Chapter 6

Derry membalas ledekan Adit dengan tatapan sinis.

"Au nih Derry diam aja daritadi." Hanif yang berusaha ikut mengganggu Derry.

"Gue masukin buku dulu ke dalem tas. Soalnya, dikit lagi udah mau pulang." Aku berberes sebelum bel berbunyi.

"Ayok anak anak beresin bukunya sebentar lagi akan bel pulang." Bu Susi meletakkan hpnya di meja.

Kringggggg!!!...

"Sebelum pulang, kita berdoa dulu." Kata Bu Susi dengan menengadahkan kedua tangannya.

"Aamiin."

"Langsung pulang ya, anak-anak. Jangan pake nongkrong-nongkrong." Bu Susi keluar kelas.

"Pulang bareng." Putra menarik tasku dari belakang.

"Yaudah, ayok daritadi lo lama." Kataku.

"Gue piket dulu tadi."

...*...

"Gak baik banget kan tidur sampe magrib begini. Bangun dulu. Bangun, sholat, abis tuh yasinan." Tidak habis-habisnya Uwa ngedumel. Aku merasa berisik. Akhirnya, aku memilih untuk bangun saja daripada kena omelan bertubi. Sebelum ke kamar mandi untuk berwudhu, aku duduk sejenak mengumpulkan nyawa agar stabil.

Beberapa menit nyawa sudah stabil. Langsung aku menuju kamar mandi untuk berwudhu. Aku siapkan sejadah dan sarung, kulihat jam dinding. Ternyata sudah pukul 18.25 WIB. Melihat jam hampir setengah 7 malam. Aku bergegas sholat karena mengejar waktu untuk yasinan bersama.

Sesudah selesai sholat. Aku langsung mengambil yasin dan teko air untuk kutaruh di depan sejadah. Kukirimkan arwah-arwah tahlil yang sudah mendahului. Terutama ayah dari kedua orang tuaku. Dan, tak lupa juga aku doakan kedua orang tuaku, terutama mamaku. Agar dia sehat selalu dan panjang umur dalam menjalankan ketaatan kepada Sang Maha Kuasa. Setelah mengirimkan doa untuk arwah. Aku langsung membaca surah yasin.

Surah yasin sudah selesai kubaca. Aku melanjutkan membaca surah Al-

Kahfi dari ayat 1 sampai 10.

"Shadaqallahul Adzim." aku mengakhiri ayat-ayat suci Al Qur'an. Aku tinggal menunggu adzan isya melepas ke angkasa. Sembari menunggu, aku mengambil piring dan sendok. Terasa sangat lapar. Karena, sedari pulang sekolah aku langsung tertidur tidak makan terlebih dahulu. Menyendok nasi serta lauk-pauk. Waktu makanku berteman hp dan TV. "Udah liat mata pelajaran belum?." Uwa bertanya di tengah aku sedang menyantap lauk.

Aku mengeleng kepala.

"Yaudah. Kalo belum liat mata pelajaran, jangan sampe lupa." Kata Uwa. "Abis makan langsung taruh di dapur piringnya, biar gak ada piring kotor."

"Iya, Selaw. Nanti ditaruh dapur." jawabku.

"Allahu Akbar... Allahu Akbar..." suara adzan isya mengaung ke angkasa. Aku istirahat sejenak untuk menurunkan nasi ke dalam perut.

Beberapa menit nasi sudah turun ke dalam perut. Aku langsung berwudhu untuk melaksanakan kewajiban sholat isya. Kubentangkan sejadah, dan kupakai sarung untuk langsung melaksanakan sholat isya.

Di sujud terakhir. Entah, kenapa aku mengeluarkan air mata. Serasa hidup ini amatlah pelik. Selalu kubermohon agar Sang Maha Penyayang memberikanku kekuatan, kesabaran, dan ketabahan untuk menjalankan terpa-terpi ujian hidup.

...*...

Alarm hpku mengusik alam mimpi, aku dibangunkan pukul 05.00 WIB. Mendengar suara alarm yang lengkingnya bukan main. Aku bergegas bangun dan berwudhu untuk melaksanakan sholat subuh.

Setelah selesai melaksanakan sholat subuh. Aku berdzikir dan tak lupa juga bersholawat kepada kekasih hati; Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam. Karena hari Jumatlah, hari yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak sholawat kepadanya (Rasulullah).

"Cepetan. Cepetan. Udah hampir mau jam 6. Mandi dah buruan." Uwa sudah mulai ngomel.

Selesai berdzikir, bersholawat, dan menengadah doa. Aku langsung memilih baju dalaman untuk didouble seragam sekolah. "Cepetan mandinya biar gak kesiangan." ujar Uwa memperiuh pagi buta.

"Baru banget masuk kamar mandi!" Teriakku dari dalam kamar mandi. Waktu menunjukkan sudah pukul 06.10. Melihat jam dinding aku langsung bergerak kilat agar tidak telat. "Nih sarapan dulu." Uwa menyodorkan sepiring nasi uduk untukku. Aku sarapanpun terburu-buru. Hampir saja tersedak.

"Nih, duit jajannya. Jangan jajan es!"

...*...

Sesampainya aku di halaman sekolah. Ternyata, sudah banyak yang datang. Aku tiba di sekolah pukul 06.25 WIB. Untung saja tidak terlambat.

"Tumben. Lo Anfa jam segini baru dateng?" Tanya Adit yang sudah datang terlebih dulu dariku.

"Iya, nih. Gue kesiangan bangunnya. Tapi santuy ae sih." Jawabku.

"Woi. Masuk. Masuk. Ada Pak Sigit." Kata Jidan yang mengendap-endap ketika melihat pak Sigit menuju ke kelas.

"Kok tadi pada di luar? Cepetan tadarusan dulu!" Tegas pak Sigit. "Yang gak tadarus, nanti bapak suruh turun ke bawah dan lari kelilingin lapangan!" Pak Sigit kembali kasih peringatan yang tegas. Tidak ada satupun penghuni kelas yang berani menjawab perkataan pak Sigit.

"Udah, woi pak Sigit udah ke bawah lagi dia." Ujar Fadil yang beranjak dari duduknya dan menuju ke luar kelas. Memang berkepala batu si Fadil. Sudah dibilang jangan keluar tetap saja dia keluar. Ia di depan kelas hanya berdua Jidan. Yang lain bertadarus, memang dua anak ini biang kerok kerusuhan.

"Woi. Woi. Masuk. Masuk. Ada Pak Sigit." Kata Fadil yang sedang duduk di luar kelas.

"Harus dibilangin berapa kali! Waktunya tadarus ya tadarus, jangan ada di luar kelas!" "Tadi siapa yang ada di luar kelas?!" Tanya pak Sigit bernada bentak. Teman satu kelas tidak ada yang mengaku, sampai Fadil dan Jidan pun tidak mengakui kesalahannya.

"Yang tidak ada yang mengaku, saya akan kenakan sanksi untuk kelas kalian!" Marahnya pak Sigit makin menjadi-jadi.

"Saya pak sama Fadil." Akhirnya Jidan mengakui kesalahannya.

"Sini kamu berdua." "Bapak sudah suruh kalau tadarus di dalam kelas saja, kenapa gak mau denger?!" Bentakan sangar Pak Sigit dan menjewer telinga Fadil dan Jidan. "Sekarang kalian turun ke bawah, lari kelilingin lapangan!" Jidan dan Fadil mengikuti perintah pak Sigit. Memang seharusnya begitu agar tanggung jawab atas perbuatannya. Aku diam saja di kelas sembari menunggu kedua temanku kelar dihukum.

"Batu sih, si Fadil sama Jidan. Kan, dia jadi kena hukuman dari Pak Sigit." Celetuk Adit.

"Haahaha. Biar dah dia yang kayak begitu." Aku menjawabnya dengan singkat.

Tidak lama kemudian Fadil dan Jidan sudah selesai menjalankan hukuman itu.

"Capek gak, Dil?" Tanyaku sambil terkekeh melihat wajahnya yang begitu berkeringat.

"Sialan. Lo pake nanya capek apa kagak, ya pasti capek lah." Kata Fadhil dengan napas yang terhengah-hengah.

Sudah menunggu lama kehadiran Bu Siahaan. Ternyata, ia belum tiba juga.

"Bu Siahaan gak masuk?" Tanyaku pada Hanif.

"Kayaknya sih, semoga aja." Hanif pun ikut berharap agar Bu Siahaan tidak masuk hari ini.

"Anfa. Lo udahan tugas gambar yang kemaren Bu Siahaan kasih?" Adit menanyakan tugas gambar padaku. Aku sendiri pun belum mengerjakannya.

"Beloman gue, gue mager."

"Bagus, bagus. Ini baru cees gue." Adit menepuk pundakku, seakan ia ada teman untuk dihukum nanti.

Hampir setengah jam Bu Siahaan belum masuk juga. Mungkin benar ia tidak masuk 'Alhamdulillah Bu Siahaan gak masuk jadi gue bisa bebas dari omelan' kata hatiku yang girang gembira.

"Percuma, banget.

Kalo gue ngerjain tugas gambarnya tadi malem." Kataku pada Adit. "Nahkan, emang begitu Bu Siahaan mah."

"Ntar mau langsung ke masjid?" Tanya Adit.

"Gak, tau dah. Liat dulu ntar ada gurunya apa kagak." Jawabku sambil memutar-mutarkan pulpen di jari.

Jam dinding kelas sudah menunjukkan pukul 08.30 pagi. Berarti benar Bu Siahaan tidak hadir hari ini. Sebentar lagi bel akan berbunyi pertanda ganti mata pelajaran.

"Kantin, gak?" Tawaran Zaki yang tiba-tiba mengajak ke kantin.

"Ayok aja gue mah, gaskuy." Jidan tidak ada kapok-kapoknya dengan hukuman. "Anfa, lo mau ikut gak?." Jidan menawarkanku, tetapi kali ini aku berusaha menolak tawarannya. Karena, aku tidak ingin kena hukuman.

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

like👍 dan hadiah bunga🌷buat karyamu.

2023-04-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!