Hari pertama aku masuk sekolah SMK Walisongo Jakarta. Meski harus lewat zoom meeting. Masa pengenalan lingkungan sekolah. Memperkenalkan satu persatu nama siswa. Aku masih canggung berkenalan dengan lingkungan baru. Seusai aku perkenalkan nama dan asal sekolah. Kamera hp aku matikan dan mikrofon zoom meeting aku bisukan. Entah, masuk atau tidak pengarahan dari dewan guru. Yang terpenting aku sudah memperkenalkan diriku dan di mana asal sekolahku.
"Kok itu zoom didiemin?" Tanya Mama melihat aku merebah di lantai.
"Biarin aja. Lagipula, udah perkenalkan diri." Jawabku sembari terkekeh pelan. Mama hanya menggeleng kepala mendengar pendapatku yang cuek dengan daring.
"Ma. Mau makan, dong."
"Zoom meeting belum selesai. Udah minta makan."
"Ya, kan. Namanya orang laper." Aku cekikikan.
"Tuh. Lauknya ada di atas rak piring."
Biarkan saja dulu zoom meeting berbicara sendiri. Aku sekarang hanya ingin mengisi perut yang kosong-melompong.
"Sekian dulu perkenalkan lingkungan sekolah hari ini. Stay home semua anak-anakku." Ucap salah satu guru baru dari zoom meeting, yang tak kukenal namanya. Hatiku bersorak girang. 'Akhirnya selesai juga.'
"Udahan belum lo makannya?" "Cepetan. Gue mau cuci piringnya." Kata Afne membereskan piring kotor serta sendok, dan gelas.
"Bentar dikit lagi." Dengan cepatnya aku menyantap.
"Udah belum?" Tanyanya lagi.
"Bawel banget lo. Nih, piringnya." Aku menyodorkan Afne; piring, sendok, dan gelas yang sudah selesai kupakai.
"Mama mau keliling jualan dulu. Jangan pada berantem." Pamit Mama untuk menjemput rezeki. "Iya, Ma." Aku mencium punggung tangannya dan mendoakannya selalu dalam batin 'Ya Allah. Lariskanlah dagangan Mama.' hampir saja air mata ingin terjun ke pipi.
"Yaudah. Mama berangkat dulu."
"Iya, Ma." Ucapku dan Afne berbarengan.
...*...
'Anfa.'
'Oit. Kenapa, Rang?'
'Eh, btw. Bener kan nama lo Anfa?'
'Iya.'
'Besok ke sekolah bareng gue, ya.'
'Soalnya gue malu kalo sendiri.'
'Yaudah. Lo mau jam berapa berangkatnya?'
'Jam 7 an aja.'
'Yaudah. Jemput gue, ya.'
'Santuy.'
Aku dan Rangga, berangkat bareng ke sekolah baru. Sebenarnya, aku juga malu bertemu kawan baru. Tapi, ya, kita emang harus bisa bersosialisasi dengan lingkungan baru. Kusiapkan baju dan celana jeans serta hodie untuk dipakai besok hari. Aku ke sekolah hanya setor wajah saja pada teman-teman baru dan guru baru.
"Udah disiapin belum tuh, sepatu, tas sama baju buat besok?" Tanya Mama penuh perhatian.
"Udah, dong." Kataku cengar-cengir.
"Sekarang tidur, dah." "Besok kesiangan." Kata Mama yang sedang menyapu alas tidur.
"Iya, nih mau tidur." Aku rebahkan badan ini di alas tidur yang sudah disapu mama.
...***...
'Anfa.'
'Jadi bareng kagak?'
'Ayok, bareng. Soalnya, gue malu sendiri.'
'Sialan masih tidur lo?'
Room chat Rangga menimbun semua chat yang ada di WhatsApp. Aku tidak langsung membalasnya. Aku mengutamakan perut yang berbunyi lengking. Aku melongok tudung saji. Dan, membukanya. Aku menghirup-hirup aroma nasi goreng.
''Emmmm wangi betul nih nasi goreng. '' kataku tidak dengan siapa-siapa.
'Woi.'
'Cepetan udah siang ini.' chat dari Rangga yang tak langsung aku balas.
'Sabar. Gue prepare dulu.' kataku beralasan.
'Gila! Baru beres-beres. Yaudah, gue tungguin cepetan.'
'Yaudah tungguin, Rang.'
Setelah selesai sarapan nasi goreng yang menggoda. Aku menunggu Rangga di depan SMP yang penuh kenangan. Aku menatap gedung itu dengan sendu dan rindu semua yang sudah berlalu.
Dringggg!!!...
"Hallo."
"Anfa. Lo orangnya yang mana?"
"Gue di depan SMP Negeri 238 Jakarta."
"Oh. Iyaiya. Itu lo pake hodie, ya?"
"Iya. Oyyy Rang." Aku memutuskan telepon dan melambaikan tangan. Agar Rangga tau keberadaanku.
"Lo lama banget, Rang." Aku meninju pundak Rangga.
"Sialan. Gue kan gak kenal lo. Kan, kita baru kenalan." Aku hanya terkekeh.
"Yaudah. Cepetan naik. Nanti telat."
"Santay aja Rang. Cuma kenalan doang." Rangga cengar-cengir gak jelas.
"Anfa. Nanti abis pulang dari sekolah. Mau main dulu, gak?" Tanya Rangga melawan deru kendaraan.
"Ayok, aja." Aku manggut-manggut. Dan, Rangga melihat anggukanku dari kaca spion motor.
"Yaudah. Abis pulang sekolah, kita main."
"...Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh... Hai teman-teman. Nama saya Anfa. Asal sekolah saya di SMP Negeri 238 Jakarta. Cita-cita saya kelak menjadi penulis dan berdakwah di jalan Allah. Sekian perkenalan dari saya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..."
"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Ucap serentak teman baruku.
***
Aku, Rangga, Khadafi, dan Fazri; kami menginap di rumah Rangga. Memang sudah disepakati sebelumnya.
"Bergadang gak nih?" Tanya Rangga raut wajah cengengesan.
"Bergadanglah. Ya, kali gak bergadang." Sahutku.
"Patungan buat beli cemilan." Celetuk Khadafi.
"Sini. Sini. Duit lo pada."
"Nih, Fi." Aku mengeluarkan selembar uang dari kantong saku.
"Nih, Fi. Gue lebih banyak." Rangga bernada arogan.
"Ya, elah. Segitu doang. Paling banyak apaan?"
"Hahaha. Kasih paham Fa." Fazri terkekeh.
"Rangga emang begitu sikapnya."
"Yaudah. Lama banget. Beli buruan, gue laper nih." Kata Rangga yang semakin jengkel karena dihujat.
"Sabaran dikit jadi orang mah." Kata Khadafi membantah Rangga.
"Berisik amat lo ah."
"Lo ngapa sih, Zri. PMS?" Tanyaku pada Fazri yang emosi.
Rangga cekikikan. Dan, kami bertiga menunggu Khadafi yang sedang membeli cemilan untuk tengah malam nanti.
"Nih, cemilan." Khadafi melempar beberapa cemilan ke lantai.
"Busyetttt banyak bener. Lumayan, buat gue sendiri."
"Pala lo. Buat lo sendiri. Bagi-bagi lah." Aku menggeplak kepala Rangga.
"Hahaha. Plak aja dah tuh. Headshot." Ketawa kami girang sekali. Seakan lupa dengan masalah.
"Oh, iya. Gue lupa ngambil gitar." Rangga beranjak dari duduknya. Dan, mengambil gitar di dalam kamar.
"Yok. Gas. Mau nyanyi apaan?" Kata Rangga memangku gitarnya.
"Aku selalu bahagia
Saat hujan turun
Karena aku dapat mengenangmu
Untukku sendiri
O-o-oww..."
Kami bersama menyanyikan lagu Hujan-Band Utopia. Khadafi menggeleng-gelengkan kepalanya. Sangat menghayati makna lagu tersebut. Menggenjreng tanpa kenal waktu. Meski, sudah larut malam. Kami masih saja bernyanyi. Menikmati suasana malam bersama teman baru.
"Gue buka ya, cemilannya." Kataku mengambil salah satu cemilan di lantai.
"Iyaiya, buka aja Anfa. Emang buat dimakan kok." Sahut Khadafi.
"Tapi kalo Rangga gak usah makan." Sambung Khadafi. Dan, gelak tawa kami pecah seketika. Rangga menaikkan alisnya. Nampak kesal di mimik wajahnya.
"Ya, elah Rangga. Jangan baper begitu ah." Fazri menggoda Rangga.
"Woilah. Berisik lo pada. Ini mau nyanyi lagi gak?"
"Kagak dah, Rang. Gue udah capek." Mataku sudah mulai sayu.
"Yaudah. Gue taruh gitarnya, ya." Rangga kembali ke kamar untuk menyimpan gitar kesayangan dengan baik.
...*...
Hembusan angin pagi membabi buta. Aku menggigil hebat. Karena aku dan ketiga kawan baru, tidur di depan teras rumah Rangga. Pijar kuning belum menampakkan wajahnya. Terdengar suara cempreng ayam jago. Membangunkan warga setempat untuk aktivitas.
"Rang. Bangun udah pagi." Aku menggoyangkan badannya dan kukelitiki perutnya.
Rangga mengakak keras "Ah, sialan. Ngapa sih, Fa?"
"Bangun udah pagi." "Mending kita jalan-jalan pagi, Rang."
Rangga menggeliat "Ayok, dah. Bentar, ya. Gue cuci muka dulu."
Sembari menunggu Rangga. Aku membangunkan Fazri dan Khadafi yang masih merajut mimpi.
"WOIII. LO MAU IKUT GAK JALAN-JALAN PAGI." Teriakku pada kedua kuping Fazri dan Khadafi. Sontak mereka terkesiap.
"Pengeng kuping gue. Sialan lo." Khadafi menggosok daun telinganya. Sedangkan, Fazri kembali menempelkan kepalanya di bantal.
Khadafi menabuk pantat Fazri "Eh, bego. Mau ikut gak lo?"
Fazri mengusap-usap pantatnya "Sakit, Fi. Gak usah nabok pantat gue juga." Khadafi dan Aku tergelak keras.
Kami nongkrong pagi di sebuah jalan yang menyerupai jalanan puncak. Dedaunan menari ria, burung cakrawala sayup terdengar bernyanyi merdu.
"Fotoin gue dong, Fa." Kata Rangga menyodorkan hpnya.
"Yaudah, sini. Cepetan jangan pake lama." Kataku mengarahkan kamera hp. Dan, Rangga berancang-ancang untuk membuat gaya eksis yang kekinian.
"Lagi, gak?"
"Hahaha. Boleh, tuh."
Aku mengambil foto untuk kedua kalinya. Untuk gaya yang kedua, Rangga memeluk pohon layaknya selebgram.
"Udah, nih. Udah ganteng." Aku memujinya.
Rangga mengakak "Bisa aja, nih. Bang Anfa."
"Buset. Rangga melulu yang narsis. Ayoklah, kita foto bertiga." Kata Khadafi merampas hp Rangga dari tanganku.
Aku mengernyitkan dahi "Lah? Foto bertiga? Terus yang fotoin siapa?"
"Iya, juga, ya. Eh, bentar. Itu ada kaleng. Pake aja kaleng terus kita foto pakai kamera depan. Gimana? Pinter kan gue." Rangga membanggakan diri sendiri dan mimik mukanya seperti lagaknya orang sombong.
"Halah. Pret." Celetuk Khadafi, yang membuat kami tertawa.
"Yaudah. Ambil tuh kalengnya."
"Bentar, Bang Anfa." Rangga memungut kaleng bekas yang ada di bawah pohon rindang.
"Bentar, bentar. Gue pasang timer dulu." Rangga menyeting kamera hp dengan timer 10 detik.
"Siap-siap guys." Kata Fazri ancang-ancang gaya.
"1... 2... 3..."
"Cisssss." Kami bergaya sesuai keinginan sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments