Bab 8. Galih Sampai

"Mang Saipul...! nah ini Kampung Ciandam, Sebentar lagi kita akan sampai di rumah saya," ucap Galih yang terlihat mengajak berbicara.

"Syukur kalau begitu, kalau sudah sampai kita beristirahat terlebih dahulu, karena Mamang sudah tidak kuat dengan rasa capek," jawab Saipul sambil menyeka keringat yang memenuhi wajahnya.

"Orang-orang Ciandam akan terlihat melongo karena saya sudah berhasil menangkap babi jadi-jadian. orang Ciandam akan merasa iri, dengki, terhadap saya Mang. soalnya saya akan menerima hadiah yang luar biasa dari Mbah Abun."

"Iya benar, tapi jangan sampai lupa dengan janjinya, Ujang. hanya menginginkan Neng Ranti saja, karena uang padi serta kambing itu bagian Mamang kan?"

"Hahaha, ya nggaklah Mang...! masa iya saya mau ingkar janji."

"Iyalah, Mamang sangat percaya. ya sudah ayo buruan Mamang sudah capek nih...!"

Mereka terus menapaki tanjakan, hingga akhirnya sampai di jalan yang datar. jalan itu lumayan besar karena sudah masuk ke kampung Ciandam, sehingga mereka pun sangat leluasa ketika berjalan walaupun keadaannya sangat gelap.

Namun baru saja beberapa saat melangkah, tidak disangka dan tidak diduga. tiba-tiba banyak orang yang loncat dari tempat persembunyiannya, langsung menyerang Galih dan Saiful tanpa ampun.

Bugh...! bugh! bugh! Bugh...! bugh! bugh!

Wala...! wala....! aduh....!

Satu tamparan tepat mengenai wajah Galih, disusul dengan serangan selanjutnya. begitupun dengan dahi Saiful yang tak luput dari tinjuan orang yang tidak mereka kenal. karena keadaan waktu sudah sangat gelap, sehingga membuat kedua orang itu terperanjat kaget tidak ada bandingnya, karena mereka tidak menyangka akan ada serangan mendadak seperti itu.

Galih dan Saipul Belum sadar dengan kejadian yang menimpa, karena tubuh mereka berdua terlihat ambruk, kemudian disusul dengan serangan-serangan selanjutnya. ada yang memukul, ada yang meninju, ada yang menampar, ada juga yang meludahi. bahkan terasa ada tarikan di rambut Galih, membuat kepalanya mendongak ke belakang.

Sedangkan pikulan yang tadi dibawa oleh Galih dan Saiful direbut dengan paksa, sehingga babi itu terlihat bergelayun membuat Ranti terlihat meringis, menahan rasa sakit akibat tali yang mengikat tubuhnya. dia merasa semakin tersiksa mendapat pengalaman yang seperti itu.

Tapi orang-orang yang merebut, mereka tidak merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ranti. mungkin mereka tidak peduli karena terdengar suara sorak sorai penuh kebahagiaan.

"Babinya dapat Woi.....! babinya dapat.....!"

Hore.....! hore....! hore......!

Prok....! Prokk! Proooook!

Orang-orang terdengar berteriak histeris mengungkapkan kebahagiaan, karena sudah bisa merebut babi ngepet itu. terlihat mereka saling berebut, saling ingin menunjukkan kepedulian, ingin menuliskan nama sebagai pemenang sayembara.

Sedangkan Surya Jaya dan wira, mereka hanya terlihat terdiam sambil melongo, soalnya mereka tidak menyangka kejadiannya akan seperti itu. lama kelamaan Surya Jaya pun sadar, dia merasa Sayang kalau babi itu jatuh ke tangan orang lain.

"Hai saudara....! tunggu dulu sebentar, jangan dulu berangkat....! tunggu, tunggu.....!" teriak Surya Jaya mengingatkan, dengan segera dia pun mengikuti orang yang sedang menggotong babi, bahkan Wira pun terlihat mengikuti.

Tapi sayang para pemuda setempat yang diketuai oleh Daus, sedikitpun mereka tidak memperdulikan pembicaraan Surya Jaya. babi itu terus digotong dibawa menuju ke rumah Mbah Abun, sambil terus bersorak-sorai seperti habis pulang dari medan perang, membuat Surya Jaya semakin ketakutan jantungnya terasa berdegup kencang nafasnya terlihat memburu.

"Wira bagaimana ini?" tanya Surya Jaya seolah menyalahkan keponakannya.

"Mang, mang ayo kita ikuti....!" jawab Wira yang terlihat tenang, padahal hatinya merasakan hal yang sama dipenuhi dengan ketakutan dan kekhawatiran, takut babi itu dimiliki oleh Daus dan teman-temannya.

Rombongan orang-orang yang menggotong babi terus berjalan menuju rumah mbah Abun, Surya Jaya berlari tidak mau jauh dari orang yang menggotong. Namun sayang dia tidak bisa tenang berjalan, karena banyak orang yang membuang, mendorong, menyikut, agar dia menjauh. Surya Jaya terus menggerutu, namun tidak ada seorangpun yang memperdulikan.

Sedangkan Galih dan Saiful mereka masih belum sadar dengan keadaan yang menimpa dirinya, mereka merasa seperti berada di dalam impian, roh halusnya belum terkumpul, badannya sakit tak bisa dirasakan, kepalanya terasa sakit, keadaan sekitar terasa berputar. lama merasakan Pedihnya siksaan, Akhirnya Saipul bangkit sambil memijat-mijat kening untuk menyamarkan rasa sakit.

"Haduh, Sebenarnya ini Ada apa Jang?" tanya Saipul yang memindai area sekitar, namun sayang keberadaan Galih tidak terlihat, karena waktu sudah mulai gelap. "Kamu di mana Jang? Mamang di sini nih!" ujar Saipul tangannya terlihat gelagapan, mencari keberadaan sahabatnya, persis seperti orang yang hilang penglihatan.

Galih yang belum sadar dengan keadaan yang menimpa dirinya, dia pun terdengar mengaduh menahan rasa sakit yang keluar dari sekujur tubuh. dengan perlahan dia pun mulai membuka mata, lalu memindai area sekitar yang tak nampak.

"Mang, mang Saiful......!" Panggil Galih memberi tanda.

"Iya Jang, Mamang di sini, kamu di mana?" tanya Saipul dengan suara parau, karena walau bagaimanapun dia sudah sadar dengan apa yang menimpanya, mungkin kalau dia masih kecil dia akan terlihat menangis uring-uringan sambil guling-gulingan.

"Di sini mang, dada saya sakit Mang, ada yang meninju."

"Apalagi Mamang Jang, ada orang yang menarik ikat pinggang sampai kancingnya terlepas, sekarang tidak bisa dikancingkan terus melorot. kira-kira Siapa orang itu, rasanya kita tidak punya urusan dengan mereka, kenapa orang-orang itu mencari keributan dengan kita?"

"Iya saya juga heran Mang, Padahal kita tidak memiliki dosa apapun terhadap mereka, tapi kenapa mereka menyerang kita. dasar kejam, dasar tidak memiliki rasa peri kemanusiaan....!" jawab Galih masih tetap meringis menahan rasa sakit. dengan perlahan dia pun membangkitkan tubuhnya lalu duduk memijat pundak yang terasa mau patah.

"Benar memang kata pepatah Jang, tidak ada Hidup Yang untung dari pekerjaan yang enteng, semakin besar keuntungan yang didapat semakin besar pula Resiko yang ditimbulkan. sesuai dengan peribahasa orang tua kalau mau sukses harus bekerja keras, karena ternyata memang susah kalau mengharapkan keberuntungan dari hasil sayembara, buktinya beginilah kenyataannya." Adu Saipul yang mengungkapkan penyesalan yang memenuhi dada.

"Sudah tidak boleh berbicara seperti itu, karena kita bukan tidak ada rezeki, kita sudah berusaha semaksimal mungkin. bahkan sudah beberapa kali kita bertemu dengan babi ngepet itu, tapi ini terlalu besar cobaannya, bahkan rezeki yang sudah ada di depan mata bisa lenyap seketika."

Mendapat jawaban dari galih Saipul tidak berbicara lagi, namun otaknya terus bekerja ingin mencari tahu siapa orang yang sudah tega melakukan kejahatan terhadap dirinya, Sampai berani merebut milik orang lain.

"Jang...!" Panggil Saiful Setelah lama berpikir.

"Iya kenapa Mang?"

"Ujang berada di sebelah mana?"

"Di sini Mang?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!