Pagi ini perasaanku penuh dengan rasa kesal dan rasanya aku ingin meluapkan semua amarahku begitu saja. Namun di mana? Kepada siapa aku harus melampiaskan amarahku? Mungkin inilah perasaan Eggy yang ia rasakan saat tadi malam.
"Menyebalkan! Menyebalkan!" gerutuku.
Aku pun berpikir bahwa aku harus pergi keluar untuk melupakan semua perasaan tak karuan ini dan aku pun mendatangi sebuah kedai kopi yang tak jauh dari rumahku.
"Mbak, aku pesan kopi hangat satu. Yang manis ya."
"Baik, Mbak."
Terlihat aku sedang duduk di salah satu meja paling ujung, sengaja aku memilih tempat duduk disini. Karena dengan duduk disini, aku dapat melihat semua orang dan memperhatikan mereka. Sungguh! Tak ada pekerjaan yang layak selain memperhatikan orang-orang di sini. Sekilas, kekesalanku pada Eggy pun memudar dengan memperhatikan mereka.
"Banyak yang duduk dengan pasangannya. Sedangkan aku? Sendirian tak karuan dengan perasaan yang penuh sesal. Aku tak bisa lama-lama berada di sini. Membuatku semakin merasa kesal," umpatku.
Banyaknya aku memeperhatikan orang-orang di sekitarku, dengan tidak sengaja aku melihat ada beberapa meja yang di tempati oleh pasangan kekasih. Terlintas hal itu mengingatkanku kepada kenangan tentang kebersamaanku dengan Raihan saat aku menyajikan segelas kopi saat di rumahnya. Ya. Memang rumahnya sudah ku anggap seperti rumahku sendiri.
*Flashback...
"Aku membuatkanmu kopi. Kau suka?" tanyaku sambil menyimpan segelas kopi di meja. Lalu aku duduk di sampingnya.
"Kopi manis apa kopi pahit?" tanyanya yang terdengar konyol, namun sangat wajar.
"Kopi itu manis," jawabku singkat.
"Aku tidak suka yang manis!" sahutnya dengan cepat.
Yang benar saja. Ia menyukai kopi pahit, tapi aku tidak tahu kesukaannya minuman itu. Apa aku memang tidak begitu cukup mengenalnya.
"Ah, kalau begitu biar aku buat yang baru," kataku sambil mengambil gelas yang kutaruh tadi.
"Tidak. Simpan saja, nanti akan aku minum," ucapnya.
Mendengarnya berkata seperti itu, aku urungkan niatku untuk mengganti kopi tersebut.
"Tapi kau tidak suka."
"Aku suka. Hanya saja jika aku meminumnya bersamamu, kopiku akan bertambah manis dan aku tidak suka saat itu terjadi."
Aku terkekeh mendengar rayuan dari Raihan. "Kau ini sedang merayuku ya? Aku pikir kau memang tidak suka."
"Hal yang tidak aku sukai adalah ketika kamu meninggalkanku."
Sejenak aku terdiam dan aku mulai waspada dengan setiap yang aku ucapkan dan juga yang ia katakan.
*Flashback End...
Saat aku mengingat kalimat itu, seakan ia menamparku dengan keras. Aku mengkhianatinya dengan menikah dengan orang lain yang saat ini menjadi Bossnya. Aku sangat ingat bahwa pada masa laluku dengannya memang penuh dengan pengorbanan.
"Boleh aku duduk?"
Tiba-tiba seseorang mengejutkanku yang sedang melamun ini dari arah belakang. Segera aku menengok ke arah belakangku.
"Hah? Apa?" Aku tidak fokus.
Dan aku terkejut ketika melihat orang itu. Baru saja aku memikirkan masa laluku yang sulit aku lupakan dan kini masa lalu itu hadir menghampiriku kembali.
"Kamu melamun apa?" tanya Raihan sambil duduk satu meja denganku.
"Hei, apa kabar?" tanyaku salah tingkah.
"Aku menanyakan kau melamunkan apa? Kenapa kau malah bertanya kabarku?"
"Ah, iya. Aku tidak fokus. Maafkan aku!" sahutku tersipu malu. Benar-benar memalukan.
"Sayangnya kita tidak bisa bersama. Dulu aku belum mampu untuk membantumu, sehingga kau harus pergi meninggalkanku," kata Raihan padaku, seakan ia sengaja mengingatkan kejadian pada saat aku ingin meninggalkannya. Aku akui, itu semua memang salahku.
"Itu sudah beberapa tahun yang lalu, Raihan. Itu memang salahku," ucapku penuh rasa penyesalan. Terlihat dari raut wajah Raihan, ia masih merasa kecewa dengan keputusanku pada saat itu.
"Jujur saja. Selama beberapa tahun ini aku mencarimu."
"Benarkah?"
"Aku berusaha keras dan bekerja keras untuk mencapai posisi pada saat ini. Kini aku sudah mampu untuk membayar sisa hutangmu itu," kata Raihan.
Itu membuatku tersentuh. Ternyata dia masih mencintaiku, dia masih peduli padaku dan dia masih mengharapkan cintaku. Namun dengan mudahnya, karena aku melihat pesona Eggy yang sangat tampan dan gagah, dengan sangat mudah aku melupakan Raihan dan terpesona oleh karisma yang dimiliki oleh Eggy. Aku mengkhianati Raihan untuk kedua kalinya. Betapa jahat dan jijiknya diriku ini.
Aku menangis. "Terima kasih, Raihan. Aku tidak tahu apakah aku masih pantas untukmu atau tidak."
"Kamu kenapa menangis?" tanya Raihan kebingungan yang tiba-tiba melihatku menangis. "Aku berusaha untuk mendapatkanmu kembali."
"Kamu masih mencintaiku, kamu masih peduli padaku. Aku sungguh tidak pantas mendapatkan itu, karena aku sudah mengkhianatimu," jawabku sambil menangis.
Raihan merasa tidak enak melihatku menangis di depan umum, ia tidak ingin orang-orang yang ada disini berpikir macam-macam padanya.
"Sudah, Bulan. Hentikan! Jangan menangis disini. Sebaiknya kita pergi ke rumahku saja. Agar kita bisa mengobrol lebih leluasa lagi," kata Raihan sambil menghapus air mataku.
"Baiklah!" sahutku menghentikan tangisanku.
"Aku juga ingin membicarakan suatu hal yang penting padamu. Mungkin hari ini adalah saatnya," kata Raihan.
"Apa itu?" tanyaku penasaran.
"Kau akan tahu. Sekarang ayo kita pergi dari sini, disini tak akan aman jika membahasnya," ucap Raihan sambil menarik tanganku.
Ini adalah perasaan yang kurindukan selama bertahun-tahun ini. Aku merindukan sentuhan tangannya saat menarik tanganku. Aku pun mengubah itu menjadi sebuah genggaman tangan. Sekilas ia menatapku karena tiba-tiba aku menggenggam tangannya. Ia tersenyum manis padaku dan iapun mengeratkan genggaman tangannya. Lalu kami berdua meninggalkan caffe tersebut dan pergi ke rumah Raihan yang selama 2 tahun ini aku tak menengoknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments