bab 4. Menolong Surya Jaya

Wira yang sudah lama mengikuti dia menyaksikan dengan kepalanya sendiri semua yang dilakukan oleh pamannya, mulai dari menyiksa Eman sampai menuntun babi dan dibegal oleh Galih dan Saiful, Wira menyaksikan semua itu tidak ada yang terlewat. Tapi dia tidak bisa berbuat banyak karena ketakutannya yang sangat besar.

Wira terus mendekat ke arah Surya Jaya, dipenuhi dengan kehati-hatian dan kewaspadaan. takut Galih dan Saipul kembali dan memeregokinya. Beruntung kedua orang yang dia takuti sudah pergi jauh meninggalkan tempat itu hingga akhirnya dia pun sampai di rumpun tebu timbarau, di mana Surya Jaya terkapar. terlihat dengan jelas bahwa tubuh itu sudah terkulai lemas, seperti sudah tidak memiliki nyawa, membuat jantung Wira terasa berdegup kencang, tidak sanggup membayangkan apa yang terjadi terhadap pamannya.

Dengan segera Wira pun menghampiri tubuh itu, lalu berjongkok di samping pamannya. Mata Wira terus memindai sekujur tubuh Surya Jaya, mulai dari atas rambut sampai telapak kaki untuk menebak Apa yang sedang dialami oleh orang yang ada di hadapannya. sementara waktu dia hanya terdiam tanpa melakukan apa-apa.

"Mang, mang, mang....!" Panggil Wira sambil menggoyangkan tubuh pamannya dengan perlahan.

Mendapat sentuhan seperti itu, tubuh Surya Jaya pun tersentak kaget, matanya yang tertutup mulai terbuka dengan perlahan, kemudian mata itu memindai area sekitar mencari arah datangnya suara, hingga akhirnya tatapan itu terhenti Di wajah Wira, membuat hati Surya Jaya yang sudah hilang harapan untuk selamat sekarang berkobar kembali.

Surya Jaya menatap keponakannya sedikit agak lama, di satu sisi Dia sangat senang, di satu sisi Dia sangat heran. senang karena harapan untuk Selamat sudah di depan mata, heran kenapa keponakannya berada di tempat itu, bak malaikat penolong yang dikirimkan oleh sang pencipta.

Lama-kelamaan Surya Jaya pun menggerakkan tubuhnya, memberikan isyarat bahwa dia ingin terbebas dari ikatan yang membelenggu. karena ketika dia meminta tolong dengan perkataan Surya Jaya tidak bisa, sebab mulutnya masih disumpel dengan dedaunan.

"Sabar Mang....! sebentar saya akan menolong Mamang. jangan banyak bergerak nanti tertusuk pohon tebu timbarau," ujar Wira yang mengerti dengan apa yang diinginkan oleh pamannya. dengan segera dia pun mengeluarkan golok dari pinggang, lalu mengiris tali pengikat yang ada di tangan dengan penuh kehati-hatian, takut melukai kulit Surya Jaya.

Bret....! bret....! bret.....!

Seketika tali pengikat tangan Surya Jaya terputus hingga tangan itu bisa bergerak seperti biasa, tanpa membuang waktu dia pun mengambil dedaunan yang menyumpal mulutnya, tanpa menyisakan sehelai pun sehingga dia merasa lega karena nafasnya bisa bebas.

Mata Surya Jaya melirik kembali ke arah Wira kemudian dia pun berbicara. "Aduh.....! Terima kasih Wira, Kalau tidak ada kamu mungkin Mamang akan mati di sini, Coba tolong putuskan tali pengikat Kaki Mamang!"

"Baik Mang," jawab Wira tanpa membuang waktu dia pun memutuskan tali yang mengikat kaki Surya Jaya, hingga akhirnya kaki itu bisa bergerak kembali seperti semula.

Surya Jaya pun membangkitkan tubuh, lalu duduk dengan meluruskan kakinya yang terasa kebas, akibat terlalu lama diikat walaupun sudah terbebas tapi masih menyisakan rasa sakit di pergelangan kaki dan tangan. bibirnya terasa jontor, lidahnya terasa Getir, perutnya terasa mual seperti mau muntah, mungkin ada getah dedaunan yang tertelan sedikit. Bagaimana tidak tertelan, karena dedaunan itu telah dipaksa dimasukkan ke dalam mulut.

Angin kecil bersemilir, dedaunan terlihat bergoyang tertiup oleh angin bukit. tonggeret terdengar saling bersahutan, maklum mereka sedang berada di pegunungan, jadi suara-suara seperti itu sudah tidak aneh lagi. burung-burung terlihat loncat-loncat di ranting pohon, seperti tidak ada kesusahan dalam kehidupannya, tidak mempedulikan Surya Jaya yang sedang merasakan rasa sakit, tubuhnya terasa letih, kepalanya terasa pening, sendi-sendi terasa copot.

"Mang, kenapa kejadiannya sampai seperti ini, bagaimana ini awalnya?" tanya Wira pura-pura tidak tahu menutupi kelakuannya takut diketahui oleh Surya Jaya.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu, dan kenapa kamu bisa tahu Mamang ada di sini, Kenapa kamu tiba-tiba muncul begitu saja, dan kenapa kamu tahu bahwa Mamang tersiksa di rumpun tebu timbarau," jawab Surya Jaya malah balik menghujani keponakannya dengan pertanyaan, matanya menatap lekat ke arah Wira seolah ingin tahu isi dalam hati Wira.

"Semenjak Mamang pergi dari kampung cipelang, saya tidak tinggal diam, saya ikut pergi ingin mengikuti sayembara, karena saya sangat tertarik dengan hadiahnya. menurut cerita, kalau kita sudah berhasil menyetorkan babi ngepet kita akan dinikahkan dengan anaknya Mbah Abun yang sangat cantik, yang indah tanpa memiliki tanding, ditambah dengan kekayaan yang tidak sedikit. Nah itulah awalnya Mang, dari rumah saya berniat mengikuti sayembara tapi tidak disangka dan tidak diduga, saya menemukan Mamang dalam kondisi seperti ini, yang sedang sangat kesusahan, hingga akhirnya Saya memutuskan untuk menolong Mamang."

"Ah Rasanya keterangan itu terlalu sederhana, karena tidak mungkin kalau semuanya hanya kebetulan, karena Mamang belum lama dilemparkan ke rumpun tebu timbarau, tapi tiba-tiba kamu datang dengan begitu cepat. jadi Mamang tidak akan mudah menerima dengan keterangan yang seperti itu. Coba tolong jelaskan yang sebenarnya, Kenapa kamu bisa sampai mengetahui Mamang?" ujar Surya Jaya yang sudah sangat tajam perasaannya, Sampai dia berani menyanggah keterangan dari keponakannya, membuat Wira terlihat terdiam merasa heran, kenapa Mamangnya seperti tahu dengan cerita hidupnya.

Lama terdiam akhirnya Wira pun memutuskan dia akan berkata jujur kepada Surya Jaya. "begini Mang!" ujar Wira memecah heningnya suasana.

"Yah Bagaimana, Coba tolong jelaskan....!"

"Begini mang, Saya mau berbicara dengan Sejujurnya?"

"Ya Sudah, Tolong kamu betulkan lagi ceritanya seperti apa!"

Mendengar permintaan dari pamannya, Wira pun mulai menceritakan yang sebenarnya terjadi, bahwa sebenarnya wira disuruh oleh orang tuanya untuk mengikuti Surya Jaya, agar bisa mengawasi, takut terjadi apa-apa. soalnya sama pak ustad sudah diperhitungkan, bilamana ada sayembara pasti akan banyak Resiko yang akan dialami, kalau tidak besar keberuntungan, mungkin akan bertemu dengan bahaya, kadang pula bisa mendatangkan Rajapati.

Wira menceritakan semuanya tanpa ada yang terlewat, membuat Surya Jaya terlihat manggut-manggut seolah mengerti apa yang disampaikan oleh keponakannya. dia pun mengingat kembali dengan nasehat yang diberikan oleh kakaknya yang menjadi bapaknya Wira, hingga lama-kelamaan dia pun menarik nafas dalam kemudian dia pun menatap kembali ke arah keponakannya.

"Wira....!" Panggil Surya Jaya memecah heningnya suasana sore itu.

"Iya kenapa Mang?"

"Kenapa kamu sangat tega sama Mamang, kalau kamu benar mengikuti, mungkin Mamang tidak akan menemukan kesusahan ketika tadi menggotong babi. dan kenapa kamu tidak menolong Mamang, ketika Mamang disiksa oleh kedua orang sial4n itu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!