Bab 15. Kencan Terakhir.

Hari demi hari pun berlalu dengan cepat, hingga akhirnya hari terakhir pada kencan mereka pun tiba.

Sesuai yang sudah disepakati, kencan yang mereka lakukan berakhir di hari ketiga puluh, yaitu hari ini.

Kali ini Mada mengajak Binar untuk makan malam di sebuah restoran mewah berbintang lima. Pria itu memang sengaja ingin membuat momen terakhir mereka sangat berkesan.

Di lain sisi, kesehatan Binar pun semakin hari menurun. Mereka bahkan sempat dua kali gagal berkencan karena Binar mengalami mimisan yang cukup parah saat hendak pergi.

Hal itu lah yang menyebabkan Binar mau tidak mau harus melakukan perawatan lebih cepat.

Ya, tanpa Mada ketahui, Binar saat ini sebenarnya sudah berada di rumah sakit sejak lima hari yang lalu atas desakan keluarga dan juga Benny, kakak sepupu sekaligus dokter yang menanganginya.

Kondisi Binar yang semakin memperihatinkan membuat gadis itu nyaris tumbang saat hendak menuruni tangga di rumah. Beruntung sang ayah dengan sigap dapat menangkap tubuh putrinya hingga tidak terjatuh ke lantai. Sementara itu, Genta yang telah kembali ke luar kota berjanji akan mengambil cuti panjang agar bisa pulang lagi ke rumah untuk mendampingi Binar.

"Persetan dengan kencan bodohmu, Binar! Kau harus tetap berada di sini!" Sekali lagi Benny membentak Binar keras, saat gadis itu dengan mata basah memohon untuk diizinkan pergi makan malam dengan Mada yang telah menunggunya.

Selaim tidak ingin mengecewakan pria itu, ia juga ingin melihat wajah Mada untuk yang terakhir kalinya.

"Kak," ucap Binar lirih.

"Bi, kau mengalami metastasis gara-gara menunda pengobatan hanya untuk hal konyol ini! Kau tega membuat kedua orang tuamu bersedih, hah?" Benny sama sekali tidak mengurangi nada suaranya sata berbicara dengan Binar. Ia sendiri sebenarnya tidak tega melihat air mata gadis itu, tetapi demi kesehatannya, Benny terpaksa harus bersikap demikian.

Terlebih, karena sikap keras kepalanya yang ingin menunda pengobatan, kini Binar mengalami metastasis, yaitu penyebaran sel kanker ke beberapa organ tubuh. Metastasis adalah kondisi yang terjadi ketika kanker telah memasuki stadium akhir dan terlambat ditangani. Dengan demikian, presentasi kesembuhan yang Binar miliki tak sampai empat persen.

Melihat air mata putri bungsunya membuat Artanti diliputi perasaan sedih. Meski hatinya hancur setelah mendengar kabar terbaru soal Binar beberapa waktu lalu, tetap saja ia tak bisa sepenuhnya menyalahkan Binar.

Binar hanya ingin merasakan waktu terakhirnya dengan pria yang ia sukai. Pria yang sejak dulu mengisi relung hatinya. Setidaknya ia ingin menghapus kenangan menyedihkan tentang perpisahan mereka berdua dan menggantinya dengan kenangan manis saat ini.

"Ben, hanya satu jam. Bisakah memberikannya waktu hanya satu jam saja? Biar Tante yang akan mengantarnya," pinta Artanti dengan raut wajah memelas.

Smeentara itu, Endra, sang suami, hanya bisa terdiam sembari duduk di kursi. Ia bimbang harus menuruti permintaan sang putri bungsu atau keponakannya tersebut.

"Kak." Lagi-lagi Binar mengeluarkan suaranya. Ia tampak memohon sembari memegangi tangan sang kakak sepupu.

Helaan napas keluar dari mulut Benny. Meski hatinya kecewa luar biasa dengan keputusan Binar, tetapi ia tentu saja tak ingin dikenang buruk oleh sang adik sepupu.

"Baiklah. Satu jam dan kau harus langsung kembali, mengerti!"

Mendengar jawaban Benny, Binar lantas memeluk tubuhnya erat-erat. "Terima kasih, Kak," ucap Binar dengan suara parau.

Benny mengangguk sembari mengelus rambut Binar yang sudah menipis.

Begitu mendapatkan izin dari dokternya, Artanti bergegas membantu Binar berganti pakaian. Tak lupa beliau juga memakaikan wik palsu agar Mada tidak menyadari perubahan diri Binar.

Setelah dirasa cukup, mereka berdua langsung pergi. Artanti lah yang mengantar Binar sampai ke parkiran dan menunggunya di sana.

"Nikmati waktumu, Sayang," ucap Artanti dengan mata basah. Dielusnya pipi ranum Binar yang kini semakin tirus.

"Maafkan aku, Bu," ujar Binar yang juga ikut menangis.

"Jangan meminta maaf, kamu tidak salah apa-apa, Nak. Ibu lah yang harusnya meminta maaf karena tak cukup kuat mengobatimu. Maaf ya?"

Mendengar hal tersebut, Binar menggeleng keras. "Ibu sudah melakukan segalanya dan aku sangat berterima kasih, Bu. Justru karena ibu dan ayah, aku masih bisa bertahan hingga saat ini."

Keduanya saling menumpahkan kesedihan satu sama lain selama beberapa saat, sebelum akhirnya Binar keluar dari mobil dengan ditemani Artanti.

"Ibu akan menunggumu di sini ya, Nak?"

Binar mengangguk. Gadis itu pun melangkah pergi meninggalkan Artanti sendirian di sana. Langkah kaki Binar yang sedikit goyah membuat Artanti mencemaskan keadaan putrinya tersebut.

"Selamat malam, Nona. Atas nama siapa?" tanya salah seorang wanita yang menyambut kedatangan Binar.

"Madaharsa." Jawab Binar.

"Ahh, Anda Nona Binar?" tanyanya.

Binar mengangguk.

"Kalau begitu, mari ikut saya." Wanita itu kemudian mengantar Binar menuju lantai dua, tempat di mana ruang makan privasi terdapat di sana.

Binar sedikit takjub mengetahui Mada menyewa tempat mahal ini hanya untuk makan malam dengannya.

"Silakan." Tak lama keduanya tiba di depan pintu salah satu ruangan.

Binar membuka pintu tersebut dan masuk ke dalam.

Mada dengan penampilan yang sangat rapi dan berwibawa, menunggu di salah satu kursi. Begitu melihat kedatangan Binar, ia pun bergegas bangkit dan menghampirinya.

"Maaf, kamu pasti menunggu lama," ucap Binar tak enak hati.

"Tidak, aku baru saja tiba," jawab Mada yang langsung mengambil tangan Binar dan menggandengnya menuju meja makan.

Ruangan yang mereka tempati tidak cukup besar, tetapi memiliki interior yang sangat mewah. Terdapat banyak pajangan dan lukisan mahal yang diletakkan di tempat itu.

"Kamu seharusnya tak perlu melakukan ini Mada. Tempat ini pasti mahal sekali," bisik Binar.

Mada tersenyum tipis. "Tidak apa-apa." Tanpa menunggu lama, keduanya pun mulai menyantak hidangan makan malam yang diantar ke ruangan mereka satu persatu.

Semula Mada meminta service makanan dilakukan selama satu jam agar bisa menikmati waktu lebih lama dengan Binar, tetapi gadis itu malah menolaknya.

"Aku hanya memiliki waktu satu jam, Mada!" katanya cepat.

"Mengapa?" tanya Mada.

Binar terdiam sejenak, seolah sedang mencari jawaban yang tepat.

"Sebenarnya aku dan ayah akan pergi keluar kota malam ini. Ada salah satu sanak saudara ayah yang sakit. Ibu kebetulan tidak bisa menemani ayah, dan aku tidak tega membiarkan beliau pergi sendiri."

Mada mengangkat sebelah alisnya setelah mendengar perkataan Binar.

Binar sendiri sadar bahwa alasan yang baru saja keluar dari mulutnya tampak sangat ganjil dan tidak masuk akal. Namun, ia tidak memiliki alasan lain.

"Kenapa tidak bilang dari kemarin?" tanya Mada.

"Ayah baru saja ditelepon tadi dan aku tidak sempat memberitahumu. Maaf!" Binar menggigit bibirnya.

Setelah lama terdiam, Mada pun menganggukkan kepalanya. Ia pun meminta service dilakukan setengah jam karena sisanya akan mereka pakai untuk berbincang.

Binar mengembuskan napas lega. Setidaknya ia tidak jadi menghabiskan waktu hanya dengan makan malam saja.

Binar benar-benar bahagia. Ia memanfaatkan waktu yang sedikit ini untuk menatap wajah Mada lekat-lekat guna mengisinya ke dalam memori. Sebisa mungkin ia harus mengingat tiap detik waktu yang mereka lalui bersama.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!