Belum juga bel istirahat. Jidan, Zaki, Salim dan Fadhil menuju kantin. Sebenarnya, aku ingin ikut tapi aku tidak ingin dicap buruk oleh sekolah.
Kringgggg!!!…
Bunyi bel mata pelajaran berikutnya. Kali ini memasuki mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Yang diajarkan Bu Wahyuningsih.
"Selamat pagi, anak-anak." Sapa Bu Wahyuningsih masuk ke kelas.
"Pagi juga, Bu." Aku dan teman sekelas menyapa balik.
"Ini empat anak lagi kemana?" Tanya Bu Wahyuningsih melongok meja belakang.
"Jidan, Zaki, Salim, sama Fadhil ke kantin Bu." Mulut Adit yang tiba-tiba ngerocos. Bagai, kendaraan rem blong. Tidak lama kemudian lagi diomongin. Mereka berempat masuk ke dalam kelas.
"Darimana aja kamu berempat?" Bu Wahyuningsih menanyakan kepada mereka, karena memang belum jam istirahat mereka sudah ke kantin.
"Abis ke kantin Bu." Jawab Fadhil tidak ada takutnya.
"SUDAH SAYA KASIH TAU. KALO BELUM ISTIRAHAT JANGAN KE KANTIN. KAMU SUDAH KELAS 9, EMANG MAU KALO GAK LULUS?!" Omelan Bu Wahyuningsih meledak. Mereka berempat menundukkan kepala. Karena, tidak berani melihat marahnya Bu Wahyuningsih. "Sekarang kalian di luar aja! Jangan ikut pelajaran ibu!" Bu Wahyuningsih mengusir mereka berempat dari kelas, karena sudah tidak bisa di atur. Mereka di luar kelas selama pelajaran Bu Wahyuningsih berlangsung.
"Lo sih Dil. Ngajakin gue ke kantin." Jidan menuduh Fadhil sebagai biangnya.
"Lah? si Zaki yang ngajak, bukan gue." Akhirnya mereka saling main salah-menyalahkan.
"Ingat, ya. Anak-anak. Ibu prihatin lagi. Jangan main-main deh, ya. Soalnya kamu udah kelas 9, kalo gak lulus sayang-sayang." Nasihat dari Bu Wahyuningsih sama seperti nasihat pak Mujari.
"Iya, bu. Siap." Aku menjawabnya.
"Kita mulai belajar peta dunia ya, anak-anak. Ibu harap hari senin pada bawa buku atlas." Kata Bu Wahyuningsih.
"Anfa, punya atlas?." Hanif bertanya padaku yang sedang ngelamun di tempat duduk. Beberapa menit aku belum menjawab pertanyaan Hanif. Entah, kenapa aku ngelamun tidak jelas.
"Oyy malah bengong." Hanif menabok pundakku dan membuatku terkesiap.
"Eh, iya. Kenapa Nif?" Aku baru sadar kalau Hanif lagi nanya soal atlas. "Punya atlas gak?" Hanif mengulangi pertanyaannya lagi.
"Punya, di rumah."
"Oh kirain gak punya, kalo gak punya Hanif kasih pinjem."
"Gue aja Nif. Gue gak punya atlas." Celetuk Adit.
"Yaudah. Senin Hanif bawa ya."
"MasyaAllah Hanif baek banget jadi orang." Aku memuji kebaikannya. "Semua orang di dunia itu baik, gak ada yang jahat." Kata Hanif yang selalu merendahkan diri.
...*...
Sudah pukul 09.55. lima menit lagi bel berbunyi pertanda istirahat.
"Anfa. Biasa kita di kelas aja." Kata Adit yang sedang memasuki buku ke dalam tas dan mengambil bekal dari dalam tas.
"Bebas, gue mah. Tapi bener sih gue males ke bawah."
"Ayok, anak-anak. Istirahat turun semua ke bawah." Sepertinya Bu Wahyuningsih mendengar obrolanku sama Adit.
Kringgggg!!!…
Bel istirahat berbunyi.
"Hanif sama Derry turun ke bawah. Anfa sama Adit di kelas kan?"
"Iya Hanif. Gue sama Anfa di kelas aja." Adit yang menjawab pertanyaan Hanif. Hanif dan Derry menuju ke bawah halaman sekolah untuk makan bekal istirahat. Sayup aku mendengar perkataan Bu Wahyuningsih di luar kelas.
"Lain kali. Jangan ke kantin lagi sebelum jam istirahat." Bu Wahyuningsih menegur kembali mereka berempat.
"Iya, bu." Jidan menjawabnya dengan singkat.
Hanya aku dan Adit yang masih di dalam kelas.
"Tiap hari aja, kita jangan turun ke bawah." Ujar Adit yang sedang membuka tempat makan.
"Pala lo tiap hari, ntar kalo ketauan pak Sigit bisa gawat." Mendengar jawabanku, Adit malah tertawa.
"Hahhaha. Kita kan penguasa sekolah." Seloroh Adit dengan mulut penuh nasi.
"Dah, dah. Makan dulu, kebiasaan lo makan sambilan ngomong." "Alhamdulillah." Ucapku sesudah makan dan minum.
"Buset lo cepet banget makannya."
"Berisik lo Dit. Udah lo abisin dulu tuh nasi."
"Udah kenyang gue, lo mau gak nih?"
"Gak, dah. Gue udah kenyang banget." Kataku sembari mengusap-usap perut.
"Waktu istirahat berapa menit lagi sih?"
"Selaw aja, Dit. Baru istirahat udah nanyain bel masuk." Adit melihat ke arah luar jendela. Sedangkan, aku menulis di secarik kertas apapun yang sedang aku rasakan.
"Lo nulis apaan tuh?" Tiba-tiba saja Adit menengok ke arahku.
"Gak. Gue lagi gabut aja." Aku buru-buru menutup kertas itu supaya tidak dilihat olehnya.
...*...
Waktu berakhir istirahat 10 menit lagi. Rupanya, Hanif dan Derry sudah menuju kelas lebih utama dari siswa yang lainnya.
"Heh. Heh. Kamu ngapain berdua mulu." Seloroh Hanif menunjuk ke arahku dan ke arah Adit.
"Biasalah. Ngapain juga turun ke bawah, mager gue." Tanggapan Adit yang asal jiplak saja. Aku hanya tertawa mendengar tanggapan Adit yang lelucon itu. Sedangkan, Derry seperti biasa, ia banyak diamnya seperti tidak bisa bicara.
"Horaaaaaaaaaaaaaaa." Sorak Jidan masuk ke dalam kelas.
"Berisik bego!"
"Ngapa sih, Dit. Suka-suka gue lah."
Kringggggg!!!…
Terdengar suara nyaring bel berakhirnya istirahat. Untung saja aku tidak turun ke bawah, jika aku turun ke bawah pasti rusuh di tangga.
"Abis nih, pelajaran siapa?"
"Pelajaran Pak Teguh Dit." Aku mengeluarkan buku paket ipa dan buku tulis.
"Ya, elah. Males banget gue pelajaran Teguh." Raut wajah Adit menunjukkan kalau dia enggan belajar ilmu pengetahuan alam. Sebenarnya, aku juga males pelajaran Pak Teguh. Pelajaran yang setiap kali membuat aku mengantuk.
Seperti biasa, bagian paling belakang meja. Jidan dan yang lain bermain kartu poker. Sambil menunggu Pak Teguh masuk kelas. Aku ikut nimbrung di bagian meja belakang.
"Assalamualaikum anak-anak." Baru saja aku menimbrung. Pak Teguh sudah masuk ke dalam kelas. "Kembali ke tempat duduk masing-masing."
Pak Teguh menjelaskan materi dengan keringat menguyupi pelipis. "Aduh... Kenapa gue ngantuk sih setiap pelajaran Pak Teguh?" Aku bertanya tidak dengan siapa-siapa. Entah, kenapa rasa kantuk menyerang. Tidak ada satupun materi yang masuk ke dalam logika. Sungguh aku tidak konsentrasi menangkap materi yang diberikan Pak Teguh.
"Anak-anak mulai senin besok kalian sudah pendalaman materi, tolong belajar yang baik." Pak Teguh memasukkan buku dan peralatan tulisnya ke dalam tas. Ternyata, aku baru sadar kalau pelajaran itu cuma 1 jam saja. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Aku, Adit, Derry, dan Hanif. Menuju ke masjid untuk siap-siap sholat Jum'at. Di bawah. Ternyata, sudah ada beberapa anak kelas lain yang sedang berebut mengambil wudhu.
"Buset. Tumben udah rame begini." Adit melihat tempat wudhu sudah ramai dikerebuti. Tempat wudhu menjadi rusuh. Banyak anak yang saling siram-menyiram air. Aku memutuskan untuk berwudhu di kamar mandi daripada harus berdorong-dorong dan siram menyiram.
Sesudah berwudhu aku langsung menuju dalam masjid. Karena, Adit, Derry, dan Hanif sudah lebih dulu ke dalam masjid.
"Weeeyyy. Anfaaa." Adit melambaikan tangannya. "Lo kok gak nungguin gue?" Aku menepuk pundak Adit.
"Lah. Lo wudhu di mana tadi?."
"Gue wudhu di kamar mandi. Soalnya, di tempat wudhu rusuh abis."
"Oh. Di kamar mandi. Gue kira lo udah duluan ke masjid tadi."
Waktu jumat sudah ingin segera dimulai. Ada beberapa guru yang sudah berada di masjid; Pak Teguh, Pak Sigit, Pak Mujari, dan bapak guru yang lainnya.
"Yang paling belakang coba tolong maju di shaf paling depan." Ujar Pak Sigit mengatur shaf barisan untuk sholat jumat.
Azan jumat mulai menghias jagat raya. Mataku mulai sayu kembali dan rasa ngantuk menyerang. Di sela-sela waktu khutbah aku tertidur.
"Woiii. Tidur." Aku terkesiap dengan suara yang tidak asing di dengar. Aku menoleh ke belakang ternyata suara itu suara Duta.
"Ah, elah. Lo ganggu aja sih." Kataku dengan nada kesal. Duta terkekeh melihat aku terkejut dan terbangun dari tidur. Sekarang tidak kuhiraukan lagi semua obrolan orang lain. Aku lanjut tertidur sembari menunggu waktu khutbah selesai.
...*...
Aku tertidur pulas. Sampai tidak sadar kalau khutbah sudah selesai.
"Oi. Oi. Bangun udah pengen sholat." Adit menggoyang-goyangkan badanku. Ia berniat membangunkanku yang tertidur pulas. Aku terbangun dan menggeliat dengan setengah sadar. Kupaksa berdiri walau harus sempoyongan. 'Allahuakbar Allahuakbar Asyahadu ala illahaillah wa asyahadu anna muhammadurasulullah hayya ala shollah hayya ala falah qad qaamatish sholah qad qaamatish sholah Allahuakbar Allahuakbar laaillahailallah' iqomah berkumandang.
"Anak-anak jangan bercanda lagi. Imam takbir, makmum ikut takbir." Kata Pak Sigit sebelum takbiratul ihram.
Aku sholat dengan khusyuk. Ada juga temanku yang lain. Sholatnya hanya seala kadarnya saja. Ada yang bercanda. Ada juga yang saling ngeledek.
Di sujud terakhir aku tidak terburu-buru karena aku selalu berdoa. Agar Allah memberikanku sebuah cinta di mana cinta itu hanya cinta kepada-NYA.
"Assalamualaikum warahmatullah... Assalamualaikum warahmatullah..." Ujar imam sholat. 'Alhamdulillah' Hatiku berbisik begitu. Mungkin terasa lebih ringan dari segala beban.
"Gaskuy. Langsung keatas."
"Lo gak liat tuh, Dit. Rame begitu masa mau dipaksain."
"Yaudah, entar dah. Tungguin agak sepi." Derry dan Hanif memaksakan diri untuk bergegas menuju kelas.
"Lah, itu Derry sama Hanif udah duluan aja."
"Diemin, aja dah. Gue males kalo rame." Kataku yang belum beranjak dari duduk.
"Nah. Ini baru udah gak rame, ayok ke kelas." Melihat kondisi yang sudah tidak memadat lagi. Aku menarik kerah baju seragam Adit.
"Buset. Lo narik-narik, entar baju gue melar." Adit menepis tanganku dari kerah bajunya.
Sampai di kelas aku lihat Derry dan Hanif sudah pakai sepatu. Di pundaknya sudah mengamblok tas yang bersiap-siap untuk pulang.
"Nonton bioskop ajalah, gue males dirumah." Kata Derry.
"Ayok, aja." Hanif setuju dengan perkataan Derry.
"Yok, yok. Bioskop. Dit, lo mau ikut kagak?" Aku mengajak Adit yang sedang memakai sepatu.
"Gak, dulu deh. Gue mau rebahan aja di rumah. Gue mager keluar." "Halah, lo emang tiap hari mageran, tukang rebahan." Selorohku dan Adit terkekeh mendengarnya.
"Yaudah, berarti kita bertiga doang nih?"
"Iya, Nif."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments