Bab 8. Perpisahan.

Kabar tentang terjalinnya hubungan Binar dan Mada pun tersebar seantero sekolah dalam waktu singkat. Teman-teman sekelas mereka berbondong-bondong menyelamati, sekaligus menggoda sepasang kekasih baru yang masih terlihat malu-malu itu.

Sebagai seorang gadis yang belum pernah menjalin hubungan dengan pria mana pun tentu membuat Binar sedikit malu, sementara Mada berusaha bersikap biasa meski dalam hatinya, dia juga merasakan hal yang sama.

Kendati beberapa orang gadis tampak kecewa dengan berita ini, tetapi tidak serta merta membuat mereka bersikap beringas pada Binar. Maklum saja, ditelisik dari penampilannya, gadis itu memang sangat cantik dan pantas mendapatkan Mada.

Hari-hari yang dilalui Binar pun terasa sangat menyenangkan. Hampir setiap hari Mada akan menjemput dan mengantarnya sekolah. Mada juga bahkan sudah beberapa kali bertamu ke rumah Binar dan berkenalan dengan orang tuanya.

"Sudah siap?" tanya Mada pada Binar. Mereka kini sedang berada di atas motor Mada hendak berangkat ke sekolah.

Binar mengangguk dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang sang kekasih. Walau hal itu bukan pertama kali lagi bagi Binar, tetap saja dia selalu merasa canggung dan malu.

Mada menyentuh tangan Binar yang melingkari perutnya sejenak, sebelum kemudian menjalankan motornya.

Sebagai bentuk terima kasih Binar pada Mada karena telah mengantar jemput dirinya, gadis itu sesekali membawakan Mada bekal. Sejak SMP Binar memang gemar memasak meski belum pandai. Dia senang sekali membantu sang ibu yang notabene suka bereksperimen di dapur, seperti membuat kue. Terkadang jika sedang rajin, beliau akan menerima pesanan para tetangga dalam jumlah terbatas.

Singkat cerita, hubungan mereka cukup harmonis dan menyenangkan. Meski Mada bukan termasuk pria yang pandai berkata manis, tetapi tindakannya pada Binar cukup membuat satu angkatan memandang iri.

Mada sendiri memiliki hobi di bidang fotografi. Dia gemar mengambil foto Binar dengan berbagai macam pose dan latar belakang. Hobinya mengutak-atik kamera membuat Mada bercita-cita ingin membangun studio foto sendiri dari hasil keringatnya kelak.

Binar tentu saja mendukung penuh impian Mada. Itu lah mengapa, dia tidak pernah keberatan jika Mada menggunakan dirinya sebagai model gratisan.

"Kamu sendiri bagaimana? Apa impianmu kelak, Bi?" tanya Mada tiba-tiba, ketika mereka berdua tengah asyik duduk di bawah pohon rindang pada jam istirahat sembari menikmati bekal buatan Binar.

Binar terdiam sejenak seraya memandangi langit cerah di atas kepala mereka. "Aku tidak yakin soal itu, yang jelas aku ingin berkuliah di kampus favorit," jawabnya.

Mada mengangguk-anggukkan kepalanya. "Aku pun," jawab pria muda itu.

"Kampus mana yang ingin kamu singgahi? Mungkin saja kita bisa pergi bersama," kata Binar kemudian.

Mendengar itu, Mada tiba-tiba bungkam dan memilih untuk mengangkat bahunya. "Masih aku pikirkan. Lagi pula masih setahun lagi, kan?"

Binar menganggukan kepala. Mereka baru saja menaiki kelas tiga dan harus fokus pada kelulusan terlebih dahulu. Mudah-mudahan saja mereka bisa lulus dengan nilai yang baik, sehingga bisa menempuh pendidikan kuliah di kampus yang sama.

Akan tetapi, harapan Binar yang pernah terucap dalam hati setahun lalu itu sepertinya harus gugur, sebab ternyata Mada memilih kuliah di kampus yang ada di luar kota.

Sejujurnya Binar merasa sangat kecewa. Impiannya untuk bisa terus bersama Mada pupus seketika, sedangkan gadis itu memang tidak bisa menjalin hubungan jarak jauh.

Alhasil dengan seluruh pertimbangan yang matang dan sedikit menyakitkan, Binar dan Mada terpaksa memilih melepaskan perasaan mereka masing-masing demi menjemput masa depan.

Mada awalnya tidak menyetujui perpisahan ini dan menentang keras. Sebab biar bagaimana pun, Binar adalah gadis tercintanya. Pria muda itu ingin meraih dua kesuksesan sekaligus. Namun, Binar kemudian menyadarkannya bahwa hal itu sedikit sulit digapai.

"Kita tidak perlu sampai seperti ini." Dibeberapa kesempatan, Mada tetap meminta Binar untuk memikirkan semuanya kembali.

"Aku tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh seperti ini, Mada. Kita biarkan saja takdir Tuhan yang bekerja," jawab Binar seraya mematri senyuman paling manis yang dia miliki. Tanpa sadar setetes air mata mengalir membasahi pipi gadis itu.

Mada tersentak. Tangannya dengan cepat menghapus bulir-bulir air mata yang mulai deras mengalir.

"Bila memang terasa menyakitkan, mengapa memilih keputusan ini?" bisik Mada dengan suara lirih.

Binar tidak menjawab. Keduanya sempat terdiam selama beberapa saat. Mereka sibuk memikirkan sesuatu dalam diri masing-masing.

Mohon perhatian!

Ini adalah panggilan boarding terakhir untuk para penumpang Garuda Indonesia penerbangan xxx tujuan xxx. Mohon menuju gerbang A-3 segera. Pemeriksaan terakhir akan segera selesai dan pintu pesawat akan ditutup dalam waktu sekitar lima menit lagi.

Diulangi! Ini adalah panggilan boarding terakhir untuk para penumpang Garuda Indonesia. Terima kasih!

Final boarding announcement kembali terdengar untuk yang kedua kalinya. Aku pun buru-buru mendorong Mada agar segera pergi dari hadapanku. Dia memang pergi seorang diri, sedangkan kedua orang tuanya sudah terlebih dahulu ke sana untuk mengurus perkuliahan Mada.

"Jaga diri baik-baik," ucap Mada.

Binar kembali tersenyum. "Kamu juga!"

Pria itu pun akhirnya berbalik pergi sambil menyeret koper besar yang dia bawa. Namun, baru saja beberapa langkah berjalan, Mada tiba-tiba berbalik dan berlari kembali ke arah Binar.

Binar mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Mada, ka—"

Ucapan gadis itu sontak terpotong seketika, tatkala Mada tanpa permisi mendaratkan sebuah ciuman pada bibir tipisnya.

Binar membelalakkan matanya lebar. Dia tak mampu menggerakkan seujung kuku pun karena tindakan Mada yang sangat tiba-tiba ini. Maklum saja, sebab selama berpacaran, mereka benar-benar menjaga hubungan yang baik dan sehat. Mada hanya sesekali memeluk tubuh Binar dan lebih sering memegang tangan gadis itu. Namun, kini dia dengan berani menunjukkan kasih sayangnya tepat di hari perpisahan mereka yang menyakitkan.

Air mata Binar kembali mengalir, saat gadis itu turut memejamkan matanya seperti yang dilakukan Mada. Kedua tangannya yang terkulai pun kini terangkat dan mencengkeram erat kemeja Mada.

Binar dengan penuh kesadaran merelakan ciuman pertamanya pada sang (mantan) kekasih, sekaligus cinta pertama yang tidak akan pernah dilupakan olehnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!