Binar-binar Madaharsa
Aku Binar, gadis bertubuh kurus dengan rambut panjang terurai yang baru saja memasuki usia ke-30 tahun. Usia yang cukup sebenarnya bagi gadis-gadis seperti diriku untuk menikah dan membina rumah tangga sendiri. Namun, nyatanya, hingga detik ini aku masih betah hidup nyaman bersama kedua orang tua tercinta.
Aku bukannya tidak tertarik untuk membina sebuah hubungan, hanya saja ada satu alasan yang mengharuskanku memilih untuk tetap melajang dan menghabiskan waktu bersama ayah dan ibu. Bahkan aku tidak tertarik berkelana ke luar pulau seperti yang dilakukan Genta, kakak laki-lakiku tercinta.
Aku sendiri bukan lahir dari keluarga yang kaya raya. Ayah merupakan pensiunan PNS di sebuah instansi pemerintahan, sedangkan ibu adalah seorang wanita perkasa dan hebat, yang memiliki banyak sekali peran penting di rumah.
Bagiku, ibu dan ayah merupakan manusia berwujud malaikat yang dikirimkan Tuhan ke bumi, dan aku sangat mencintai mereka.
"Binar, sudah selesai belum, Nak?" Suara ibuku kembali terdengar.
Aku menoleh pada jam dinding kamar yang rupanya sudah menunjukkan pukul tujuh tepat,
"Iya, Bu, sebentar lagi!" balasku dengan suara sedikit meninggi. Gawat, aku masih saja sibuk mematut diri di depan cermin padahal waktu sudah sangat sempit. Ini adalah acara yang aku tunggu-tunggu dan tidak boleh dilewatkan begitu saja.
Ya, malam ini aku akan pergi menghadiri acara reuni sekolah SMA yang diselenggarakan di gedung serbaguna milik sekolah.
Aku kembali memastikan penampilanku sekali lagi dicermin. Sehelai gaun cantik berwarna biru muda dengan ikat pinggang besar, terpasang apik di tubuh kurusku. Tak lupa sebuah pita kecil nan manis tersemat di rambut panjang milikku yang tergerai sepunggung.
Wajahku pun sudah terpoles make-up tipis agar terlihat segar dan cantik.
Senyumku merekah saat memastikan bahwa tak ada yang kurang dari penampilanku ini. Sebab aku ingin tampil sempurna di acara reuni sekolah tersebut.
Setelah mengambil tas tangan berwarna senada, aku bergegas keluar dari kamar dan turun ke lantai satu, tepat di mana ayah dan ibu menunggu. Mereka sepertinya terlihat sama antusias denganku.
Melihat kedatanganku, ayah dan ibu sontak terperangah. Mereka berdua memuji penampilanku yang sebisa mungkin terlihat sempurna malam ini.
Aku tersenyum malu-malu dan berterima kasih.
"Jadi, kau siap bertemu dengannya?" kata ibu tiba-tiba dengan nada bicara menggoda.
Mendengar itu wajahku refleks memerah. "Siapa yang ibu maksud?" kilahku pura-pura tak tahu.
"Tak perlu memerah dan berkilah seperti itu, ayah dan ibu tahu, kok, ada satu hal yang membuatmu begitu bersemangat datang ke acara reuni." Kali ini ayah turut membuka suaranya.
Aku tak bisa lagi menghindari dan hanya bisa meringis malu. Demi menghindari godaan kedua orangku lebih lanjut, aku pun memutuskan untuk pamit pergi.
"Tunggu sebentar, Ayah ambil kunci mobil dulu," kata ayah sembari berlalu pergi.
Aku terkejut. "Loh, aku bisa pergi sendiri kok, Yah, Bu," ucapku.
Ibu menjawil hidungku dan berkata, "Ibu sudah melarang Ayah, tapi beliau bersikeras untuk mengantar anak cantiknya ini. Ibu mana bisa menolak."
Aku hanya bisa menghela napas mendengar perkataan ibu. Ya, mau bagaimana lagi, ayah terkadang memang masih memperlakukanku seperti gadis kecilnya yang masih berusia sepuluh tahun.
Tak lama, ayah pun datang sembari memegang kamera polaroid miliknya. "Kita foto dulu ya?" ujar ayah sembari mengangkat benda tersebut dengan senyum merekah.
Aku mengangguk semangat dan mulai merangkul ibu. Kami melakukan beberapa kali foto dari mulai bertiga, berdua, hingga aku sendiri. Setelah selesai baru lah kami pamit untuk pergi.
Kucium tangan ibu dengan penuh kasih sebelum naik ke mobil dan pergi meninggalkan rumah bersama ayah.
Perjalanan dari rumah menuju sekolah sebenarnya bisa ditempuh sekitar lima belas menit, tetapi ayah meminta izin untuk menikmati suasana malam denganku lebih lama.
Aku mengiyakan saja, toh terlambat sedikit tidak akan jadi masalah.
"Lihat binar bintang-bintang itu, Nak!" Ayah menunjuk sekumpulan bintang- bintang yang menjadi penghias langit malam ini.
Aku turut menoleh dan bergumam indah. "Bagus ya, Yah?" kataku pada beliau.
Ayah mengangguk. "Tentu saja. Ayah dan ibu dulu suka sekali berkencan di taman kota sembari menikmati suasana malam yang indah. Terlebih, ibumu sangat menyukai tiap kilau bintang yang berkelip. Itu lah mengapa kami menamakan dirimu 'Binar'."
Aku mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Tak kukira namaku ternyata memiliki arti dan kenangan yang begitu mendalam bagi mereka. "Mengapa bukan 'Bintang', Yah?" tanyaku iseng.
"Karena nama bintang sudah sangat pasaran, jadi ibu memilihkan nama lain untukmu." Ayah menjawab pertanyaanku dengan nada jenaka.
Aku tertawa kecil menanggapi candaan ayah. Kami bersenda gurau di sepanjang perjalanan, hingga tidak terasa kami telah tiba di sekolah.
Sekolah tempat aku menempuh pendidikan SMA dua belas tahun lalu masih terlihat sama. Hanya saja ada beberapa bagian bangunan yang menjulang tinggi. Mereka pasti menambahkan satu lantai di sana.
"Telepon Ayah, bila kau akan pulang, Ayah akan datang menjemput," pesan ayah.
Aku menganggukkan kepala. "Terima kasih ya, Yah," ucapku tulus. Sama seperti ibu, aku pun mencium tangan ayah dengan penuh kasih sebelum akhirnya keluar dari mobil.
"Selamat bersenang-senang!" Ayah melambaikan tangannya dan menyuruhku untuk pergi masuk.
Dengan langkah riang aku pun berjalan menuju satu-satunya pintu gerbang yang ada di sana. Sudah ada beberapa tamu undangan yang datang nyaris berbarengan denganku.
Aku belum benar-benar mampu mengingat mereka. bisa jadi itu teman satu angkatan yang berbeda jurusan denganku.
"Binar!" Saat sedang sibuk memerhatikan wajah orang-orang tersebut, aku dikejutkan dengan suara panggilan seseorang. Rupanya itu adalah suara Arunika, teman sebangku dulu. Kami memang janjian untuk datang bersama.
Arunika tampak cantik dan elegan dengan gamis modern yang dikenakannya. Wanita yang baru saja melahirkan anak pertamanya itu tiga bulan lalu, sama sekali tidak memiliki perubahan berarti pada tubuhnya.
"Binaaar!" sapa Arunika antusias. Ia langsung memelukku seerat mungkin. "Kamu sangat cantik, Binar!" pujinya tulus.
Aku tentu saja tersipu. "Kamu juga sangat cantik, Arun," pujiku.
"Kamu tidak lama menunggu, kan?" tanya Arunika lagi.
Aku menggelengkan kepala. "Tidak, aku juga baru saja datang."
"Oh, syukurlah!" jawab Arunika. Ia kemudian mengedarkan pandangannya pada pada sekeliling gedung sekolah, sebelum kemudian mengembuskan napas. Aku bisa melihat ada kobaran api yang terlihat dari kilat matanya. Ternyata bukan hanya aku yang antusias dengan acara ini.
"Bagaimana, sudah siap kembali ke masa lampau, Binar?" tanya Arunika dengan raut wajah penuh kesiapan.
Aku pun mengangguk mantap. "Siap, dong!"
Mendengar jawabanku, Arunika lantas menggandeng tanganku sambil berseru riang, "ayo, kita masuk!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
abdan syakura
Salken Thor...
nyimak yaaaa🤝❤️💪
2023-05-23
1
Marchel
Semangat kak untuk karya terbaru nya.. 🎉🎉🥰
2023-04-12
1