"Haduh.....! Maafkan saya Mang, saya mengaku memang pengecut, tidak punya keberanian dipenuhi dengan ketakutan, tidak punya pengalaman dalam bidang beladiri hingga tidak memiliki keberanian, takut kena celaka yang lebih berat, Soalnya kalau tadi saya keluar membantu Mamang untuk bertarung, pasti nasib saya tidak akan jauh berbeda dari Mamang, yang akhirnya kita bisa celaka semuanya Kalau sudah seperti itu, kira-kira siapa yang mau menolong Mamang. tapi kalau seperti ini akan ada salah seorang yang selamat bisa menolong Mamang yang terkena musibah. nah, begitulah pemikiran saya Mang," jawab Wira yang terlihat pandai ketika ia berbicara, Namun sayang untuk bertarung Dia tidak memiliki keberanian.
"Iya benar Mamang sangat mengerti, Terima kasih atas pertolongannya....! Tapi kecelakaan yang Mamang alami bukan hanya kecelakaan anggota tubuh, karena ada lagi kecelakaan yang lebih besar, yang lebih menyakitkan hati."
"Kecelakaan apa itu Mang?" tanya Wira sambil menatap penasaran ke arah pamannya.
"Si Gogi yang tadinya sudah berada di genggaman Mamang sekarang direbut oleh orang lain. Mamang tuh sedih Wira, sedih banget....! rezeki yang sudah tinggal menelan tiba-tiba direbut oleh orang lain. mungkin kalau Wira tadi membantu, Mamang yakin Mamang tidak akan mengalami kecelakaan seperti ini."
"Ah, kenapa harus bersedih hati seperti itu Mang, yang terpenting sekarang Mamang sudah selamat. Apa salahnya kalau babi itu Mamang rebut kembali, tapi jangan menggunakan cara yang kasar, takut nanti kita celaka lagi."
"Terus harus bagaimana dong Wira?" Tanya Surya Jaya yang terlihat penasaran.
"Harus menggunakan ini Mang," jawab Wira sambil menunjuk ke dahinya.
"Mamang sangat setuju dengan pemikiranmu Wira, tapi bagaimana caranya menggunakan akal itu, Coba tolong kamu kasih saran buat Mamang, karena Mamang merasa bodoh, sudah tua, tidak bisa berpikir. kalau otak Mamang digunakan, rasanya suka pusing dan mual," Tanggap Surya Jaya yang terlihat setuju.
"Dua orang yang tadi menyiksa Mamang, kita ikuti. kita cari tahu ke mana tujuannya."
"Terus bagaimana?" tanya Surya Jaya sambil menatap dekat ke arah keponakannya.
"Kalau sudah diketahui arah dan tujuannya, kita dahului mereka untuk mencari orang yang mau membantu kita."
"Lanjutnya?"
"Apa?" tanya Wira yang mungkin tidak mendengar suara Surya Jaya.
"Lanjutnya, kalau kita sudah bertemu dengan orang lain, bagaimana.....?" tanya Surya Jaya yang mempertegas pertanyaannya.
"Oh maaf Mang, lanjutnya kita ajak mereka bekerja sama, barang siapa yang mau membantu kesusahan kita, akan menerima bagian dari hadiah yang dijanjikan oleh Mbah Abun. Nah, kalau sudah begitu nanti kita sama-sama merebut babi itu, sedangkan kedua orang yang tadi Kalau perlu kita siksa sampai tak berdaya, seperti apa yang sudah mereka lakukan terhadap Mamang."
Mendengar penjelasan dari keponakannya, Surya Jaya pun terdiam seperti Sedang berpikir, menimbang baik buruk saran yang diberikan oleh Wira. hati kecilnya tidak setuju dengan apa yang disarankan oleh Wira, karena dia tidak mau membagi-bagi hadiah kepada orang lain, ingin dimakan sendirian. setelah berpikir lama mencari jalan yang lain, tapi Surya Jaya tidak menemukan, hingga akhirnya dia pun melirik kembali ke arah Wira.
"Bagaimana Mang?" tanya keponakannya yang sejak dari tadi menunggu jawaban.
"Ya sudah kalau begitu, Ayolah....! tapi sama siapa kita akan meminta tolong."
"Tenang Mang, saya sudah tahu tentang Kampung Ciandam, ketika Mamang menyuruh saya menemui Bah Abun, Saya pernah bertemu dengan pemuda yang bernama Daus. bahkan darinya, saya bisa menemukan keterangan tentang sayembara, karena dia sendiri sudah mengikuti sayembara ingin memiliki babi aneh yang tadi dibawa oleh kedua orang itu."
"Lah kok gitu?"
"Lah kenapa Mang?"
"Celaka Wira, kalau meminta bantuan sama orang seperti itu."
"Ah, jangan bodoh Mang, Kita akalin saja kalau babi itu sudah berpindah tangan lagi sama kita, apa salahnya kalau kita ringkus semuanya, jadi tetap kita berdua lah yang jadi pemenangnya."
Mendengar penjelasan Wira, Surya Jaya pun terdiam berpikir kembali, kepalanya terasa pening tapi keinginannya dan semangatnya tidak kendor sedikitpun, dia ingin merebut kembali babi yang sudah berpindah tangan kepada Galih, hingga akhirnya dia pun menyetujui kembali apa yang disarankan oleh keponakannya, tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.
"Bagaimana Mang?"
"Ya Sudah, Ayolah kita berangkat sekarang, nanti kita ketinggalan jauh, soalnya mereka sangat cepat ketika berjalan....!"
"Ayo!"
Tanpa menunggu jawaban dari Surya Jaya, kedua orang itu pun bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan mengikuti ke arah Galih dan Saipul pergi. walau mereka berdua tidak mengetahui kemana babi itu akan dibawa, tapi mereka sangat yakin bahwa babi itu akan dibawa ke Kampung Ciandam.
Dua orang berjalan dengan tergesa-gesa, bahkan terlihat beberapa kali berlari melewati jalan terobosan karena mereka ingin cepat sampai ke tempat tujuan, sesekali mereka masuk ke kebun Ilalang yang sangat rimbun, meloncati selokan-selokan kecil yang menjadi rintangan.
Ketika Surya Jaya dan keponakannya sampai di tepian sawah, terlihatlah ada dua orang yang sedang menggotong babi. Wira sangat hafal dengan wajah dan postur tubuhnya, dia sangat yakin bahwa orang itu adalah Galih dan Saiful.
"Tuh mang, mang....! kita Akhirnya bisa menyusul," ujar Wira sambil menunjuk ke arah orang yang sedang berjalan di Jalan Sawah.
"Iya benar ternyata mereka sangat lambat seperti keong. Ya sudah ayo kita Jangan membuang waktu, kita dahului mereka."
"Ayo, jalannya ke sini aja Mang, kita ikuti selokan yang ini nanti kita naik ke kebun kopi. Jadi kita bisa memotong Kompas agar bisa cepat sampai ke Kampung Ciandam."
"Ya sudah, ayo....!"
Akhirnya kedua orang itu meloncati selokan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Wira, agar bisa cepat sampai ke tempat tujuan, ingin cepat bertemu dengan pemuda yang hendak dimintai tolong.
Keadaan semakin lama semakin sore, bahkan matahari sudah bersembunyi di balik gunung, awan hitam dari sebelah selatan menggumpal semakin tebal, Deru suara angin menerpa pohon bambu membuat suasana sore itu tidak indah sama sekali.
Lama berjalan, akhirnya Surya Jaya dan keponakannya sudah sampai ke pinggir Kampung, mereka terus berjalan dengan tenang tidak menunjukkan orang yang sedang tergesa-gesa. akhirnya mereka pun tiba di salah satu warung sehingga Surya Jaya dan wira memutuskan untuk berhenti untuk beristirahat di warung itu, yang kebetulan sedang sepi, tidak ada orang yang jajan.
Tanpa berpikir panjang, kedua orang itu pun masuk ke dalam warung, mereka duduk di bangku panjang yang terbuat dari bambu yang sudah disediakan bagi para pengunjung.
"Mau minum apa saudara?" tanya kakek-kakek penjaga warung dengan ramah, layaknya para pramuniaga pada umumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments