Semenjak melahirkan tak ada yang ingin membantuku bahkan mas Adam sekalipun, sifatnya perlahan berubah sering sekali pulang hingga larut malam. Merawat Kanaya menjadi satu tantangan yang cukup sulit, namun aku tetap berusaha menjadi yang terbaik.
"Assalamu'alaikum."
Aku yang mendengarkan suara yang sangat di kenal itu memilih untuk meletakkan Kanaya di dalam baby box, kemudian berjalan ke sumber suara dan membuka pintu. Terlihat ibu mertua yang tersenyum padaku dan seorang wanita di sebelahnya.
"Oh Ibu, silakan masuk!" ucapku mempersilahkan, melirik wanita di sebelah ibu.
"Kanaya di mana, Lun?" tanya ibu yang celingukkan mencari cucunya itu.
"Kanaya sudah tidur, ada di baby box." aku melirik wanita yang tampak lebih muda dariku itu penasaran, tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya. Ibu yang mengerti dengan tatapanku itu segera menjelaskannya.
"Kenalkan ini namanya Mawar. Sebelum itu Ibu sudah bilang padamu untuk mencari seorang pembantu selama masa nifas mu, agar kamu tidak kelelahan dan fokus mengurus Kanaya. Mulai sekarang mawar akan bekerja menjadi pembantu sampai masa nifas mau selesai." Terang ibu padaku.
"Mawar, Mba."
"Luna." Aku membalas uluran tangan itu dan tersenyum sebagai perkenalan pertama kami, sikap ibu yang begitu baik dengan menyediakan pembantu membuatku merasa disayangi dan diperhatikan. "Sebenarnya aku masih sanggup untuk mengurus semua pekerjaan rumah, aku tidak ingin merepotkan Ibu."
"Tidak ada yang direpotkan, ini sudah menjadi tugas ibu. Ibu kasihan pada Kanaya dan harus diberikan perhatian penuh.
"Iya Bu."
Setelah kepulangan ibu, aku merasa sesuatu yang mengganjal di hati tapi tidak tahu apa itu. Pandanganku tertuju pada koper besar yang dibawa oleh mawar, di dalam hati mulai bertanya-tanya mengapa wanita itu membawa banyak pakaian. Pikiranku mulai mengatakan hal yang negatif, tapi segera menepisnya saat mendengar suara Kanaya yang menangis dan segera menghampiri untuk menenangkannya.
Aku merasa bersyukur mempunyai ibu mertua yang sangat baik, begitu perhatian sampai rela membawakan seorang pembantu sampai masa nifas ku selesai. Aku duduk di kursi sofa di ruang tamu, memberikan ASI kepada Kanaya dan sesekali melihat Mawar yang beberes rumah.
Tatapanku tertuju kepada mas Adam yang baru pulang dari bekerja, berjalan menghampiri dan tak lupa senyum manis untuk menyambutnya.
"Tumben rumah tidak berantakan."
"Iya Mas, ibu menyewa jasa pembantu sampai masa nifas selesai. Kemarilah!" jelaskan saya berbalik badan dan memanggil pembantu baru. "Mas, ini Mawar dan Mawar ini suamiku, mas Adam." Ucapku memperkenalkan mereka.
Sepintas aku melihat raut wajah keduanya terlihat tegang, lalu kemudian mereka saling memperkenalkan diri. segera Aku berlari terburu-buru menghampiri Kanaya yang menangis dan menenangkannya.
"Kamu kenapa disini?" Adam berbisik, mengusap wajahnya kasar.
"Aku rindu sama mu, Mas. Di sana aku kesepian tanpa kamu," jawab Mawar nada manja.
"Kita sudah membicarakan ini, kenapa kamu masih ngeyel tinggal di sini?" Adam sangat frustasi kedatangan Mawar. "Ha, sudahlah." Ucapnya meninggalkan tempat itu.
"Egois kamu, Mas." Gumam Mawar yang kesal.
Aku kembali meletakkan Kanaya di dalam baby box, di saat mendengar ponsel yang tiba-tiba saja berdering segera aku meraih benda pipi yang terletak di atas nakas tak jauh dari jangkauan, melihat nama panggilan masuk dan ternyata itu adalah ibu mertuaku.
"Halo, Luna."
"Iya bu, ada apa?" tanyaku mengerutkan dahi, pasalnya ibu mertuaku itu jarang sekali menelepon.
"Ibu tadi menghubungi Adam tapi tidak di angkatnya, bisa kamu berikan telepon sebentar?"
"Oh bisa bu." Aku buru-buru keluar dari kamar dan mencari keberadaan mas Adam. "Mas Adam…mas," panggilku celingukan.
"Mas Adam ada di dapur Mba." Sahut Mawar tersenyum padaku, aku mengangguk dan pergi meninggalkannya.
"Berisik."
"Ibu menelepon." Ucapku menyembunyikan rasa sakit karena mas Adam tidak pernah bicara seperti itu padaku.
Mas Adam menatapku sekilas. "Kenapa masih di sini? Pergi sana." Usirnya sedikit membentak, aku buru-buru keluar dari dapur tapi tak sengaja menabrak Mawar entah sejak kapan berada di belakangku.
"Mawar?"
"Aku mau ke dapur Mba, masak." Jelasnya.
"Oh."
Di malam hari, seperti biasa aku menunggu suamiku di meja makan sambil memohon Kanaya. Pandanganku melihat masa Adam dan Mawar datang secara bersama, tapi aku tidak memiliki perasaan buruk apapun dan langsung mempersilahkan suamiku untuk duduk di kursi.
Seperti biasa aku melayani suamiku dengan mengambilkan lauk pauk di atas piring, namun belum sempat aku berdiri mawar lebih dulu menawarkan diri.
"Biar aku saja Mba, lagipula Mba sibuk momong Kanaya." Dengan sigap Mawar ingin menggantikan aku melayani mas Adam, diam-diam aku mengamati bagaimana pembantuku itu menatap suamiku.
"Tidak perlu, ini sudah tugasku." Tolakku halus.
"Mba duduk manis saja, biar aku yang menyiapkan makanan Mas Adam." Mawar sangat antusias menyiapkan makanan suamiku tanpa menunggu jawabanku terlebih dahulu.
Aku terus mengamati interaksi antara keduanya dan merasa ada yang tidak beres apalagi tidak ada kecanggungan antara suamiku dan juga pembantuku, pembantu yang didatangkan langsung oleh ibu mertuaku.
"Apa ini benar?" Batin Luna yang merasa kalau Mawar terlalu bersemangat mendekati suaminya.
"Ini minumnya Mas, silahkan di makan!" ucap manis Mawar.
Di saat kami bertiga makan dengan khidmat, tiba-tiba mas Adam tersedak dan aku langsung memberikan segelas air, tapi lebih dulu di lakukan oleh Mawar membuatku semakin heran dengan sikapnya.
Setelah memastikan Kanaya tidur, aku melangkahkan kaki masuk ke kamar mandi, namun di cegat oleh mas Adam yang memelukku dari belakang.
"Aku sangat merindukanmu, Lun." Bisiknya mesra di telingaku.
"Tapi Mas, aku masih dalam masa nifas. Puasa dulu yaa," bujukku yang sebenarnya tak tega menolak.
"Lalu? Kami bisa memuaskan aku dengan cara lain." Bujuk mas Adam tak menyerah.
"Baiklah."
Baru saja aku membantu mas Adam untuk menuntaskan hasratnya, tapi lebih dulu mendengar tangisan Kanaya yang melengking.
"Tunggu sebentar, aku tenangin Kanaya dulu Mas." Buru-buru aku berlari dan menggendong bayiku, tak sengaja melihat wajah kesal dari mas Adam.
"Ayo Mas, Kanaya sudah tidur." Ajakku.
"Urus saja anakmu itu, mengganggu saja." Kesal mas Adam keluar dari kamar.
"Mengapa sikap mas Adam sangat berbeda? Apa karena kelahiran Kanaya?" batinku bertanya, sedih melihat perubahan sikap suaminya.
****
Di pagi hari, aku terbangun sedikit kesiangan karena tadi malam Kanaya kembali rewel. Melihat jam di dinding membuatku sadar kalau mas Adam sudah berangkat ke kantor, tak sengaja aku berpapasan dengan Mawar yang baru saja keluar dari kamar mandi dan rambutnya yang basah.
Pandanganku merasa aneh melihat pakaian yang di kenakan oleh pembantuku, terlihat seksi.
"Pagi Mba." Sapanya tersenyum ramah.
"Pagi. Mawar," panggilku di kala dia hendak melangkah.
"Iya Mba, ada apa?" sahutnya menoleh.
"Bukan apa-apa." Aku tidak jadi menegurnya, mungkin dia hanya memakai pakaian itu karena mas Adam tidak ada di rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Adiba Shakila Atmarini
ibu martax pura2 baik aja kyax..ada udang d balik bakwan
2024-02-07
0
neng ade
ibu nya pasti tau siapa Mawar .. kasihan Luna .. mereka pasti sepasang kekasih yg selama ini mungkin menjalin hubungan tanpa Luna tau ..
2023-09-11
1
Imas Atiah
pasti selingkuhannya tuh,ibunya sekongkol
2023-05-15
1