Bab 16. Perpisahan.

"Terima kasih untuk makan malam yang indah ini, Mada," ucap Binar begitu mereka selesai makan. Senyum manis terpatri di wajah Binar kala menatap mata penuh kehangatan milik pria itu.

Mada menganggukkan kepalanya dan mulai berdiri dari kursi. Masih ada beberapa waktu bagi mereka untuk berbincang, dan mereka sepakat untuk menghabiskan waktu yang ada di sana.

Mada menggeser kursinya agar bisa duduk di sebelah Binar.

"Terima kasih untuk tiga puluh hari yang sudah kamu luangkan untukku, Mada," ucap Binar lembut. Matanya memandang pria itu penuh dengan tatapan cinta nan menyedihkan. Binar tak peduli jika Mada menyadarinya atau tidak, sebab bagi Binar, saat ini merupakan saat-saat yang tidak mungkin bisa terulang lagi.

Mada terdiam sejenak, keduanya sempat membisu beberapa saat. "Haruskah kita berhenti sampai di sini Bi?" tanya pria itu kemudian.

Binar memiringkan kepalanya sembari menatap Mada dengan raut kebingungan. "Maksudmu?"

Mada kembali bungkam. Mimik wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu. Mengetahui Mada tak kunjung menjawab, Binar pun kembali mengajukan pertanyaan yang hampir sama.

"Mada, aku tidak mengerti apa maksud perkataanmu tadi, jadi bisa kamu jelaskan?" katanya sehati-hati mungkin. Entah mengapa Binar merasa sangat takut mendengar jawaban Mada, meski rasa penasaran itu mengganggu pikirannya.

Mada mengalihkan pandangannya pada Binar sejenak, sebelum kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah menyala dari dalam saku jas-nya.

Siapa pun tahu benar kotak apa yang kini berada dalam genggaman Mada. Terlebih, pria itu dengan gerakan selembut mungkin meraih tangan Binar dan menggenggamnya erat.

"Bi, sepertinya aku ingin melanggar perjanjian kita untuk berhenti di hari ke tiga puluh ini, sebab nyatanya, aku tak mampu melakukan hal tersebut," ujar Mada mengawali pembicaraan serius mereka. Pria itu melepas genggaman tangan Binar sejenak untuk kemudian membuka kotak kecil tersebut.

Binar sontak menganga, kala matanya menangkap kilauan cahaya yang terpantul dari cincin berlian putih yang tersemat di dalam kotak tersebut. Cincin berlian yang pernah Binar idam-idamkan beberapa tahun lalu

Dari mana Mada tahu soal cincin itu, padahal mereka belum bertemu dulu?

"Aku sempat menanyakan benda kesukaanmu pada ibu, dan ibu bilang, kamu menyukai cincin berlian ini dan selalu menyimpan fotonya di ponsel. Kebetulan, aku pernah melihatnya di wallpaper ponselmu." Seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan Binar, Mada kembali membuka suaranya.

Binar terkesiap. Dulu saat sedang berjalan-jalan bersama sang ibu ke mall, Binar terpikat pada sepasang cincin berlian putih yang terpajang di salah satu etalase toko emas di sana. Cincin berliat tersebut sangat cantik. Namun, harganya yang mahal membuat Binar harus puas hanya dengan menatapnya saja. Lagi pula cincin tersebut merupakan cincin pasangan yang tidak mungkin bisa ia beli.

Saking sukanya Binar pada cincin tersebut, ia memfotonya dan menjadikan foto tersebut sebagai wallpaper ponsel.

"Bi," panggil Mada.

Binar yang ternyata sedang melamun refleks menyadarkan diri. Gadis itu membelalakkan matanya kala Mada tanpa permisi menyematkan cincin berlian itu di jari manis Binar.

"Mada a—"

"Kembali lah padaku, Binar! Aku ingin melanjutkan kembali kisah kita yang sempat hilang." Mada dengan cepat memotong perkataan Binar. Pria itu berhasil memasangkan cincin impian tersebut ke tangannya.

Mada yakin sekali Binar dengan senang hati menerima pemberiannya, terlebih, ia sadar bahwa Binar juga masih merasakan hal yang sama seperti dirinya.

Akan tetapi, perkiraan Mada ternyata salah. Binar dengan tegas malah menarik tangannya keras dan segera mengeluarkan cincin tersebut. "Aku tidak bisa Mada!" serunya.

"Kenapa?" tanya Mada dengan mimik wajah terkejut.

"Karena aku akan segera pergi. Itu lah mengapa aku hanya ingin mengenang masa-masa indah kita bersama selama tiga puluh hari saja, sebab setelah itu aku harus pergi jauh!" ungkap Binar tanpa pikir panjang.

Mendengar jawaban Binar, Mada tercengang. "Ke mana kamu akan pergi? Mengapa tidak pernah membahasnya denganku?" tanya pria itu.

"Karena aku tidak ingin mengalami perpisahan yang sama kedua kalinya!" jawab Binar dengan mata basah.

"Katakan padaku, ke mana kamu akan pergi? Tak bisakah aku menunggumu pulang? Kita tak perlu berpisah seperti dulu, karena aku akan berjanji untuk menunggumu pulang!" Mada meraih tangan Binar dan menggenggam erat, seolah ia tidak memperbolehkan Binar untuk beranjak dari sana se-inchi pun.

"Aku tidak akan kembali ke sini Mada! Aku sudah merencanakan semua ini sejak jauh-jauh hari sebelum pertemuan kita terjadi," ujar Binar.

"Jadi kamu benar-benar hanya ingin mengenang masa-masa kita saja, tanpa berniat untuk memperbaiki semuanya?" Sorot mata Mada kini terlihat sangat kecewa. Hatinya berdenyut sakit mendengar tiap kata yang meluncur dari mulut Binar.

"Ya, semua sudah kukatakan sejak awal, bukan?"

Mada menghela napasnya yang mulai terasa berat. "Pernah kah kamu berpikir, bahwa tiga puluh hari yang telah kita lalui ini tak hanya bisa membangkitkan memori, melainkan perasaan yang sudah terpendam jauh di dasar?" tanya Mada.

"Sadarkah kamu, Binar, bahwa kita bisa saja saling mencintai kembali, dan aku merasakannya saat ini! Tidak kah kau merasakan hal yang sama padaku, Bi?"

Mendengar pengakuan Mada, air mata Binar lolos seketika. Gadis itu sama sekali tidak menyangka bahwa perjalanan mereka selama satu bulan terakhir ternyata membangkitkan kembali perasaan mereka satu sama lain.

Tidak! Melainkan hanya membangkitkan perasaan Mada saja, sebab perasaannya sendiri tak pernah benar-benar hilang sejak dulu.

"Tidak Mada, aku tidak pernah merasakannya! Maafkan aku ... maaf," ucap Binar dengan suara parau. Tangannya yang bergetar kemudian mengambil telapak tangan Mada dan meletakkan cincin tersebut di sana.

"Terima kasih untuk satu setengah tahun yang sangat indah dulu, juga untuk tiga puluh hari yang penuh dengan kenangan manis. Aku berjanji tidak akan melupakannya Mada. Hidup lah dengan baik, cari lah gadis yang tulus mencintaimu dan mampu membawa kisah cinta kalian melewati tahun demi tahun yang panjang. Sekali lagi maafkan aku."

Binar mendekatkan diri pada wajah Mada dan mendaratkan sebuah kecupan singkat di sudut bibir pria itu, sebelum akhirnya bangkit dan pergi meninggalkan ruangan.

Mada tetap terdiam di tempat. Tangannya tampak mengepalkan cincin yang baru saja ditolak oleh Binar. Cincin yang ia beli dengan susah payah karena tidak diproduksi lagi.

Cincin yang memang ia siapkan hanya untuk Binar, gadis tercintanya.

...**********...

"Binar! Ini belum satu jam, kam—"

"Bu, ayo, kita pergi!" pekik Binar begitu tiba di dalam mobil. Gadis itu tampak berurai air mata.

Artanti yang keheranan lantas mengelus pipi Binar. "Sayang, ada apa? Apa yang te—"

"Bu, ayo, Bu! Aku ingin segera pergi dari sini! Aku ingin pergi!" Jerit tangis Binar terdengar. Air mata semakin deras mengalir membasahi pipi gadis itu.

Artanti yang panik bergegas menjalankan mobilnya meninggalkan tempat parkir restoran.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!