Kukuuuruyukkkk!!!!
Bunyi ayam jago melambung tinggi. Aku terbangun dari tidurku. Aku terkejut dan mengucek-ucek mata. Ternyata, hari sudah pukul 08.00 pagi. "Sialan, gue kesiangan. Gak kebangun buat sholat subuh." Gerutuku. Menuju kamar mandi. Untuk membasuh muka dan tidak lupa juga menggosok gigi. Menuju teras rumah. Kusambut mentari pagi dengan senyum yang nampak berseri. Perlahan kuambil napas dalam-dalam. Menghirup udara segar. Disambut jua dengan angin yang menyambut pagiku.
"Selamat pagi, dunia. Selamat pagi, Indonesia." Sapaku pada dunia. Melamun diri. Entah, apa yang ku lamunkan. "Mandi lo, jorok." Ujar Afne. Menganggu pagiku. "Nanti, dah. Gue masih mager." Jawabku seadanya. Kumenatap awan yang berbentuk kapas. Indah sekali bukan? Terlintas pesawat terbang di langit itu. Burung kecil bernyanyi riang gembira. Wajah mentari pun ikut tersenyum. Klinggg... Bunyi notifikasi hpku. Aku lihat, ternyata chat itu. Chat dari Nazwa teman kelasku.
'Pagi, Anfa.'
'Pagi juga.'
'Lagi apa?'
'Lagi nikmatin udara pagi.'
'Udah sarapan?'
'Belum. Masih males buat ngunyah.' candaku
'Hahaha. Masa ngunyah doang pake mager.'
'Ya, Gitu.'
'Lo risih, ya. Gue chat?' kenapa tiba-tiba saja ia mengetik percakapan seperti itu.
'Eh. Enggak, kok. Enggak.'
'Yaudah, mandi dulu gih.'
'Iya, ini mau mandi. Lanjut nanti ya.' aku mencari alasan untuk mandi. Karena, aku hanya tidak mau berlama-lama berkomunikasi dengan lawan jenis.
Hati ini terkadang butuh teman. Tapi aku tidak mau terluka. Apalagi berdarah. Sudah cukup kejadian waktu itu berlalu. Tak perlu dikenang. Memang kalau soal cinta. Aku tidak pernah bertemu dengan orang yang tepat. Tapi, aku tidak mempermasalahkan soal itu. Yang aku permasalahkan. Ialah gimana caranya aku bisa membuat seorang ibu tersenyum bangga pada anak pertamanya. Mentari pagi perlahan semakin naik ke atas. Pertanda waktu siang akan segera tiba.
"Buset. Belum mandi juga." Afne datang dan mengacaukan ketenanganku.
"Bawel banget lo." Aku menjawabnya dengan nada ketus. Rasanya, memang malas mandi terburu-buru. Apalagi di hari libur. Aku mau hari liburku ini. Menjadi hari libur yang bisa tenang bukan senang. Perutku seketika keroncongan.
"Aduh. Gue laper, sarapan dulu dah." Aku lihat ke dapur. Ternyata, belum ada apa-apa untuk disantap.
"Lo kalo mau sarapan nanti tunggu Mama." Kata Afne.
"Lah, emang mama ke mana?."
"Mama ke pasar."
"Dari kapan?"
"Tadi, pas lo belum bangun."
Oh, ternyata sebelum aku bangun. Aku sedang berada di mimpi sedangkan mama sudah ke pasar. Demi bisa memasak makanan untuk anak-anaknya. Sebegitu berat bagiku. Menjadi seorang ibu.
"Yaudah, gue beli bubur aja."
Tidak lama aku sudah selesai makan bubur. Tiba saja. Mama pulang dari pasar membawa kantong plastik yang berisi bahan-bahan untuk dimasak nanti.
"Kok Aa beli bubur?"
"Iya. Soalnya, kelamaan kalo harus nungguin Mama." Kataku. Keringat mulai membasahi keningku. Terasa gerah, karena belum sama sekali terkena air. Tak bisa kumenahan gerah. Akhirnya, aku memutuskan untuk mandi saja. Aku mengambil baju dan celana di lemari. Dan, tak lupa juga handuk. Karena, kalau lupa bawa handuk, aku malas rasanya untuk teriak-teriak, meminta tolong ambilkan handuk. Air bergusrak-gusrak. Terasa lebih sejuk dari sebelumnya.
"Gue ganteng gak? Abis mandi." Tanyaku.
"Idih. Najis." Seakan ekspresi wajah Afne mengejek.
"Hahahaha. Gue emang ganteng dari lahir. Mata lo aja yang rabun." "Iyain, aja dah." Jawabnya singkat.
Hari sudah hampir dzuhur. Aku baringkan kepalaku di lantai. Menyalakan kipas angin. Meskipun sudah mandi. Tapi masih saja gerah. "Gerah, banget dah." Kataku sambil mengiba -ngibas bajuku. Kipas sudah kunyalakan. Tapi masih saja. Keringat mengembun di wajah. Sudah tidak bisa dibayangkan. Matahari mungkin bersuhu 30° celcius. Tenggorokan kering. Seakan memintaku untuk membeli es yang segar. Merogok-rogok tas. Kutemui uang saku sisa sekolah kemarin.
"Lumayan, buat beli es."
...*...
Azan zuhur sudah berkumandang. Menuju ke kamar mandi untuk berwudhu.
"Abis sholat, tidur dah ah. Ngantuk banget gue." Kataku tidak dengan siapa-siapa. Meletakkan sejadah dan menggelarnya. Sholat kali ini. Aku tidak begitu khusyuk. Karena, mata terasa berat untuk dibuka sampai di ujung sholat. "Assalamualaikum Warahmatullah. Assalamualaikum warahmatullah." Aku langsung melipat sejadah, baju kokoh dan sarung. Aku langsung menidurkan badanku di lantai.
"Haduhhh, ngantuk. Tidur, ah." Kataku sembari menguap.
Tertidur pulas tanpa sadar. Pikiranku berhenti sejenak memikirkan hal yang berat. Dan kadangkala tubuh ini butuh daya istirahat. Karena bagiku, tidur yang menyenangkan hanyalah ketika kita ketiduran dan sudah merasa bahwa rasa kantuk semakin tak bisa dikendali. Selain itu, kita jarang sekali untuk tertidur. Entah kepikiran hal - hal yang membuat kita gundah. Wajar saja. Terkadang menjadi dewasa itu, banyak lukanya dibandingkan bahagianya. Terkadang juga kita butuh tenang bukan senang.
Menjelang sore. Aku dibangunkan dari tidurku.
"Bangun, bangun." Kata Mama.
"Hoammm. Ya, ya." Termenung sejenak. Aku mengucek mata yang remang-remang. Melihat jam dinding. Ternyata sudah pukul 16.00 sore. Ternyata, lama juga aku tertidur. Sempoyongan aku menuju kamar mandi, untuk berwudhu. Dan melaksanakan sholat asar.
Selesai sholat aku duduk diam di depan teras rumah. Niatnya mau menunggu sang senja tiba.. Menatap langit biru. Yang dihiasi burung mungil berterbangan. Banyak juga layang-layang. Di bawah langit biru. Aku ungkapkan hati yang sedang kurasa. Hingga hampir menjelang waktu magrib. Aku lihat dari sudut cakrawala. Sebelah barat, sudah terlihat pijar jingga. Padanya, aku bercerita. Padanya juga, aku berpuisi. Mata tak sanggup, menatap jingganya yang elok.
Senja semakin tenggelam mengalah pada malam.
"Masuk, udah mau magrib." Ujar Mama, ketika ia melihatku sendiri di depan teras.
"Sampai ketemu esok hari, pijar jingga." Kataku pada senja. Kututup pintu, dan menuju kamar mandi.
"Lo mau sholat bareng gak?" Aku bertanya pada Afne, yang sedang menonton TV.
"Wudhu duluan." Jawabnya.
"Gue udahan, cepetan lo wudhu."
"Hmmm. Iye, bawel."
Selesai sholat. Perut bersuara begitu keras, pertanda ia minta makan. "Kalo mau makan, makan dah." Kata Mama, yang seakan mendengar suara perut ini. Aku mengambil piring, sendok dan lauk-pauk. Yang tadi Mama belanja dari pasar. Menunya ada cumi balado, kentang balado dan sayur sop. Menu kesukaanku. Hemm yummy. Aku makan dengan lahapnya. Bahkan, aku berniat untuk nambah. Masakan seorang ibu memang tidak ada yang bisa kalahkan, betul begitu bukan? Apalagi, kalau dimasaknya penuh cinta dan perasaan. Behh. Pasti rasanya jauh lebih nikmat.
"Buset. Makannye pelan-pelan." Kata Afne, yang melihatku dengan tatapan heran.
"Nambah, ah." Aku membuka penanak nasi. Dan, kutambah nasi serta lauk-pauk.
"Sisain yang lain." Afne mungkin tidak suka dengan sikapku yang terlalu ges -gesa sama makanan.
"Gapapa, nambah. Justru mama seneng kalo nambah." Kata mama.
"Tuh, dengerin." Kataku dengan bermelet lidah, meledek Afne.
"Remote mana remote." Aku mencari remote TV.
"Tuh, remote. Kicer mata lo." Afne menunjuk ke arah meja TV. Makan ronde ke-2 sambil menonton TV. Acara yang kutonton itu tidak jauh dari Upin-Ipin. Klinggg… Di tengah makan. Ada notifikasi dari hp. Aku lihat notifikasi itu. Ternyata, chat dari Nazwa. Kubiarkan saja, karena aku lagi malas buka hp.
Selesai makan. Notifikasi hp bunyi lagi. Klingg.. klingg…
"Buset, bawel bener."
'Anfa, lagi apa?.'
'Anfa udah makan?'
'Jangan lupa 5 wajibnya.'
'Jangan sampe sakit.'
'Anfa kemana nih? Kok gak online?'
'Yaudah, kalau online. Kabarin, ya.'
Spam chat dari Nazwa. Dan, aku tidak membalasnya. Chat itu banyak sekali. Membuatku semakin risih. Klinggg... Lagi dan lagi. Notifikasi hp bunyi
'Kok diread doang sih?' tanyanya ketika chat itu cuma sekedar aku baca.
'Eh, iyaiya tadi lagi makan.' aku beralasan.
'Oh, gitu. Anfa lagi apa?'
'Abis selesai makan.'
'Nanti ceweknya marah gak, nih?'
'Gak punya cewek.'
'Oh, gak punya cewek.'
'Iya. Eh, udah jangan chat gue mulu.'
'Tuhkan. Risih, ya?'
'Bukan risih, tapi gue gak enak sama Irfan. Kan lo udah punya cowok.'
'Udah, gak usah pikirin.' dengan santay. Dia menjawab seperti itu. Sedangkan, aku tidak mau disangka perebut atau bisa dibilang PHO. Jujur saja, aku paling jijik berantem cuma gara-gara perkara wanita. Euwww, banget deh. Rebut pasangan orang, kayak gak bisa cari pasangan yang lain. Lagipula aku sudah tidak terlalu memikirkan cinta, terkecuali aku yang tertarik duluan dengan wanita itu. Itupun tidak langsung aku jadikan kekasih. Aku dekati dulu, aku cari tau dulu, tidak langsung sat set sat set lalu jadian. Karena, kalau asal jadian. Aku hanya tidak mau terluka. Entah, aku yang terluka atau wanita itu yang terluka karenaku. Memang si Nazwa ini bersikeras untuk dekatiku. Namun, aku tetap menghindar. Nanti saja, aku tunggu yang tepat. Karena ini perasaan bukan mainan. Banyak anak muda, yang terlalu terburu-buru untuk menjadi berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments