Mata kuning keemasan milik anak laki-laki itu terbuka dengan lebar, nafasnya tersengal-sengal dan keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.
Anak itu lalu bangkit dan duduk di ranjang besar miliknya, ia merasakan rambut merahnya sedikit basah akibat karena keringat dinginnya.
Anak itu, Pangeran Blaze langsung memperhatikan keadaan sekitarnya, membuat dia menyadari kalau dirinya berada di kamar miliknya, bukan berada di tempat yang ada di mimpinya baru saja ia alami.
Sambil menenangkan diri, dia mulai mengingat-ingat mimpi yang barusan ia alami. Di mimpi itu dia merasa berada di altar persembahan Dewa Matahari, dengan banyak orang di sekitarnya yang entah kenapa ia tidak bisa mendengar apapun meski terlihat jelas mereka sedang berteriak-teriak akan sesuatu.
Dia juga melihat salah satu podium terlihat Ayahnya dan kedua Kakaknya, Castor dan Helios yang terlihat sudah lebih dewasa juga seorang gadis berambut merah dan bermata kuning keemasan, mirip dengannya, Ayahnya dan juga kedua Kakaknya?
Belum lagi, Blaze melihat tatapan dari Ayah dan kedua Kakaknya itu tampak begitu dingin dan seolah tidak memiliki perasaan. Hati Blaze seketika mencelos. Kenapa ia begitu sakit ketika melihat Ayah dan kedua Kakaknya memiliki ekspresi seperti ini? Kenapa?
Blaze juga memperhatikan, seorang gadis yang diikat dengan rantai di altar dengan kayu-kayu di sekitarnya. Hati Blaze langsung shock ketika melihat sosok gadis itu begitu mirip dengan adik perempuannya, Vivi yang terlihat lebih dewasa.
Hatinya kembali mencelos saat melihat Vivi versi dewasa itu hanya menggunakan gaun kotor nan lusuh juga compang-camping. Belum lagi luka-luka yang terlihat di sekitar wajah dan tubuh Vivi membuat Blaze ingin menangis. Siapa?! Siapa yang berani membuat adiknya seperti ini?!
Ia lalu menatap podium dimana Ayah dan kedua Kakaknya berada, mereka... Mereka pasti bisa menghentikan kegilaan ini! Ya, mereka pasti akan menyelamatkan Vivi!
Namun hal itu hanya sebuah harapan belaka, kali ini Blaze melihat Ayah dan kedua Kakaknya masih memiliki tatapan yang sama dengan sebelumnya, namun kali ini ia melihat awan hitam yang begitu pekat mengelilingi tubuh mereka.
'a--apa itu...?' pikir Blaze.
Blaze lalu membuka mulutnya lebar-lebar, mencoba berteriak ke arah Ayah dan kedua Kakaknya namun hasilnya nihil. Suara miliknya tidak keluar sama sekali.
Tapi ia melihatnya, sosok gadis yang berada di sebelah Ayahnya yang pada awalnya terlihat cantik sekarang ia terlihat begitu menakutkan dengan seringai yang begitu mengerikan. Blaze merasa tidak bisa melakukan apa-apa untuk memanggil Ayah dan kedua Kakaknya yang terselimuti oleh asap hitam pekat di sekitar tubuh mereka lalu kembali ke arah Vivi.
Matanya terbelalak lebar saat ia melihat sosok dirinya yang terlihat lebih dewasa sambil membawa obor dengan api besar yang menyala-nyala.
Terlihat sosok Vivi dewasa yang berteriak namun Blaze tetap tidak mendengarnya. Sampai akhirnya ia melihat dirinya sendiri versi dewasa yang menyeringai penuh kepuasan sambil mengayunkan obor yang ada di tangannya.
'Tu--tunggu dulu!' teriak Blaze namun suaranya tidak kunjung keluar.
'HENTIKANNNNN!!!!!!!'
Obor di lempar dan saat mengenai altar persembahan, langsung saja api besar sosok Vivi dewasa.
Air mata deras jatuh di mata Blaze. Ia menghampiri altar yang sudah terbakar hebat, mencoba untuk menyelamatkan Vivi. Tapi semuanya percuma. Tubuhnya sekarang tidak bisa menyentuhnya. Bahkan rasa panas api pun tidak ia rasakan. Tubuhnya seakan menembus semua benda itu.
'Kenapa... KENAPAAAA???!!!!' Teriak Blaze dengan penuh rasa penyesalan karena ia merasa tidak berguna menjadi seorang Kakak. Ia tidak bisa menyelamatkan sosok Vivi dewasa, malah ia yang telah membakar sosok Vivi dewasa itu dengan tangannya sendiri.
Ia lalu langsung menoleh ke arah dirinya sendiri versi dewasa dengan amarah yang memuncak, tapi Seketika ia tertegun ketika melihat sosok dirinya yang dewasa itu.
Dia... Menangis...
Meski masih dengan seringai penuh kepuasannya, matanya terus mengeluarkan air mata dan Blaze menyadari ketika ia melihat ke arah mata sosok dirinya yang lebih dewasa, terlihat kesedihan dan penyesalan yang mendalam.
"Maaf..." Sebuah suara yang pelan terdengar lirih dan begitu terasa menyedihkan dan itu berasal dari sosok Blaze yang lebih dewasa.
"Maafkan aku... Vivi..." Lirih Blaze dewasa yang lalu menundukkan kepalanya dengan rasa penuh penyesalan.
"Tolong... Selamatkan kedua Kakak kita..." Lanjut Blaze dewasa lagi.
Blaze terdiam, apa maksudnya ini? Selamatkan kedua Kakak... Apa yang di maksud adalah Castor dan Helios? Tapi dari apa?
Seketika Blaze menyadari sesuatu dan melihat ke arah podium. Matanya menatap tidak percaya dengan apa yang Ia lihat sekarang. Terlihat Ayah, Castor dan Helios, juga gadis yang tidak ia kenali menyeringai mengerikan. Seolah mereka sangat puas dengan kematian Vivi ini. Belum lagi asap hitam di sekitar mereka semakin pekat. Membuat Blaze merasa begitu ketakutan.
Blaze pun merasa ada yang sedang menatapnya dengan dalam dan saat ia menoleh, ia melihat sosok dirinya yang lebih dewasa tengah menatapnya dengan tatapan yang tampak penuh dengan rasa sedih dan penyesalan juga ketidakberdayaan.
"Kumohon..." Lirih Blaze dewasa itu, "Jangan biarkan mereka masuk dalam keluarga kita... Selamatkan Kak Castor dan Kak Helios dari mereka berdua..."
"Mereka berdua? Apa maksudmu?! Kenapa kau malah membakar adikmu sendiri?!" Teriak Blaze, Namun ia langsung terkejut saat suaranya kembali.
Blaze dewasa hanya tersenyum miris, "Karena tidak ada cara lain... selain mengulangi semuanya..."
"Mengulangi... Semuanya...?" Ulang Blaze dengan penuh kebingungan.
Namun tiba-tiba saja pandangan matanya kembali menatap ke arah podium dan ia melihat ada seorang wanita yang ia kenal. Itu adalah pelayan pribadi Ayahnya, tapi kenapa ia memakai Mahkota Permaisuri?! Bukankah mahkota itu harusnya di pakai oleh Ibunya seorang?!
Dan seketika Blaze melihat mata dari wanita pelayan itu berubah menjadi merah darah, begitu juga dengan gadis berambut merah yang sebelumnya memiliki warna mata kuning keemasan yang sama dengannya. Mereka berdua juga menyeringai mengerikan dan setelah itu Blaze langsung membuka matanya, terbangun dari mimpi buruknya.
Air mata mulai turun dari mata kuning keemasan milik Blaze. Kenapa...? Kenapa dia bermimpi yang sangat buruk seperti ini? Dan kenapa mimpinya ini terlihat begitu nyata dan bahkan sampai sekarang Blaze masih mengingat jelas semua yang ada di mimpinya itu?
Sosok dirinya yang lebih dewasa juga yang tega membakar adik kesayangannya sendiri, walau awalnya ia juga terlihat kejam seperti yang lain, tapi pada akhirnya hanya dia yang tampak menunjukkan kesedihan dan penyesalan yang begitu mendalam.
Tidak ada cara lain? Mengulangi semuanya? Apa maksud dari semua itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments