi, dia sangat lelah karena dari tadi memuntahkan seluruh makanan yang ada di dalam perutnya.
Mawar mencari-cari sumber aroma sayur bening, entah mengapa dia berambisi untuk mencicipinya. "Nah, ini dia."
Mawar tersenyum lebar dan menikmati sayur bening itu dengan sangat lahap sekali, menambah beberapa kali hingga tak sadar nasi sudah habis. Nasi yang hampir habis di makan olehnya, tidak tahu kalau itu milik Luna.
"Astaghfirullahaladzim. Itukan sayur bening milikku, mengapa kamu memakannya tanpa minya izin dulu padaku?" awalnya aku penasaran mendengar suara gasrak gusruk di meja makan, setelah memeriksa aku malah di buat terkejut melihat Mawar yang menghabiskan nasi juga sayur bening buatanku.
"Buat lagi aja yang baru."
Begitu entengnya Mawar berkata, padahal aku menginginkannya. Aku memegang perut keroncongan yang belum terisi apapun sejak tadi, dengan terpaksa aku menanak nasi dan membuat sayur bening yang baru. Aku sangat marah dengan sikap Mawar yang semena-mena, karena dia aku harus menunggu kurang lebih setengah jam lagi.
"Sayur beningnya enak Mba, nanti sisain untukku ya."
"Aku bukan pembantumu, buat saja sendiri." Ketusku yang sangat kesal di buatnya.
Bukan hanya aku yang merasa aneh dengan sikap Mawar, bahkan mas Adam juga merasakan hal yang sama. Aku mulai berpikir sejenak dan melihat tanda-tanda yang dia tunjukkan, aku semakin yakin kalau istri kedua suamiku tengah berbadan dua.
Dua orang yang berdepat membuat kepalaku terasa pusing. "Bisa tidak kalau kalian itu diam! Kanaya masih tidur, kalau bangun kalian mau tanggung jawab?" kesalku.
"Tidak biasanya Mawar seperti ini, dia aneh."
"Heh, bahkan dia menendang bak mandi Kanaya, untung aku mengangkat anakku tepat waktu."
"Apa?"
"Itulah yang terjadi Mas."
"Kamu itu kenapa sih?" tanya mas Adam menatap Mawar.
"Aku jijik aja dengan bau sabun Kanaya, itu aja kok Mas."
"Tapi sikapmu itu hampir mencelakai Kanaya."
"Buktinya sekarang Kanaya baik-baik saja."
Aku semakin kesal pada Mawar, bisa-bisanya dia menyepelekan sikap kurang ajarnya itu. "Sebaiknya kamu bawa istri keduamu ke dokter Mas, mungkin psikis nya terganggu."
"Aku masih waras." Ketus Mawar cemberut.
"Kamu kok terlihat berisi ya."
"Maksud kamu apa Mas? Kamu ngatain aku gendut?" sambut Mawar culas.
"Dia hamil." Sela ku melangkah pergi meninggalkan pasutri gila itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Soraya
luna terlalu lambat bergerak
2024-02-28
0
Hanipah Fitri
kasihan Luna hidup dalam rmh tangga toxit
2023-05-12
2
cinta semu
Luna jgn ngatain pasutri gila ...u aja g bisa berpikir baik ...mempertahankan suami gila Sampek anak u sendiri hampir di tendang sm mawar...aneh🤔😜
2023-05-03
1