Khayal Ranti kembali terbang membayangkan wajah Eman yang sangat ketakutan, ketika melihat Surya Jaya mengeluarkan pisau belati, membuat babi itu menarik nafas dalam, merasa takut tidak bisa bertemu lagi dengan pemuda yang sudah singgah di hatinya.
"Mau diapakan babi ini mang?" tanya Galih setelah sampai berada di hadapan Ranti.
"Mau diapakan Bagaimana Jang, sudah jelas babi ini kita akan bawa ke kampung Ciandam untuk disetorkan ke bah Abun. tidak mungkin kan kalau kita sembelih, Lagian dagingnya juga najis, hahaha." jawab Saiful tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Yah Mamang suka ngelantur aja, maksudnya babi ini mau dibawa Seperti apa, karena tidak mungkin kan kalau harus dituntun seperti si Surya Jaya, nanti babi ini bisa ngamuk atau menyeruduk kita."
"Oh begitu, bagaimana ya Jang?" ujar Saipul sambil mendudukkan tubuhnya di hadapan sang babi, matanya terus menatap ke arah Ranti, seolah ingin puas menatap hewan yang sudah lama dia cari.
"Yah Mamang malah duduk, Bukannya bantu saya mikir Bagaimana cara membawanya?"
"Sebentar Jang istirahat dulu, karena kalau membawa babi itu sangat mudah."
"Caranya?" tanya Galih.
"Kita tinggal cari bambu buat pikulan, nanti tinggal masukkan saja ke tali yang berada di kakinya, lalu tinggal bawa ke kampung Ciandam."
"Kalau dicolok seperti itu, Nanti dia bergerak-gerak Mang, Mending kalau kita tidak terpental, Bagaimana kalau terpental dan terluka, itu sangat berbahaya."
"Ya sudah, kita buat tali bambu, lalu untuk tambahan ikatan nanti kita bisa ikat tubuhnya kepikulan, agar kakinya tidak sakit." jawab Saiful memberikan saran
"Ya sudah ayo kerjakan Mang....!" jawab Galih yang sudah tidak sabar dengan segera, dia pun memindai area sekitar beruntung tidak jauh dari tempat dia berdiri ada rumpun bambu tali. dengan segera dia pun menebang pohon lalu membuat tali untuk mengikat tubuh Ranti.
Setelah selesai membuat apa yang mereka butuhkan, Galih dan Saiful pun mendekat kembali ke arah Ranti, tanpa membuang waktu kedua orang itu mengikat dada dan perut sang babi, di atasnya disimpan bambu lain untuk pikulan, persis seperti babi jarah hasil dapat berburu.
Mendapat kenyataan yang seperti itu, membuat Ranti semakin merasa sedih, harga dirinya semakin jatuh karena Galih sebenarnya sudah tahu bahwa babi yang berada di hadapannya, bukan babi jarah, bukan babi hutan, melainkan babi ngepet, babi beranting yang aslinya adalah seorang manusia bernama Ranti.
Tapi kenapa Galih tega berbuat seperti itu, menyamakan diri Ranti dengan babi hutan, tapi walaupun begitu Ranti tidak bisa berbuat banyak, dia harus menerima dengan semua kenyataan yang pahit ini, soalnya Dia sangat sadar bahwa wujud yang sekarang bukan wujud manusia yang sempurna, melainkan wujud babi.
"Ayo Mang, kita bawa ke kampung Ciandam....!"
"Siap Jang, tapi kalau bisa nanti jangan langsung ke rumah Mbah Abun."
"Lah kenapa emang Mang, terus kalau tidak dibawa ke rumah Mbah Abun mau dibawa ke mana Babi ini?"
"Yey, bukan begitu Jang....! kalau bisa kita tahan dulu saja di rumah Ujang."
"Bentar, bentar....! kenapa bisa seperti itu, apa tujuannya Mang?" Tanya Galih yang semakin tidak mengerti
"Karena kita harus meyakinkan dulu janji sayembara yang dibuat oleh Mbah Abun."
"Sebabnya?" tanya Galih sambil menatap penasaran ke arah Saipul.
"Sebabnya Siapa tahu saja Bah Abun mengingkari janji yang dia buat, kalau sudah mendapat Kepastian yang sesuai dengan sayembara yang diembarkan, baru kita serahkan babi ini, begitulah Jang! Bagaimana mengerti?" jelas Saipul yang terlihat khawatir, seperti orang yang sangat ketakutan tidak jadi mendapatkan hadiah dari pekerjaan yang ia kerjakan.
"Oh begitu.....! kalau begitu saya mengerti Mang. tapi...," ucap Galih seperti kebingungan, karena dia merasa berat ketika mendengar saran Saipul yang mau menyimpan terlebih dahulu babi ngepet di rumahnya.
"Tapi apa Jang?" tanya Saipul sambil menatap ke arah Galih.
"Resikonya sangat besar Mang, ketika menyimpan babi ini di rumah. Bagaimana kalau ada orang yang merebut, Bagaimana kalau babinya kabur...?" jelas Galih mengungkapkan kekhawatirannya.
"Mamang juga sangat mengerti dengan resiko itu Jang. tapi itu bisa kita akali, bisa kita siasati, biarkan Nanti Mamang Yang akan menjaganya, daripada kita menanggung kerugian tidak dibayar itu akan lebih menyulitkan, sudah bekerja keras tapi tidak membuahkan hasil."
"Oh kalau begitu.....! ke kampung ciandamnya kita harus menunggu waktu malam."
"Iya benar begitu, tapi tidak harus susah..."
"Kenapa emang mang?" tanya Galih sambil menatap ke arah Saipul.
"Lihat kerupuk Barat, eh. Keupuk barat matahari sudah berada di sana, mungkin sebentar lagi akan bersembunyi ke balik gunung."
"Oh iya, yah...! Ya sudah ayo kita berangkat," ajak Galih sambil bangkit dari tempat duduknya, begitupun dengan Saipul yang mengikuti.
Sebelum melanjutkan pekerjaan, mereka pun menepuk-nepuk baju yang sudah tidak berbentuk, karena sudah sangat dekil dan dipenuhi banyak sobekan. setelah merasa bersih kedua orang itu mengambil pikulan bambu yang ada di punggung sang babi ngepet. hingga akhirnya tubuh Ranti pun terangkat digotong oleh Galih dan Saiful.
Setelah pikulan berada di pundak masing-masing, kedua orang itu mulai melanjutkan perjalanan dengan santai, karena memang sengaja seperti itu. agar nanti ketika sampai ke rumah sudah agak gelap, supaya tidak diketahui orang lain dan tidak menimbulkan buah pikiran yang baru.
Sedangkan makhluk yang berada di dalam gotongan, dia tidak berani membuka matanya, tidak mau melihat kenyataan yang membuatnya merasa Getir dan menakutkan. semilir angin kecil menimbulkan suara kemerosok dan kemeresek, di sahuti oleh burung-burung kecil yang terlihat loncat-loncat di ranting-ranting pohon, seperti sedang mencari penginapan. dari kebun bambu sudah terdengar grapung yang saling menyahuti, seperti sedang menyemangati Galih agar cepat sampai ke rumahnya.
Sedangkan langit kala itu tidak terlalu jelas, matahari saja hanya terlihat sebagian, cahayanya tidak terlalu terang tertutup oleh awan hitam yang menggulung, dari sebelah Selatan seperti mau hujan besar. sedangkan Galih dan Saipul mereka terus berjalan sambil menggotong babi ngepet menuju Kampung Ciandam, dengan membawa hati yang sangat bahagia karena perjuangan selama berbulan-bulan sudah membuahkan hasil, mereka terus menjauh dari tempat pertarungan dan penyiksaan Surya Jaya.
~
Setelah kepergian Galih dan Saipul, terlihat ada sosok bayangan yang keluar dari tempat persembunyian. sudah sekian lama dia memperhatikan orang yang bertarung, namun dia tidak berani ikut campur, bahkan ketika tadi melihat Surya jaya disiksa dia hanya terdiam sambil gemetaran, merasa takut melihat kengerian yang sedang terjadi.
"Benar apa yang diutarakan oleh Bapak, ketika kita mengikuti sayembara kita harus memiliki ilmu yang persegi. baik dari ilmu lahir maupun batin, tidak cukup hanya mengandalkan keberanian dan keinginan, tapi harus mempunyai keahlian, banyak pengalaman, banyak memakan asam manis kehidupan, karena ternyata beginilah kenyataannya sampai-sampai Mang Surya Jaya tersiksa seperti itu. kasihan kamu mang Surya, Semoga Mamang tidak sampai meninggal, sabar...! sebentar saya akan menolong Mamang," gumam hati orang itu. ternyata setelah diperhatikan orang itu adalah Wira anaknya Pak Ustad, keponakannya Surya Jaya yang dulu Sudah berjanji akan mengikuti mamangnya dari kejauhan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments