Waktu sudah pukul 14.40 WIB. 20 menit lagi bel berbunyi untuk pulang. "Yailah ngerjain lo, Der?." Goda Jidan pada Derry yang fokus mengerjakan.
"Mungkin, Derry takut sial lagi, Dan." Aku membuat Derry kesal tapi tidak dengan si Jidan yang menertawakannya.
"Berapa menit lagi sih balik?"Tanyaku pada Hanif. Karena aku sudah merasa sangat lelah.
"10 menit lagi, Anfa." Mendengar kata Hanif. Aku langsung memasukkan buku-buku ke dalam tas.
Kringgggggggg…
"Akhirnya balik, yessss." Kata Jidan yang begitu nampak semringah.
"Anfa, ayo balik bareng." Kata Putra teman rumah yang berbeda kelas denganku.
"Ayo."
Di tengah perjalanan pulang aku gak kuasa menahan dahaga. Karena, tenggorokan terasa kering. Untung saja aku masih ada sisa uang saku.
"Put. Bentar, gue beli es dulu."
"Beliin gue dong." Ujar Putra.
"Lo rasa apaan, Put?."
"Teajus melati aja."
"Bu. Es teajus melatinya dua, ya." Kataku pada ibu penjual es.
"Siap. Tunggu ya, Dik."
"Ini, Dik. Esnya." Ibu itu memberikan dua es yang kupesan.
"Makasih ya, bu."
"Sama-sama, Dik."
"Anfa. Thanks, ya, esnya."
"Santay aja, Put."
"Gue duluan ya, Anfa."
"Iya, Put. Hati-hati." Rumah Uwa memang searah sama rumah Putra. Namun, hanya beda gang saja.
"Assalamualaikum." Aku membuka pintu dan rumah nampak sepi tidak ada siapa-siapa. Aku langsung membuka baju dan menaruh tas ke tempatnya.
"Nah. Aa pulang dari kapan?" Tanya Uwa.
"Baru balik."
"Yaudah, tuh makan. Lauknya ambil sendiri di kulkas."
Aku langsung membuka kulkas dan mengambil lauk. 'Oh ini yang namanya berjuang, capek juga ya' aku membatin sembari menyendok nasi ke piring makan.
"Baju udah dimasukin mesin cuci belum?" "Tadi jajan apaan aja?" Berbagai pertanyaan dari Uwa.
"Baju udah dimasukin mesin cuci. Tadi jajan somay sama beli minum." Aku menjawab pertanyaan bertubi-tubi dari Uwa, penuh nasi di mulut. "Udah, ah. Orang lagi makan diajak ngomong."
"Yaudah. Abis makan tidur dah, istirahat."
Abis makan aku tidak langsung tidur, aku main game sebentar karena ingin santai sejenak. Hari ini aku merasa sangat lelah, tetapi mau gimana lagi itulah masa pahit untuk menggapai masa depan. Tak lama bersilam rasa kantuk menyerangku, tak tahan rasa hingga akhirnya aku tertidur. "Tidur juga tuh anak." Sayup terdengar celoteh Uwa, ketika melihatku tertidur.
...***...
Adzan maghrib terdengar nyaring, aku langsung dibangunkan dari mimpi. "Bangun, bangun. Sholat, pamali tidur magrib ntar bisa gila." Omelan dari Uwa. Akupun tidak menghiraukan omelannya. Karena aku ngerasa sangat ngantuk.
"Aduh siapa sih yang narik-narik kaki." Setengah sadar aku mengatakan hal itu, karena memang benar yang menarik kakiku itu Uwa.
"Sholat dulu. Abis sholat, belajar. Abis belajar, makan. Abis makan, baru tidur lagi." Perkataannya yang tidak aku dengarkan karena nyawaku belum sepenuhnya ngumpul. Setelah beberapa menit aku menunggu nyawaku stabil. Aku langsung ke kamar mandi untuk berwudhu.
"Nih. Nih. Sejadahnya." Kata kakak sepupu sembari memberiku sejadah.
Selesai sholat aku belajar untuk hari esok, dan menata mata pelajaran hari esok. Setelah sudah selesai belajar aku tanya lagi ke Hanif lewat chat untuk memastikan ada tugas atau tidak.
'Assalamualaikum, Hanif. Besok ada tugas gak?'
'walaikumsalam, Anfa. Kayaknya gak ada deh, tadi udah Hanif cek.' Melihat balasan chat Hanif membuatku senang karena hari ini aku bisa tidur lebih awal waktu.
"Jangan tidur sebelum makan." Ujar kakak sepupu yang bawelnya sama seperti Uwa.
"Nanti dah tidurnya nanggung isya." Aku lihat jam dinding ternyata sudah mendekati isya. Sembari menunggu waktu isya, aku makan malam demgan mata yang asik menonton TV di ruang tamu. Akhirnya adzan isya berkumandang. "Alhamdulillah. Sudah masuk waktu isya." Senang hati karena masih diizinkan bertemu dan berkeluh kesah di hadapan Allah. Aku selesaikan makan malamku lebih dulu, sebelum berwudhu.
"Udah makan, belum?" Tanya Uwa datang dan entah darimana ia pergi.
"Udah, barusan abis makan." Kataku. Langsung aku berwudhu untuk melaksanakan kewajibanku.
"Udah tuh siapa lagi yang mau wudhu?" Tanyaku pada penghuni rumah.
"Kak Irna, Aa yang mau wudhu." Jawab Kak Irna, Kakak Sepupu. Kubentangkan sejadah dan kupakai sarung dengan hati gembira dan khusyuk dalam melaksanakannya.
Seusai sholat terasa beban terasa ringan.
''Ya Allah. Ya Rabbku. Lancarkanlah usaha dan kerja kerasku untuk membahagiakan Mamaku.'' Dalam doa setetes air mata mengalir terjun di pipi. Karena, memang keinginanku untuk membahagiakan seorang Ibu. Hanya seorang Ibu satu-satunya wanita yang ikhlas merawatku. Sedangkan, aku ditinggal lama oleh seorang Ayah. Dengan tekad dan keyakinan aku tetap berusaha untuk mencapai apa yang kumau. Air mata masih saja menjerembab pipi hingga aku paksa untuk mengusap air mataku. Aku tidak mau satu orangpun yang melihat air mataku kecuali Allah.
"Yaudah, tidur dah. Kan udah belajar. Udah makan. Udah sholat." Kata Uwa yang membuatku tergeragap, untung saja ia tidak melihatku menangis di kala aku berdoa tadi. Aku mengambil bantal untuk tidur. Entah kenapa untuk hari ini aku ingin sekali tidur awal waktu. Biasanya aku tidur larut malam. ''Bismillahirahmanirahim Bismika Allahuma Ahya Wabismika Amut'' tanpa menunggu lama rasa kantuk semakin menjadi-jadi. Akupun langsung tertidur menyiapkan stamina untuk hari esok sekolah.
...***...
"Pagi, Pak." Sapaku ramah pada satpam sekolah.
"Pagi, juga. Semangat." Kata pak satpam. Aku langsung menuju kelas. Di koridor kelas, aku lihat Hanif yang sedang duduk.
"Eh, Hanif. udah dateng aja."
"Iya, Anfa. Hehe."
"Di kelas aja, Nif." Aku mengajak Hanif untuk di kelas saja. Karena belum ada siswa yang datang, kecuali aku dan Hanif.
"Hanif bawa bekal?" Aku bertanya sedikit kepo.
"Bawalah. Kan udah biasa." Lalu aku melihat dari balik balkon sekolah. Ternyata, di bawah lapangan ada Adit yang baru saja datang.
"Nif. Hanif. Ada Adit tuh lebih enak kita kagetin." Usul usilku kumat. Aku berselindung di balik pintu kelas.
"Siap-siap. Nanti kalau Adit udah dekat, Hanif kasih kode." Kata Hanif yang sedang memantau Adit. Hanif juga ikut nimbrung mengusili Adit.
"Anfa. si Adit otw ke atas." Teriak Hanif di depan bangku panjang yang berada di depan kelas. Tidak lama kemudian Adit menuju kelas.
"Dorrrrrr." Melihat Adit tergeragap. Aku dan Hanif tertawa dan terbahak-bahak hingga tidak hiraukan Adit yang nampak marah.
"Gak usah kayak gitu. Woi. Masih pagi udah usil aja."
"Yaudah, sih. Maaf. Hahahaha." Aku yang masih saja tertawa.
"Di depan kelas aja dah. Di kelas gue bete." Adit keluar kelas mungkin ia masih kesal sama ulahku. Aku, Hanif, dan Adit. Kami menunggu yang lain datang dan duduk di teras depan kelas.
"Woy." Sapa Duta anak kelas sebelah.
"Orang punya nama." Sahutku.
"Udah kayak preman pasar Woy. Way. Woy." Celetuk Adit yang membuatku tertawa lepas untuk kedua kalinya.
"Derry belum dateng?" Tanya Duta sembari melihat sekeliling kelasku.
"Belum. Biasa dah, dia mah ngaret." Jawabku yang membuat Duta tertawa.
"Eh. Eh. Itu Derry. Panjang umur kita lagi omongin dia dateng." Adit melongok balkon dan menunjuk ke arah lapangan.
"Oh, iya tuh." Kata Hanif dan Duta.
"Pagi, Derry ganteng." Lagi dan lagi aku meledek temanku sendiri.
"Dih. Najis." Derry yang nampak geli ketika aku bilang ganteng.
"Yaudah. Gue ke kelas duluan ya. Soalnya, udah mau bel masuk." Pamit Duta.
"Selamat pagi, anak anak." Datang Bu Siahaan dengan wajah yang bengis bak raja rimba.
"Pagi, Bu." Aku dan teman sekelasku menyapanya kembali.
"Siapkan buku gambar. Hari ini kita gambar alam. Ingat, pensilnya dibedakan, untuk gambar pakai pensil B bukan 2B!" Tegasnya yang membuat teman sekelasku merasa takut.
"I-iya Bu." Jawab teman sekelasku. Aku dilanda kelimpungan, ketakutan, dan kepanikan yang teramat sangat. 'Aduhh gue harus mulai darimana dulu nih' aku membatin dan dipenuhi keringat di pelipis, jujur saja aku tidak begitu pandai menggambar.
"Anfa. Lo ada pensil B lagi, gak?" Adit meminjam pensil B padaku dengan wajah yang panik sama sepertiku, untung saja pas Adit menyampar ke tempat dudukku, Bu Siahaan sedang keluar kelas.
"Gak ada lagi, Dit." Aku berkata apa adanya.
"Hanif. Ada pensil B lagi gak?"
"Nih. Nih. Ada Dit. Cepetan balik ke tempat duduk nanti Bu Siahaan dateng."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments