Bab 14. Menghabiskan Waktu Bersama Kak Genta.

"Iya, iya, maaf," ucap Kak Genta dengan wajah penuh penyesalan. Aku paham benar Kak Genta tidak bermaksud mengejek atau apa pun. Ia sejak dulu memang selalu mendorongku untuk melakukan sesuatu hal yang biasa dilakukan orang-orang normal lainnya, seperti menjalin hubungan dengan lawan jenis atau sekadar berinteraksi erat dengan teman-teman. Namun, aku lah yang terlalu menutup diri dan enggan menuruti saran tersebut, sebab kupikir hal-hal seperti itu hanya akan berakhir sia-sia.

Maklum saja, karena aku sendiri tidak tahu kapan waktu yang kumiliki akan berhenti. Bagaimana bila waktu itu akan berhenti tepat ketika aku sedang dalam-dalamnya berhubungan dengan lawan jenis.

Lalu, apa bedanya dengan kencan tiga puluh hari ini? Bukan kah perasaan yang aku miliki ini tidak jauh berbeda?

Memang, tapi setidaknya aku tidak akan menyakiti pasanganku dengan meninggalkannya begitu saja. Setidaknya aku tidak ingin membiarkan perasaan itu tumbuh di hati pria pasanganku tersebut.

Entahlah, aku hanya menginginkan ketenangan tanpa meninggalkan beban berat pada orang lain.

...**********...

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, ketika Kak Genta tiba-tiba masuk ke kamar hanya untuk membawakanku sarapan pagi.

Aroma harum yang menguar dari semangkok bubur ayam dan teh hangat sontak menggelitik perutku yang memang kelaparan.

Kak Genta meletakkan nampan berisi sarapan itu di atas nakas, sebelum kemudian duduk di ranjangku.

"Bangun dan makan dulu, setelah itu minum obatmu," titahnya.

Aku bergegas bangkit dari posisi tidurku dan terduduk di sana. "Kenapa diantar? Aku bisa turun ke bawah sendiri," ujarku sembari menggosok-gosok mata guna menghalau rasa kantuk yang masih terasa.

"Menunggumu keluar dari kamar terlalu lama, lagi pula ayah dan ibu pergi pagi-pagi sekali tadi!" jawab Kak Genta.

Aku mengerutkan kening. "Pergi? Ke mana?" tanyaku.

"Arisan keluarga di rumah Bude Aminah."

Mendengar jawaban itu, aku terkesiap. "Loh, kok, aku tidak diajak? Kata ibu, aku boleh ikut!"

"Jauh, Bi ... naik kereta! Ayah dan ibu khawatir kamu kecapekan. Lagi pula apa enaknya ke sana sih? Kan, di rumah lebih enak, bisa istirahat!"

Aku lantas mencebik. Tentu saja rumah kakak dari ayahku itu enak karena masih berada di lingkungan pedesaan yang asri. Ayah dan ibu bahkan sempat mengajakku pindah ke sana karena udaranya bagus untuk kesehatanku, tetapi tentu saja aku menolak keras.

Malas beradu argumen dengan Kak Genta akhirnya aku memilih untuk menghabiskan semangkok bubur ayam yang sejak tadi memanggil-manggil diriku ini.

Tak lupa, setelah selesai makan, aku langsung menenggak obat-obatan yang sudah berbulan-bulan kembali aku konsumsi ini.

"Hari ini kamu tidak ada jadwal kencan dengan Mada, kan?" tanya Kak Genta tiba-tiba.

Aku menggelengkan kepala.

"Kalau begitu apa yang ingin kamu lakukan bersamaku?" tanyanya lagi.

Benar juga! Kami sudah lama tidak bertemu, jadi seharusnya kami memanfaatkan waktu untuk melakukan hal menyenangkan bersama.

"Kakak di sini akan lama, kan?" tanyaku kemudian.

"Satu minggu. Aku tidak bisa mengambil cuti lama." Jawab Kak Genta.

"Tidak masalah. Toh, biasanya juga Kakak di rumah kurang dari lima hari!" Kak Genta terlihat meringis begitu mendengar celetukanku barusan. Kami pun sepakat membahasnya setelah aku mandi dan berganti pakaian.

...**********...

Suara tawa menggelegar kembali menggaung dari mulut Kak Genta yang berhasil mengalahkanku di permainan uno.

Aku mendengkus kesal karena lagi-lagi susunan stick uno harus jatuh saat giliranku bermain. Seharian ini kami menghabiskan waktu dengan bermain berbagai jenis permainan rumahan yang menyenangkan. Bahkan kami juga memainkan PlayStation milik Kak Genta yang sudah lama disimpan.

Kendati demikian, Kak Genta tak pernah lupa dengan jam minum obat. Beliau dengan telaten membantu meminum obat dengan teratur. Tak hanya itu saja, Kak Genta juga mengurus makan dan membersihkan rumah. Ia sama sekali tidak mempersilakanku untuk ikut turun tangan membantunya.

Waktu pun dengan cepat berlalu. Aku bersiap tidur setelah melakukan video call dengan ayah dan ibu. Rencananya mereka akan pulang esok hari.

Aku sempat meminta mereka untuk tidak terlalu buru-buru pulang, sebab keluarga berencana untuk berwisata terlebih dahulu. Namun, ibu menolaknya karena mengkhawatirkan keadaanku. Beliau bukannya tidak memercayai putra sulungnya, hanya saja hatinya lebih senang melihatku secara langsung.

Sebelum aku tidur, aku menyempatkan diri membalas pesan singkat yang kembali dikirimkan Mada. Sejak tadi sore pria itu memang selalu mengirimkan pesan singkat sederhana.

Aku tersenyum kala membaca pesan terakhirnya ini.

Kamu tahu, aku melihat ada banyak Binar-binar Madaharsa yang tersemat di antara kedua orang tuaku, dan kuharap, kita juga memilikinya satu sama lain.

Aku tersenyum tipis kala mengingat nama kami yang sebenarnya saling berkesinambungan.

Madaharsa merupakan bahasa jawa yang memiliki arti yaitu Cinta. Sementara namaku sendiri memiliki arti bercahaya. Jika nama kami digabungkan tentu saja memiliki arti yang cukup dalam, terlebih pada sepasang kekasih yang sama-sama dimabuk cinta.

Jadi, akankah Mada mengharapkan kami memiliki perasaan seperti dulu, atau itu hanya kata pemanis karena kami sedang menjalani kencan singkat ini? Entahlah, aku tak ingin berspekulasi macam-macam dan menganggap bahwa apa yang baru saja Mada katakan hanya sebagai pemanis belaka.

Setelah membalas pesan singkat dari Mada, aku memutuskan untuk langsung menyelam ke dunia mimpi untuk menyambut hari esok yang lebih baik lagi.

...**********************************************...

Mada bergegas mengambil ponselnya begitu pesan singkat dari Binar muncul. Senyum tipis terurai dari mulut Mada setelah membaca balasan dari gadis itu.

Kita memang masih memilikinya, Mada.

Mada terdiam. Dalam hati ia mengakui percikan-percikan perasaan yang hadir setelah beberapa hari melakukan kencan dengan Binar. Namun, Mada takut untuk memulai karena Binar sepertinya tidak ingin melangkah lebih jauh.

Sebab, setiap mereka selesai kencan, Binar ternyata tidak lupa mencoret catatan yang ia buat di dalam ponselnya. Jadi, jika memang Binar memiliki perasaan padanya, gadis itu pasti tidak akan mau repot-repot menghitung setiap waktu yang mereka habiskan bersama.

Entahlah, ia sendiri tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran Binar. Yang jelas untuk saat ini Mada merasa hanya harus menikmati setiap waktu yang mereka habiskan.

Terpopuler

Comments

abdan syakura

abdan syakura

Apaaa Mada tdk merasa heran gitu atas perilaku Binar bbrp hari ni??

2023-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!