Bab 14. Menolong Saipul

Aki Tardi terus memijat-mijat tubuh Saipul hingga membuat orang-orang yang menyaksikan merasa kesal, karena usaha aki Tardi ketika mengobati tubuh Saipul lumayan sangat lama, bahkan dari wajah sepuh itu terlihat keringat yang bercucuran karena dia mengeluarkan seluruh kemampuan baik lahir maupun batin, karena sangat ingin menolong orang yang sedang berada dalam kesusahan.

Lama kelamaan terlihatlah kaki Saipul bergerak dengan perlahan, jari jemari tangannya terlihat sedikit bergoyang, hingga dia pun menarik nafas dalam, dengan segera aki Tardi pun memijat urat-urat yang kaku, dipijat dengan perlahan dan penuh kehati-hatian, sesuai dengan ilmu yang ia punya.

Hachim!

Saiful pun mengeluarkan bersin, kemudian dia berbalik sambil bergumam, namun matanya tetap terpejam. melihat kenyataan yang seperti itu membuat Galih merasa kasihan, soalnya dia sudah bisa merasakan kesetiaan Saiful ketika membelanya, bahkan Galih sudah menganggap Saiful sebagai orang tuanya.

"Mang....! yang kuat Mang...! yang sabar, yang kuat.....!" ujar Galih dengan suara paraunya, kemudian dia pun mendekat lalu membantu memijat-mijat kaki sahabat yang sudah dianggap sebagai bapak, matanya yang mengembun terus menetap ke arah wajah Saiful yang masih terpejam.

Zuhri dan orang-orang yang berada di situ mereka merasa heran kenapa Galih bisa kenal dengan Saipul, karena menurut pengetahuan mereka Galih tidak memiliki saudara seperti itu, wajah Saiful terasa asing karena baru pertama kali mereka lihat, apalagi Saipul baru pertama kali pula datang ke kampung Ciandam.

Namun meski begitu, Zuhri sudah bisa memastikan bahwa Saipul datang ke rumah Mbah Abun berbarengan dengan Galih, tinggal memikirkan Surya Jaya dan Wira, Apakah mereka berada di pihak mana.

"Alhamdulillah, Akhirnya bisa tertolong." gumam aki Tardi yang terlihat bahagia karena sudah bisa menyelamatkan satu nyawa, meski yang awal sudah gagal.

Mata Saipul yang awalnya tertutup perlahan-lahan mulai terbuka, tangannya terlihat gelagapan seperti sedang mencari pegangan. dengan segera Galih pun memegang tangan itu lalu menggenggamnya dengan begitu erat, seperti orang yang benar-benar takut kehilangan.

"Mang, Mang Saiful....! ini saya Galih Mang," ujar Galih dengan suara Parau, merasa tidak tega dengan apa yang terjadi kepada sahabatnya.

Namun sayang orang yang ditanya tidak menjawab, hanya matanya saja yang bergerak ke arah datangnya suara. mata itu menatap agak lama seperti sedang mengingat-ingat kejadian yang sudah terjadi, mengumpulkan roh-roh halus yang masih berceceran di alam bawah sadar.

"Jangan Ditanya terlebih dahulu jang Galih, Biarkan saja dia istirahat...! nanti juga dia akan mengingat semuanya." ujar aki Tardi memberikan jawaban sekaligus mengingatkan.

Mendengar keterangan seperti itu, Galih tidak berbicara kembali. namun dia tetap menggenggam tangan sahabatnya seperti tidak mau jauh dari Saiful, ingin membalas semua kesetiaan yang sudah dikorbankan olehnya.

Sedangkan aki Tardi, dia menggeserkan tempat duduknya bergeser ke arah Wira. dia mulai memijat menyusuri dadanya, dipegang pergelangan tangannya. ternyata menyembuhkan Wira tidak terlalu lama karena Wira tidak mengalami siksaan yang berat, hanya ditampar dan dipukul beberapa orang, itupun cuma sekali. jadi dia hanya mengalami luka yang biasa, sehingga ketika baru dipijat sebentar saja Wira sudah terlihat bergerak menyadarkan diri.

Mata Wira mulai terbuka, Bahkan dia terlihat bangkit hendak duduk, namun dengan segera aki Tardi menahan lalu menekan dadanya, agar Wira tetap berbaring.

"Aduh, haduh. Awas Mang.....! Awas goloknya lepas....! awas, aduh, aduh, Halah, haduh....!" Gumam Wira yang terdengar mengiba, suaranya dipenuhi dengan ketakutan, tangannya terlihat bergerak-gerak mencari pegangan. dengan segera aki Tardi menangkap tangan itu lalu memegangnya dengan agak sedikit kuat.

"Istighfar Ujang....! Jangan terbawa yang tidak tidak. Ujang harus sadar, Ujang harus ingat sama Allah Subhanahu Wa Ta'ala. sudah Jangan berpikir yang lain-lain, Tenangkan diri Ujang!" ujar aki Tardi menenangkan, sambil mengusap wajah Wira dengan perlahan, mulutnya terus berkomat-kamit seperti sedang melafalkan mantra.

Aneh tapi nyata, tubuh Wira yang tadinya terlihat beringas seketika lemah tak berdaya. tubuh itu terbaring kembali seperti kehabisan tenaga, wajahnya terlihat pucat pasi, nafasnya sangat memburu seperti orang yang sudah berjalan jauh.

"Alhamdulillah yang dua orang masih bisa tertolong, Biarkan saja mereka beristirahat terlebih dahulu. sebentar lagi juga mereka akan sadar dengan keadaan sekitar," ujar aki Tardi sambil menggeserkan tempat duduk mendekati dinding, mungkin ingin menyandarkan tubuh karena pinggangnya terasa sangat pegal.

Wajah sepuh itu terlihat sangat lemas, karena sudah mengeluarkan ilmu lahir dan batin untuk menolong Wira dan Syaiful. orang-orang yang duduk di dekat dinding mereka bergeser memberikan tempat agar aki Tardi  bisa beristirahat nyaman.

Sementara waktu di di tengah rumah mbah Abun terasa sangat sepi, seluruh pasang mata menatap ke arah tiga orang yang masih terbaring. sedangkan di luar masih terdengar suara jangkrik yang saling bersahutan dengan suara katak, dari kejauhan sesekali terdengar suara anjing yang menggonggong di aloki dengan suara burung hantu yang terdengar dari atas pohon manggis.

Tak lama setelah itu, Saipul yang sejak dari tadi ditemani oleh Galih Dia terlihat membangkitkan tubuh, bibirnya terlihat meringis menahan rasa sakit, matanya terlihat bergerak-gerak memindai area sekitar Tengah rumah mbah Abun. dahinya terlihat mengkerut soalnya pandangan itu tidak terlalu jelas, banyak orang yang tidak ia kenal, Bahkan dia belum tahu kenapa dia berada di tempat itu.

"Mang Saiful, Mang Saiful, sudah sadar Mang?" tanya Galih yang terlihat sedikit bergetar.

"Sejak kapan mamang jadi orang gil4 Jang, dari awal kita bertemu, Mamang sudah waras," jawab Saipul dengan wajah datarnya.

"Hei, bukan begitu maksudnya Mang, soalnya Mamang baru saja siuman dari pingsan."

"Oh pantesan saja Mamang lupa dan merasa Aneh kenapa tiba-tiba berada di tempat seperti ini dan ditonton oleh banyak orang," jawab Saiful tanpa mengubah raut wajahnya.

Mendengar pembicaraan mereka berdua, orang-orang pun terdengar tertawa merasa lucu dengan jawaban Saipul, sehingga mereka tidak sadar mereka menertawakan orang yang baru saja selamat dari kecelakaan.

Suara tawa itu seketika terhenti karena melihat Saipul yang terlihat celingukan, merasa kaget karena pembicaraannya banyak yang menertawakan.

"Yang tenang Mang, sekarang kita sudah berada di kampung Ciandam, bahkan kita sudah berada di rumah mbah Abun. tapi permasalahannya belum selesai, soalnya masih ada peserta yang belum sadarkan diri."

"Siapa yang masih belum sadar itu Ujang?" tanya Saipul sambil menatap wajah Galih.

"Tuh orang itu, pemuda yang dulu pernah bertemu ketika kita mencari babi ke kampung cipelang. namun saya masih merasa aneh Mang kenapa dia tiba-tiba berada di sini berbarengan dengan Surya Jaya," jawab Galih sambil menunjuk ke arah Wira yang masih terbaring.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!