"Mada, kau sudah pulang?" Seorang wanita cantik terlihat masuk ke dalam kamar Mada setelah pria itu mempersilakannya masuk. Ia duduk di ranjang Mada yang baru saja selesai berganti pakaian.
"Ada apa Ma?" tanya Mada pada wanita yang ternyata merupakan ibu kandungnya tersebut. Mada menatap sang ibu penuh tanda tanya karena beliau jarang sekali menghampirinya langsung ke kamar.
Wilhelmina tersenyum. "Boleh Mama tahu apa yang sedang kau lakukan akhir-akhir ini Sayang?" tanyanya dengan nada lembut.
Mada mengerutkan keningnya, tanda tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan sang ibu. "Memangnya ada apa Ma? Apa ada sesuatu hal yang mengganggu Mama tanpa aku sadari?" Bukannya menjawab Mada malah balik bertanya.
"Bukan begitu Sayang. Mama hanya ingin tahu kegiatanmu akhir-akhir ini karena dari yang Mama dengar, kau meminta izin pada karyawanmu untuk tidak rutin ke studio selama beberapa waktu." Jawab Wilhelmina. "Jadi, kalau boleh tahu, apa yang sedang kau lakukan? Secara kau hampir setiap hari pergi keluar rumah tetapi tak pernah sampai di studio tepat waktu."
Mendengar hal tersebut, Mada berdeham. Pasti sang ibu mendengarnya langsung dari Tiffany, salah seorang kepercayaannya yang diminta menghandle studio untuk sementara waktu.
Melihat Mada tak kunjung menjawab, Wilhelmina pun menyuruh sang putra untuk duduk di sebelahnya. "Jadi ...." Dengan raut wajah jenaka, wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang ke 54 tahun itu menatap Mada intens.
Mada yang semula berniat untuk bungkam akhirnya menyerah. Secara singkat ia pun menceritakan soal pertemuannya dengan sang mantan kekasih semasa SMA.
"Ahh, Binar yang dulu pernah datang ke sini menjenguk Mama?" tanya sang ibu dengan wajah sumringah. Rupanya beliau masih ingat soal Binar. Gadis itu memang pernah menjenguknya ke rumah, saat beliau sedang sakit.
Mada pun mengangguk. Ia pikir, ibunya akan merespon dengan biasa. Namun, nyatanya beliau malah berseru kegirangan dan meminta Mada untuk membawa Binar ke rumah secepatnya.
Maklum saja, di usia setua ini Wilhelmina dan Athar, sang suami, menginginkan Mada menikah. Mereka sudah tidak sabar untuk menimang seorang cucu dari anak tunggal yang sangat mereka cintai. Mada adalah satu-satunya harapan dan penerus keluarga.
Apa lagi gadis yang kencani Mada dulu atau pun sekarang, adalah gadis yang sangat baik. Wilhelmina masih mengingat betul bagaimana adab yang dibawa Binar saat bertandang ke rumahnya. Ia bahkan dengan telaten ikut merawat beliau waktu itu.
Mendengar permintaan sang ibu, Mada meringis. Untuk apa ia repot-repot membawa Binar? Terlebih, kencan mereka saat ini hanya sebuah kencan palsu demi membawa kembali kenangan lama yang sempat terkubur.
"Ayo lah! Mama baru sekali melihatnya, itu pun saat sedang sakit. Jadi tidak ada salahnya, kan, bertemu lagi dengan kondisi yang prima seperti ini?" ujar Wilhelmina.
Setelah memikirkan masak-masak selama beberapa saat, Mada pun akhirnya setuju. Maka dari itu kencan mereka selanjutnya dilakukan di rumah Mada.
...**********...
Binar tampak sibuk mondar-mandir di ruang televisi dengan raut wajah gugup. Bagaimana tidak, pasalnya Mada semalam menelepon dan memberitahu dirinya soal kencan mereka hari ini.
Siapa sangka Mada dengan tidak berdaya mengakui soal kencan napak tilas mereka kepada sang ibu. Hal itu lah yang menyebabkan Wilhelmina mengundang Binar ke rumah mereka.
Binar sebenarnya senang mengetahui ibu dari pria yang masih dicintainya tampak tidak keberatan dengan kencan konyol ini. Namun, tetap saja kegugupan menggerogoti Binar.
"Jangan gugup Sayang." Artanti, sang ibu, datang menghampiri Binar untuk menenangkan putri bungsunya tersebut. Kendati demikian, Artanti tak bisa menahan tawanya saat melihat kegugupan Binar.
"Bu, bagaimana kalau aku membuat kesalahan di sana? Bagaimana kalau mamanya Mada tidak menyukaiku dan melarang kami melakukan kencan konyol ini?" tanya Binar panik. Dia tentu tak rela jika harus menghentikan kencan mereka sebelum tiga puluh hari.
Mendengar kekhawatiran Binar, Artanti tertawa kecil. "Beliau tidak mungkin seperti itu, Nak. Tenangkan pikiranmu dan nikmati kebersamaan bersama mereka ya?" ujarnya sembari mengelus punggung Binar.
Binar mengangguk ragu. Wajahnya semakin panik begitu mendengar suara salam dari Mada. Pria itu rupanya sudah tiba di rumah untuk menjemput Binar.
"Aduh, Bu, perutku tiba-tiba mulas!" seru Binar. "Apa aku batalkan saja kencan kami hari ini ya? Ibu bisa berbohong soal apa pun asal kami tidak bertemu!" sambungnya dengan mimik wajah memelas.
Artanti tersenyum maklum, tapi berusaha menasihati Binar agar tidak menolak kedatangan Mada. Beliau juga kembali menenangkan Binar agar tidak gugup.
"Cepat sana, Mada sudah menunggu," ujar Artanti pada sang putri bungsu kesayangan.
Binar menghela napas. Alhasil, gadis itu pun bersedia menemui Mada yang sudah berdiri di teras rumah.
Begitu melihat kemunculan Binar, Mada bergegas mengajaknya pergi.
"Kamu yakin?" tanya Binar.
"Yakin apa?" Mada balik bertanya.
"Yakin untuk membawaku ke rumah? Sepertinya itu ide yang buruk, mengingat aku tidak pernah benar-benar berkenalan dengan ibumu," jawab Binar jujur.
Mada tersenyum tipis. "Justru ini adalah kesempatan untuk kalian bertemu. Mama masih ingat tentangmu dan beliau ingin sekali berbincang. Kau tidak akan mungkin mengecewakannya, kan?"
Mendapat pertanyaan demikian, Binar spontan menggelengkan kepala. "Tentu saja tidak!"
"Kalau begitu, ayo!" ajak Mada.
Binar mengontrol napasnya terlebih dahulu sebelum akhirnya pamit pada sang ibu.
"Sampaikan salam ibu pada ibumu, Mada," pesan Artanti pada Mada. Artanti memang meminta Mada untuk memanggilnya sama seperti Binar.
"Baik, Bu," jawab Mada sopan. Keduanya pun mencium tangan Artanti dan pergi meninggalkan rumah.
Perjalanan dari rumah Binar menuju rumah Mada tidak lah jauh, hanya butuh waktu kurang dari dua puluh menit mereka sampai di sana.
"Aku gugup sekali," ujar Binar jujur.
"Tenang saja. Aku saja tidak gugup saat bertemu dengan ibu dan ayah," kata Mada.
Binar mencibir. "Itu karena kamu sudah sering bertemu mereka dulu, beda denganku yang baru sekali bertemu!" serunya kemudian.
Mada tertawa kecil lalu memegang punggung tangan Binar. "Kamu tidak perlu khawatir."
Detak jantung Binar kembali bergemuruh. Berbekal keyakinan dan dukungan dari Mada, dia pun turun dari mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments