Setelah selesai melepaskan rasa rindu, Ranti pun membangkitkan tubuhnya dari dada sang ibu, kemudian dia membetulkan rambut yang terlihat acak-acakan, matanya dipenuhi dengan cairan kebahagiaan, lebih basah dari air mata yang sudah berlalu.
Ranti menarik napas dalam, kemudian menghempaskannya dengan perlahan, seolah sedang mengatur rasa haru yang bercampur dengan rasa pilu yang memenuhi dadanya.
"Ambu......, tolong maafkan saya.....!" ucap Ranti dengan suara parau.
"Ambu Maafkan cantik, Ambu Maafkan lahir dan batin! ya sudah sekarang kita tidak boleh bersedih lagi, jangan terlalu lama terlarut dalam sengsara, karena sekarang Nyai sudah bertemu lagi dengan orang tua, berkumpul lagi dengan Abah dan ambu." jawab Ambu ya yah sambil menyeka air matanya.
"Terima kasih banyak ambu....!" ucap Ranti seolah kehabisan pembicaraan padahal setiap kali dia bertemu dengan kesedihan kedua orang tuanyalah yang selalu dia panggil untuk menemani kesedihan itu. namun sekarang lidahnya terasa kelu, terasa berat, ketika mau mengeluarkan unek-unek yang berada di dalam hatinya. padahal masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang berada di dalam dirinya. Sebenarnya Ranti ingin mengungkapkan semua unek-unek yang sudah lama ia tahan dalam relung jiwa.
"Ambu....., Ayo bawa anak Kita keluar, Kasihan orang-orang yang sudah lama menunggu." Ujar Mbah Abun yang terdengar tegas karena dia ingin segera cepat mendapatkan keputusan Siapa saja orang yang berhak mendapatkan hadiah dari sayembara yang ia buat.
"Abah dalam keadaan yang seperti ini, kita jangan terlalu memikirkan kepentingan orang lain Seharusnya kita lebih memikirkan tentang keadaan anak kita."
"Sebabnya?"
"Lah, kenapa harus nanya sebab segala. ya karena Ambu yakin si nyai masih merasa capek, seperti orang yang baru sehat, dari sakit yang sudah lama. Jadi jangan dibawa keluar sekarang, takut anak kita belum kuat menerima semua kenyataan yang akan dihadapi. kasihan anak kita Abah! biarkan dia istirahat terlebih dahulu." jawab Ambu Yayah yang tidak setuju dengan apa yang disarankan oleh suaminya.
Karena memang benar, pikiran Ranti masih belum seutuhnya kembali, masih belum sanggup menghadapi urusan-urusan yang akan menguras pemikirannya. harusnya Ranti beristirahat dulu minimal dalam jangka waktu sehari.
"Tapi." sanggah Mbah Abun.
"Tapi apalagi Abah?"
"Masalah ini sangat berat, masalah ini harus cepat diselesaikan. takut terjadi keributan yang tidak diinginkan lagi, takut mereka bertarung kembali."
"Kenapa Abah sangat bodoh, Kita sebagai pihak penyelenggara, jadi semua kendali ada di pihak kita. kalau kita memberikan keterangan yang bisa dimengerti oleh mereka, Ambu yakin mereka akan paham. dan yang perlu Abah ketahui, urusan orang lain bisa ditunda terlebih dahulu. masa iya, mereka tidak mau mengerti karena Abu yakin mereka punya pikiran. coba Abah pertimbangkan terlebih dahulu, sebelum mengambil keputusan." jawab Abu Yayah yang tetap tidak setuju Kalau Ranti dihadapkan dengan masalah yang sedang dihadapi mereka.
Mbah Abun tidak menjawab, dia berpikir agak lama seolah sedang menimbang baik buruknya saran yang diberikan oleh sang istri. Setelah lama berpikir semakin terpikir hingga Akhirnya dia pun mengangguk-anggukan kepala seperti menemukan jawaban dari permasalahan yang sedang dihadapi.
"Iya benar ambu!"
"Benar apanya Abah?" tanya Ambu ya yah yang sejak dari tadi memperhatikan gerak-gerik sang suami.
"Iya benar, keputusan buat orang lain kita bicarakan besok saja, Maksudnya kita memberikan jawaban siapa orang yang akan menjadi pemenang sayembara kita tunggu sampai besok. sekarang yang terpenting adalah anak kita harus sehat terlebih dahulu, baik rohaninya ataupun jasmaninya. begitu Bukan maksud ambu?" jawab Mbah Abun sambil membalas tatapan istrinya.
"Iya begitulah maksud Ambu juga Abah!"
"Ya sudah ayo!"
"Ke mana?"
"Kita berkumpul lagi dengan mereka kita Jelaskan keputusan kita."
Setelah menyelesaikan musyawarah, akhirnya Mbah Abun pun membangkitkan tubuh lalu keluar dari kamar diikuti oleh Ranti yang di gandeng oleh Ambu Yayah seolah kedua wanita itu tidak mau dipisahkan kembali. ditambah rasa kangen mereka yang masih belum terlepas seutuhnya, karena keadaannya yang tidak memungkinkan.
Sesampainya di tengah rumah, ketiga orang pun duduk berdampingan disaksikan oleh belasan pasang mata yang masih menantikan keputusan, ditambah Mereka ingin tahu keberadaan Ranti sekarang setelah berbulan-bulan pergi dari rumahnya karena berubah menjadi babi ngepet.
"Para hadirin yang saya hormati, Malam ini saya minta kesaksian para bapak-bapak dan para ibu-ibu yang hadir di tempat ini. karena malam ini Abah sudah berhasil menemukan anak saya yang bernama Ranti yang sekarang sudah berada di rumah dengan keadaan selamat." ujar Mbah Abun yang terlihat membanggakan diri, sambil menunjuk ke arah Ranti yang duduk di sampingnya.
"Alhamdulillahirobbilalamin. saya juga ikut merasa bahagia soalnya Neng Ranti sudah selamat sudah kembali ke rumah seperti hari-hari biasanya. saya tidak menyangka ternyata beginilah kejadiannya," tanggap Zuhri sambil terus menatap ke arah Ranti yang membuatnya terlihat Salah Tingkah, hingga dia pun tidak berani mengangkatkan kepalanya, dia hanya bisa menundukan seperti orang yang sedang berkumur dengan kebingungan.
"Oh ini orang yang bernama Ranti, tapi babi jadi-jadian itu ke mana?" tanya Wira keponakannya Surya Jaya sambil celingukan, meminta jawaban dari pertanyaannya.
"Lah kamu ternyata sangat bodoh Wira.....! kalau kamu bodoh sudah jangan banyak bacot, Berisik.....!" jawab Galih sambil membulatkan mata, pembicaraannya sedikit mengejek.
"Apa salahnya kalau aku bertanya, karena menurut orang tua juga. kalau bodoh itu harus alewoh, jangan bodoh katotoloyo. artinya kalau tidak tahu harus menanyakan karena memang begitulah kenyataannya. bukan begitu aki?" jawab Wira sambil melirik ke arah aki Tardi meminta bantuan untuk membelanya.
"Benar Ujang, itu sangat benar sekali. kalau kita bodoh, koplok, kita harus mau bertanya. datangnya ilmu itu bukan dari perut sendiri, tapi ilmu itu datang dari manusia yang lain. dengan jalan bertanya ilmu kita akan bertambah, Begitu juga dengan pengetahuan." jawab aki Tardi membuat Galih terdesak, matanya terlihat mendelik kemudian menggigit bibir, seolah sedang menahan amarah tapi dia tidak berani berbicara kembali.
"Jang Wira sebenarnya masalah ini tidak harus diterangkan kembali, karena seharusnya Ujang sudah bisa mengerti seutuhnya. Tapi tidak ada salahnya kalau dijelaskan kembali, agar bisa lebih dimengerti. namun dalam masalah ini harus ada izin dari Mbah Abun, karena beliaulah yang memiliki peranan." jawab Mang Zuhri memberikan keterangan terhadap Wira matanya melirik ke arah Mbah Abun, seolah meminta persetujuan.
"Begini Jang Wira Begitu juga dengan semua hadirin yang hadir di rumah Abah. dalam masalah ini Abah tidak berani menyembunyikan sesuatu, Abah akan berbicara dengan sejujur-jujurnya. karena sudah begini jadinya, sudah disaksikan oleh khalayak ramai." jawab Mbah Abun yang mengerti dengan isyarat yang diberikan oleh Zuhri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments