Ada sebuah cerita lama, lama sekali. Sebuah dongeng tentang nasib sebuah kota karena serangan seekor naga. Tidak ada judul sama sekali dari cerita lama itu, namun warga-warga Grandbeltz selalu menyebutnya sebagai “Bayangan itu masih ada”.
Kota tersebut dibakar habis oleh sang naga. Sang naga akhirnya tinggal dan berkuasa atas kota tersebut. Tiap harinya, sang naga memakan banyak sekali warga-warga yang tidak bersalah. Para pahlawan berusaha untuk membunuh naga itu, namun secara perlahan-lahan, justru merekalah yang dibantai habis oleh sang naga.
Sudah tidak ada harapan, hanya ada kegelapan bagi mereka yang tinggal di kota itu. Cahaya matahari yang cerah dan menyejukkan hati itu kini telah sirna, digantikan oleh kobaran dari nafas api membara dari mulut sang naga. Bunyi terompet dan sorak Sorai warga telah digantikan oleh raungan naga yang berkuasa, dan tangisan bagi para warga yang tersiksa. Bangunan-bangunan megah yang awalnya berdiri dengan kukuh, kini tinggal berbaring di tanah sebagai reruntuhan. Kota tersebut telah mati hanya dalam 1 hari saja, dan pada akhirnya, kota itu kembali menjadi tanah kosong, seperti awalnya.
Sama seperti burung yang mati tanpa meninggalkan jejak penerbangannya di udara, sejarah dari kota tersebut menghilang seketika, tidak meninggalkan satu jejak sedikitpun yang tersisa.
...****************...
“Obex ! Obex !! Dengarkan aku- !”
(Static)......
“Sialan !!”
Ferre menggebrak meja kayu di sebuah rumah tua itu, kemudian duduk lemas tak berdaya. Seluruh tenaganya telah habis hanya untuk beradu argumen dengan seseorang yang bernama Obex, pengganti Keres sebagai anggota revolucio yang ketujuh. Kota Grandbeltz telah runtuh, dan sedikitpun warga yang berkeliaran sudah tidak dapat terlihat lagi. Mengevakuasi kan seluruh warga dalam sekali perjalanan itu nampaknya adalah sebuah kesalahan terbesar bagi mereka. Kini, kota Grandbeltz hanya tersisa Ferre, Rex, Vir, dan Aerius saja, yang masih terbaring lemah dengan keadaan yang sekarat dan hampir menjemput kematian.
Vir memasuki ruangan tersebut, dan mendapati Ferre sedang mengutuk segalanya yang terjadi pada kota Grandbeltz. Namun seakan tidak peduli terhadap apa yang dirasakan oleh Ferre saat ini, Vir mengatakan semua yang barusan sedang terjadi dengan muka datarnya.
“Ferre, Aerius semakin parah, dan Rex sudah bersiap menyerang si Trinity itu dengan 5 orang saja.”
“Bisa diam dulu, Vir !? Kamu tidak lihat aku sedang apa sekarang !?”
Teriakan Ferre itu seketika berhasil mendiamkan Vir. Namun Vir masih saja tidak berekspresi sama sekali, seolah kemampuan untuk berekspresi nya itu sudah mati rasa sejak dulu. Ferre dengan cepat memalingkan wajahnya dari Vir, kemudian melanjutkan aktivitas nya kembali, mengutuki seseorang yang bernama Trinity. Beberapa saat kemudian, kesadaran Ferre akhirnya kembali ke realita, dan ia dibuat berpikir sejenak karena teringat dengan perkataan Vir barusan.
“Jadi, Rex sudah kehilangan akal sehatnya ?”
“Begitulah.”
Cerita itu memiliki bagian yang jarang diceritakan. Tentang raja dan ratu yang berjuang bersama melawan sang naga. Ratu akhirnya meninggal dalam pertarungan, dan itu membuat sang raja menjadi gila.
“Mungkin, cerita itu bukanlah sebuah cerita, tapi sebuah ramalan.” gumam Ferre.
Vir dapat merasakan keputusasaan yang besar di dalam kalimat Ferre itu. Ia ingin menghiburnya, namun yang dia rasakan saat ini juga sama, putus asa, dan tidak dapat melihat adanya harapan lagi. Di saat dua orang yang putus asa saling memotivasi satu sama lain, apa yang bisa didapatkan dari perkataan mereka ?
“Jangan menyerah dulu, Ferre. Kita masih bisa melawan balik si Trinity brengsek itu dan warden-warden nya.”
“Dengan apa !? Dengan 5 orang prajurit saja yang semuanya adalah petugas medis wanita !?”
“Ferre, tenang dulu !”
“Bah, bajingan !!”
Ferre beranjak dari kursinya, kemudian berjalan menuju tumpukan minuman keras yang sudah berserakan di tanah sejak lama. Ferre mengambil salah satunya yang paling tua, membuka tutupnya, dan kemudian meminumnya dalam beberapa tegukan.
“Ferre, itu.... Berbahaya...”
“Persetan dengan itu, bodoh !!”
Sudah sejak lama Ferre menjadi peminum berat seperti ini, lebih tepatnya sejak Vir menunjukkan rekaman telepati Elizabeth kepadanya. Ferre sudah tidak peduli lagi dengan yang namanya kesehatan itu. Kota Grandbeltz sudah tidak membutuhkan pahlawan lagi. Kota itu sudah tidak membutuhkan seseorang yang dapat melindungi yang lainnya, karena memang tidak ada lagi yang tinggal di dalamnya. Tidak ada orang yang memerlukan perlindungan karena tak berdaya. Mereka semua telah mati dalam satu hari saja. Itulah yang membuat Ferre sekacau ini sekarang.
Ferre meletakkan botol bir tersebut dengan sangat keras, bahkan hampir membuat beberapa bagiannya mengalami keretakan. Vir tahu apa yang harus dia lakukan saat ini, namun Ferre adalah orang yang keras kepala. Semuanya mengetahui hal itu, bahkan sejak dulu sebelum dia menjadi peminum berat.
“Ferre, ini bukanlah hal yang dilakukan oleh seorang pemimpin.”
“Hah, pemimpin apa !? Revolucio sudah tidak ada lagi, bodoh !”
“Tidak ada ? Masih ada aku dan Aerius di sana ! Kamu menganggap Aerius memangnya apa !? Seseorang yang tidak berguna !?”
“Memang dia tidak berguna !! Sejak dulu, bahkan sebelum kota ini hancur, yang dia lakukan cuma tidur, tidur, dan tidur !! Persetan dengan mimpinya yang ingin terbang ke atas langit itu, kalau badannya sudah sakit-sakitan sejak masih kecil !!”
“Ferre, kamu-”
“Memimpin apanya !? Ferrum pergi entah kemana, Obex tidak bisa dihubungi, dan Aerius yang sakit-sakitan seperti itu ! Dan kamu juga.....”
Ferre mengambil nafas sejenak, kemudian meneguk minuman keras itu sekali lagi.
“Aaaargh !! Kamu hanya bisa membuatku kesal !!” seru Ferre sambil melemparkan botol bir tersebut hingga pecah ke lantai. Suasana menjadi hening seketika. Tidak ada suara, bahkan hembusan angin sekalipun. Ferre akhirnya meredam amarahnya, dan berjalan meninggalkan Vir sendirian di rumah tua itu.
“Jangan berharap lagi, Vir. Yang namanya revolucio sudah menghilang saat ini. Tidak ada lagi yang bisa di lakukan.”
Suara pintu terbuka, masuk dengan cepat ke telinga Vir. Ia hanya diam saat melihat Ferre yang berjalan keluar meninggalkan dirinya tanpa kata-kata lagi. Begitulah nasib revolucio saat ini.
...****************...
Ferre berjalan di tengah-tengah jalanan kota yang lebar. Ia masih dapat mengingat segalanya yang pernah melewati jalan-jalan besar itu. Stan makanan, anak-anak kecil yang berlari kesana-kemari, dan orang-orang yang berbincang satu sama lain. Kini semuanya lenyap, ditelan kehampaan. Tidak ada lagi aroma sedap yang tercium dari rentetan stan makanan itu. Tidak ada lagi suara tawa dan derap kaki dari anak-anak kecil yang berlarian saling mengejar sesamanya. Tidak ada lagi kerumunan warga yang menyambutnya dengan hormat sebagai seorang pahlawan, dan bercanda bersamanya sebagai teman.
Tidak ada lagi orang yang terlihat sedang menyirami tanaman di kebun depan rumah mereka. Semuanya hancur, tidak terawat sama sekali. Bunga-bunga mulai membusuk dan layu. Bunga yang awalnya berwarna indah itu, kini telah menyentuh tanah, seakan tumbuh hanya untuk diinjak-injak orang. Hanya satu dari bunga itu yang masih berdiri seperti seharusnya, dengan keras kepala masih berusaha untuk memancarkan warnanya walaupun warna tersebut telah dibuat pudar oleh debu. Berusaha untuk tetap bertahan hidup, di antara kematian teman-temannya yang lain.
Ferre menunduk di hadapan bunga itu, kemudian memetiknya. Di matanya, kehidupan bunga itu sama seperti kehidupannya, sama seperti apa yang dialami oleh revolucio saat ini. Masih bersi keras untuk berdiri, walaupun tujuan mereka yang sebenarnya telah mati. Kini, bunga tersebut juga sama seperti bunga yang lainnya, mati, dan tak bernyawa lagi. Tidak memiliki kegunaan sama sekali.
“Maafkan aku, bunga kecil.” gumamnya.
Ferre menjatuhkan bunga itu ke atas jalan, namun tidak menginjaknya. Biarlah yang lain dapat mengenang keindahan bunga itu. Sama seperti burung tua yang dekat dengan ujungnya. Ia mati tanpa meninggalkan jejak di udara, namun burung-burung yang lainnya tahu bahwa ia sudah melewati berbagai petualangan yang hebat di atas sana. Seperti orang-orang Grandbeltz yang telah dibantai habis oleh Trinity dan para warden. Mereka telah musnah, namun perjuangan mereka memerangi warden akan tetap dikenang oleh Ferre, yang telah memimpin mereka dari awal hingga akhir.
Perjuangan para pemberani itu tidak akan pernah pudar oleh debu, angin badai, ataupun waktu sekalipun. Mereka semua tetaplah yang paling berharga di hati Ferre. Merekalah yang selalu menghiburnya, melindunginya, dan bahkan merawat seluruh luka-lukanya. Apapun yang menghilang dari matanya saat ini, tidak akan pernah menghilang dari ingatannya.
Ferre telah berjalan cukup lama, hingga tak terasa dirinya sudah sampai di dekat gerbang kota yang megah itu, hanya beberapa meter darinya. Awalnya ia berpikir, apa lagi yang akan ia lakukan sekarang ? Namun pikiran itu menghilang seketika, saat dirinya melihat seseorang dengan tongkat berjalan keluar dari gerbang kota Grandbeltz. Ia menyadari siapa orang itu dengan cepat, karena tinggal empat orang saja yang tinggal di kota ini sekarang.
“Aerius ? Aerius ! Mau kemana kau !?”
Ferre berlari sekencang-kencangnya, sambil berteriak ke arah Aerius. Namun tidak peduli seberapa keras suaranya, Aerius tidak menoleh sama sekali kepadanya. Aerius masih terus berjalan, dan berjalan saja, tidak mempedulikan teriakan Ferre yang perlahan mulai berubah menjadi tangisan. Ferre sudah tahu tentang keadaan tubuh Aerius sejak lama sekali, bahkan sejak dia masih kecil. Namun tetap saja ia menyebut Aerius tidak berguna saat dirinya bertengkar dengan Vir barusan. Betapa keterlaluan dirinya itu. Aerius semakin dekat dengan gerbang kota, dan sebentar lagi, ia akan segera menapakkan kakinya di atas pasir padang gurun yang kejam, dan tak henti-hentinya memancarkan suhu panas dari sang matahari di atas sana. Ferre akhirnya berhasil menghentikan langkah Aerius, saat dirinya dengan cepat memeluk Aerius dari belakang. Tidak peduli seberapa buruk nanah-nanah yang mengaliri tubuh Aerius, Ferre tetap memeluknya dari belakang dengan sangat erat, bahkan hingga air mata tangisnya membasahi baju Aerius.
“Aerius, kamu mau kemana !? Jangan tinggalkan kita, bodoh !!”
Ferre merengek sejadi-jadinya, seakan ia adalah anak kecil yang mengharapkan ibunya tetap bersama dengannya untuk selamanya. Aerius tidak menjawab sama sekali, seakan tidak mendengar apa-apa. Aerius menghela nafasnya, saat beban di tubuhnya kini semakin memberat karena Ferre yang terus menangis dan menempelkan dirinya sendiri di tubuhnya tanpa henti.
“Aku, tidak berguna untuk kalian, bukan ?”
“Salah ! Itu salah !! Aku sangat bodoh karena mengatakan itu, Aerius !! Aku benar-benar tidak berpikir saat menyebutmu tidak berguna !! Jangan tinggalkan kami, Aerius ! Kamu yang membangun seluruh kota ini dari tanah lapang, dan aku yakin kamu juga yang akan membangun kota ini kembali ! Maafkan aku, Aerius !!”
Ferre, sang pemimpin revolucio, memang selalu bodoh seperti ini. Ia selalu keras kepala, gampang emosian, dan menarik kata-katanya kembali saat ia menyadari bahwa itu adalah salah. Ia tidak pernah berubah. Sejak kecil bahkan hingga sekarang. Namun, walaupun begitu, Ferre memiliki sisi yang baik, dan lemah lembut. Ia dan Keres lah yang selalu merawatnya selama ini. Ferre memang tidak pernah berubah, dan itu adalah baik bagi Aerius. Dengan dirinya yang selalu sama sepanjang waktu, Aerius dapat mengingat dengan mudah siapa Ferre itu sebenarnya. Walaupun pikirannya semakin lama akan habis dilahap oleh rasa sakit ini, Aerius tidak akan pernah lupa dengan sosok Ferre yang selalu merawatnya sejak dulu. Ia.... Tidak akan pernah melupakannya.
Aerius membelai rambut merah Ferre itu, dan tanpa disadari oleh Ferre, Aerius baru saja tersenyum kecil.
“Ferre, berhentilah menangis. Tapi aku harus pergi sekarang. Penyakit dari ular beludak brengsek itu bisa menular ke kamu, tahu. Tenang saja, aku akan tetap baik-baik saja di luar sana.”
“Tapi, siapa yang akan membangun kota ini lagi ? Bukankah itu harusnya adalah kamu ?”
“Aku mempercayakan itu semua pada kalian. Kalian adalah orang-orang yang hebat, jauh lebih kuat daripada aku. Walaupun aku pergi jauh, aku akan tetap bersama dengan kalian. Karena aku bukanlah burung tua yang dekat dengan kematiannya, yang pergi tanpa meninggalkan jejak apapun di atas sana. Aku akan terus bersama dengan kalian, walau dari kejauhan pun aku akan selalu mengawasi kalian dari atas awan. Dan juga, aku tidak akan pernah melupakan kalian semua.”
“Selamat tinggal, kawan lama.”
Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Aerius, sebelum ia menapakkan kakinya di atas pasir, dan berjalan di antara padang gurun yang kejam. Walaupun Ferre tidak sempat melihat wajah Aerius untuk yang terakhir kalinya, ia dapat dengan jelas mengetahui bahwa Aerius sedang tersenyum kepadanya. Selalu tersenyum walaupun dalam keadaan tersiksa, itulah Aerius selama ini.
Aerius tidak pernah berubah, sama seperti dirinya.
...****************...
Aku tidak pernah mengerti, kenapa kehilangan selalu menyakitkan seperti ini.
Ferre memasuki rumah tua tempatnya tinggal waktu itu. Ia membuka pintu, dan hal pertama kali yang ia dengar dan lihat adalah Vir yang sedang menyetel rekaman telepati dari Rex.
Vir, Ferre. Aku mempercayakan kota ini pada kalian. Suatu hari nanti, aku yakin bahwa kota akan kembali pada masa kejayaannya, seperti tiga tahun yang lalu. Bertemu dan berjuang bersama dengan kalian, adalah hal yang paling menyenangkan dalam hidupku.... Selamat tinggal.
Ferre mematung di ambang-ambang pintu. Ia dan Vir saling menatap satu sama lain dalam diam, tidak bergerak ataupun menghasilkan suara sedikitpun. Butuh beberapa saat bagi Ferre untuk dapat mencerna apa yang ia dengar barusan, hingga akhirnya, ia menyadari apa arti dari kalimat tersebut.
“Rex sudah mati, Ferre.”
“Tidak usah diberitahu pun aku juga sudah paham.”
Ferre dengan cepat berjalan ke pojok ruangan di kiri Vir, dan kemudian mengambil tombak merahnya itu. Hanya dengan melihat raut wajah Ferre saja, Vir sudah paham apa yang akan dilakukan oleh Ferre bersama dengan tombaknya itu setelah ini.
“Ferre, kamu mau melawan Trinity sendirian ? Jangan bilang kamu benar-benar akan melakukannya !?”
“Memangnya apa lagi ? Rex mempercayakan kota ini kepada kita, bukan ?”
“Bukan itu maksud perkataannya, bodoh !! Kamu mau membuat kota ini benar-benar berhantu !?”
“Terus kita harus apa, Vir !? Makhluk bajingan yang seperti manusia itu sedang tersenyum lebar di atas rumah-rumah orang, sementara semua orang kita yang tersisa mati di luar sana karenanya, bodoh !! Kamu berharap makhluk bajingan itu akan pergi dengan sendirinya tanpa membuatnya babak belur sekali saja !? Jangan mimpi, bodoh !!”
Ucapan Ferre yang begitu tajam itu benar-benar berhasil membuat mulut Vir terbungkam. Entahlah, apakah membiarkan Ferre mati di tangan Trinity itu adalah hal yang kejam atau bijak.
Ferre menatap Vir tajam, dan kemudian mengarahkan ujung tombaknya ke arah muka Vir.
“Kalau kamu adalah revolucio, seharusnya kamu paham dengan apa yang ku maksud.”
Kalimat itu menusuk hati Vir begitu dalam, hingga ia seolah seperti sedang terluka secara mental. Vir menggeram, namun tidak terbesit sekalipun niatnya untuk membalas dendam kepada Ferre. Ia tahu dengan jelas apa yang ingin disampaikan oleh Ferre dengan kalimat itu. Kekuasaan Trinity harus digulingkan, namun ia berpikir kalau itu tidak harus dilakukan sekarang.
“Pengecut tidak akan pernah menang dan menjadi pahlawan, Vir. Ingatlah itu.”
Dan itulah yang diucapkan oleh Ferre sebagai kata-kata terakhirnya kepada Vir, sebelum berhadap-hadapan secara langsung dengan sang naga, Trinity. Ia sudah siap untuk mati sekarang. Setidaknya ia mati sebagai seorang pahlawan. Dalam tatapan tajam Trinity, Ferre dapat mengetahui bahwa dirinya sedang direndahkan saat ini. Trinity dengan cepat turun dari atas gedung pencakar langit yang ada di dekat alun-alun kota itu, sebuah tempat yang sangat cocok untuk pertarungan hidup dan mati.
“Manusia tidak pernah mau menyerah, huh ? Katakan, sudah berapa kali ada manusia bodoh yang maju tanpa berpikir kemudian mati dalam sedetik saja karena sudah dengan beraninya menyerang ku ?”
“Diam saja, manusia tiruan ! Kamu bakal mati di tanganku hari ini juga !!”
Trinity menirukan bagaimana manusia menguap selama ini, seolah sudah muak menghadapi Ferre dan ucapannya itu.
“Kurang ajar. Selalu saja kata-kata yang sama itu. Para manusia yang menyerang ku selama ini bahkan tidak sadar kalau sihir mereka sudah lari duluan dari hadapanku saking ketakutannya mereka.”
Tiba-tiba, Ferre dapat merasakan bahwa sihirnya telah menghilang entah karena apa. Namun bulu kuduknya bahkan tidak berdiri satu pun. Seolah tidak peduli dengan apa yang akan terjadi padanya setelah ini, Ferre masih berniat untuk menghajar Trinity hingga babak belur, bahkan saat dirinya tidak memiliki sihir sama sekali.
“Jangan kira aku bakal mundur hanya karena tidak ada sihir, setan. Aku masih punya kekuatan fisik, dasar bodoh !!”
“Jadi memang benar kalau manusia itu sangat suka bermimpi bahkan saat tidak tidur, huh !?”
Ferre seketika melesat ke arah Trinity. Ia mengayunkan tombaknya tanpa lelah, dan semuanya itu berhasil ditangkis oleh Trinity hanya dengan tinjunya. Bahkan tanpa sihir sekalipun, Trinity masih dapat merasakan kekuatan dari tombak Ferre yang menyerang tubuhnya dengan begitu keras. Harus di akui olehnya, manusia yang satu ini benar-benar kuat.
“Hei, manusia. Siapa namamu ?”
“Aku adalah Ferre ! Jadi diam lah, dan matilah !!”
Ujung tombak Ferre melesat ke arah wajah Trinity dengan kekuatan yang luar biasa kuat. Bisa dirasakan dengan tekanan angin yang tersebar ke segala arah seolah-olah telah ditembus oleh ujung tombak Ferre. Dengan cepat, Trinity menangkap ujung tombak Ferre dengan memegangnya, menghentikan serangan Ferre seketika seolah itu bukanlah apa-apa.
“Sialan.”
“Jangan kira aku tidak tahu. Kamu masih belum mau menyerah, bukan ?”
Ferre mendecih kesal, dan dengan kekuatannya yang luar biasa, ia melepaskan pegangan Trinity dari ujung tombaknya sambil melompat ke belakang.
"Tentu saja. Kamu pikir aku ini siapa !? Tidak peduli sekuat apapun setan seperti mu, aku tetap akan menyerang sampai kamu mati di tanganku, bajingan !!”
Ferre menyerang Trinity sekali lagi. Ia mengawali serangan keduanya itu dengan melompati Trinity dengan bantuan tombaknya yang lentur, seolah sedang melakukan lompat galah. Serangan dari belakang memang berhasil membuat Trinity kesal, namun itu tidak menimbulkan kerusakan yang berarti bagi tubuhnya, sama seperti biasanya.
“Sudah cukup, manusia rendahan !!”
Trinity seketika berputar ke arah Ferre, dan dengan cepat ia berhasil menendang telak perut Ferre hingga membuatnya memuntahkan darah dari dalam mulutnya. Ferre terlempar hingga menghantam alun-alun kota, dan saat ia berusaha bangkit kembali, Trinity sudah ada di sana melesat ke arahnya. Ferre tidak bisa menghindar sama sekali. Ia hanya bisa pasrah, membiarkan Trinity yang terbang ke udara bersama dengannya dan membenturkan kepalanya berkali-kali ke tembok menara alun-alun itu, kemudian melemparkannya kembali ke tanah. Ferre sudah dekat dengan kematian saat itu juga. Ia dapat merasakan bahwa kematian itu sendiri sedang berjalan menghampiri dirinya. Namun ia masih tidak mau menyerah. Pertarungan tidak akan pernah berhenti sampai ia membunuh Trinity dengan tangannya sendiri. Ferre dapat merasakan bahwa Trinity sedang berjalan menghampirinya, dan ia sedang menunggu momen yang tepat untuk melakukan serangan kejutan kepadanya. Setidaknya itu sebelum Trinity mengejutkannya dengan ucapannya.
“Ferre, kan ? Untuk pertama kalinya aku akan membiarkan seorang manusia hidup setelah menyerang ku. Berterimakasih lah, monyet rendahan.”
“Apa katamu ? Seolah aku akan lari hanya karena kamu mengatakan itu. Tidak akan, bodoh !!”
“Suka cari mati, huh !?”
Masih dengan penglihatan yang kabur, mata yang dipenuhi dengan darah, dan juga tubuh yang tidak seimbang, Ferre berlari tanpa ada rasa takut sama sekali, berusaha menusukkan ujung tombaknya itu. Ia telah melakukannya berkali-kali, begitu juga dengan dirinya yang dibanting berkali-kali ke tanah. Tidak peduli berapa kali tubuhnya mencium tanah, ia masih bangkit, menyerang Trinity sekuat tenaga, hanya untuk mengulang hal sama seperti sebelumnya. Ketiga hal itu bagaikan siklus hidup yang terus berulang, dan tidak akan pernah berhenti, kecuali ada pihak ketiga yang melakukannya.
Di sanalah Vir, datang untuk menyelamatkan nyawa Ferre dengan menarik bajunya dari belakang, hingga Ferre terjatuh ke tanah sekali lagi.
“Vir, apa-apaan yang kamu lakukan, bodoh !? Aku sudah menemukan kelemahannya, tahu ! Jangan hentikan aku !!”
“Kamu selalu keras kepala sejak dulu, huh !? Aku tidak pernah menduga kalau kamu memang benar-benar mau bertemu dengan yang namanya kematian ! Ada apa denganmu sebenarnya, BAJINGAN !!?”
“Pengecut tidak akan pernah menang, Vir ! Sesulit itukah untuk dipahami !!? Aku akan membunuh bajingan itu, dan membangun kota ini kembali, bangsat !!”
“Sama dengan orang keras kepala, bodoh !! Kamu bagaikan memukuli benteng besar seorang diri saat ini, Ferre !! Maksudku, kenapa kita tidak mencari waktu yang tepat dan membunuh bajingan itu bersama-sama, otak pendek !!?”
“.....”
Pengecut, apakah itu adalah sebutan yang cocok untuk diterima oleh Vir ? Rasanya tidak. Selamanya, Vir tidak akan pernah layak untuk mendapatkan sebutan pengecut itu. Dia yang selalu maju ke baris depan lebih dulu. Dia yang merelakan tubuhnya menjadi perisai daging bagi orang-orang yang dalam bahaya. Dia yang paling sering mengalahkan pimpinan musuh-musuhnya. Seluruh rekor heroik itu, Ferre sudah mengetahui semuanya. Dia sendiri yang pernah melihat Vir tanpa ketakutan sama sekali menerobos rumah yang terbakar sepenuhnya seorang diri. Ferre jugalah yang pernah melihat Vir berlari menyerang seekor beruang tanpa senjata sama sekali, hanya untuk menyelamatkan nyawa anak-anak kecil yang tersesat di dalam hutan. Bahkan setelah ia mengetahui semua itu, Ferre dengan seenaknya masih menyebut Vir sebagai pecundang ?
“Revolucio dibuat bukan untuk mengalahkan warden sendirian, tapi bersama, bodoh !! Kamu sendiri yang mengatakan itu, dan sekarang kamu malah lupa dengan perkataanmu itu !? Jangan pernah hilang harapan, itulah yang selalu ucapkan untuk menyemangati kita ! Dan sekarang, kenapa kamu sendiri yang justru hilang harapan !!? Revolucio masih ada, Ferre ! Masih ada aku dan kamu !! Semua orang yang mati itu, apa kamu tidak tahu kalau mereka semua berharap pada kita !!? Kalau kamu yang adalah pemimpin kami mati, lalu akan jadi apa revolucio !!? Apa kamu akan bodo amat dengan semua orang yang berharap pada kita !?”
Ferre, seakan dicerahkan oleh apa yang dikatakan oleh Vir. Masih ada yang menaruh harapan pada nya, kepada Vir, dan kepada revolucio. Walaupun jumlah revolucio sudah sangat jauh berkurang, revolucio tetaplah revolucio. Tidak akan pernah ada yang dapat mengubah tujuan awal mereka, yaitu mengusir para warden dari dunia ini, dan membuat Proelium menjadi dunia yang lebih baik lagi. Baik naga atau bahkan bayangan naga itu sendiri, revolucio tetap akan bersatu, dan sebagai satu, mengalahkan apapun yang mengancam dunia.
Benar juga. Sejak dulu, revolucio selalu melakukan ini bersama-sama.
...****************...
Hari pertama perlawanan Vir dan Ferre terhadap Trinity.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan dengan bajingan itu ?”
“Sudah berapa kali aku bilang jangan nekat. Kita tidak akan menyerang bajingan itu dulu. Lebih baik kita memperkuat senjata kita, atau lebih tepatnya memperkuat senjata mu.”
“Memperkuat ? Dengan apa ?”
“Tentu saja dengan sihirku, bodoh.”
Vir memiliki kemampuan sihir yang luar biasa, dan berbeda dengan yang lainnya. Dan sebagai ahli mekanik, kemampuan ini sangatlah membantunya dalam memperkuat senjata-senjata temannya. Itu adalah sebuah kemampuan yang memungkinkan dirinya untuk menciptakan sebuah chip dari sihir musuhnya. Chip itu nantinya bisa digunakan untuk dirinya sendiri ataupun orang lain, sesuai dengan atribut dari sihir milik musuhnya itu, apakah untuk menyerang, memperkuat, bertahan, atau menyembuhkan. Itulah rencana Vir saat ini. Dengan menggunakan kemampuan sihir dari Trinity, ia akan memasukkan chip kekuatan Trinity ke dalam tombak Ferre dan sedikit mengubah atributnya, membuat sang pemegang tidak dapat kehilangan sihir sama sekali. Bagaimanapun itu masih hanya sebuah konsep liar, dan belum ada pengujian khusus yang dilakukan oleh mereka berdua. Untuk hasilnya, mereka hanya bisa bergantung pada takdir mereka yang memutuskan, apakah mereka akan mampu membunuh Trinity atau tidak.
Hari kedua.
Chip kekuatan Trinity itu telah terpasang pada tombak Ferre, namun bukan berarti Vir memperbolehkan Ferre untuk menyerang Trinity secara langsung. Ia masih berniat untuk memasang chip lainnya di dalam tombak Ferre, dan membuat tombak itu menjadi senjata terkuat di dunia. Dibarengi dengan kekuatan fisik Ferre yang diatas rata-rata manusia, Vir sangat yakin bahwa konsepnya ini akan mampu membunuh Trinity dengan mudah.
Dan Ferre hanya bisa menghela nafasnya sambil menunggu sampai Vir mengembalikan tombaknya itu kepadanya.
Hari ketiga.
Pemasangan lima chip yang lainnya telah selesai, dan Ferre dapat merasakan bahwa tombaknya itu benar-benar menjadi jauh lebih kuat daripada sebelumnya.
“Berterimakasih lah kepadaku. Kelima chip itu adalah telepati, penguatan, pertahanan, serangan, dan yang terakhir adalah penyembuhan. Dengan kelima chip itu ditambah chip dari Trinity, aku yakin kalau tombak ini akan mampu-”
“Bla bla bla, terserah mau bilang apa. Jadi, apa aku sudah bisa menyerang ****** itu ?”
“Belum.”
“Apa ? Bukankah kamu bilang sudah yakin tentang ini ?”
“Masih ada beberapa yang harus ku tambahkan. Sabar sedikit, jangan terburu-buru, kakak Ferre.....”
“Cih, dasar maniak.”
Hari keempat.
Vir tidak tidur sepanjang malam. Ia memaksakan dirinya, seperti biasa. Setidaknya itu bukanlah tanpa hasil, karena tombak Ferre kini sudah dipenuhi dengan chip sihir milik Vir di seluruh ujung hingga ujung pegangan tombak milik Ferre. Ferre kini dapat merasakan bahwa kekuatan tombaknya sudah jauh dari kata 'sangat kuat'. Bisa dibilang, tombaknya hampir seperti senjata legendaris sekarang. Untuk pertama kalinya, Ferre tersenyum kembali.
"Vir, terima kasih.”
“Tidak perlu. Memang revolucio sudah seperti ini seharusnya, saling membantu.”
“Jadi, apa aku sudah bisa menghajar pantat si ****** itu ?”
“Masih belum.”
“Haaaah !? Memangnya apa lagi habis ini !?”
Vir cekikikan. Baru pertama kalinya setelah Trinity menghancurkan kota Grandbeltz, Vir dan Ferre kembali bercanda seperti biasanya. Akhirnya, revolucio telah kembali seperti semula.
“Bukan begitu. Aku cuma bercanda saja, bodoh.”
“Bajingan !!“
Hari kelima.
Ferre maju bertarung dengan Trinity untuk yang kedua kalinya. Pertarungan itu berlangsung begitu sengit. Baik Ferre maupun Trinity, keduanya saling mengeluarkan yang terbaik dari mereka. Hingga pada akhirnya, pertarungan tersebut berakhir dengan Ferre yang berhasil memotong lengan kanan Trinity sepenuhnya, dan membuat Trinity harus mundur dari serangan Ferre yang semakin lama semakin menggila.
"Itu adalah pertarungan yang luar biasa, manusia. Ciao !!”
“Mau kemana kau, ****** !!?”
Ferre masih melanjutkan serangannya terhadap Trinity, namun ia dihentikan seketika oleh kedatangan Chalybe yang menahan serangan tombaknya dengan tubuhnya. Ini adalah kali pertamanya Ferre bertemu dengan Chalybe, dan ia sangat terkejut pastinya.
“Apa !?”
“Hah, dunia ini selalu penuh dengan kejutan, bukan !? Adieu les connards !!”
Pada saat itu, Trinity dan Chalybe menghilang bagaikan tidak pernah ada sama sekali. Ferre pun pulang dengan wajah datar, walaupun di dalam hatinya ia penuh amarah karena tidak mampu membunuh Trinity saat itu juga. Ferre kembali ke rumah tua seperti biasanya, dan Vir sudah menunggu di depan pintu penuh dengan harap. Bagaikan anjing yang menyambut kedatangan tuannya, Vir berlari kencang menghampiri Ferre seperti badai yang menghantam kapal di tengah ombak.
“Bagaimana ? Terasa hebat, kan ?”
“Begitulah. Aku hampir membunuhnya, tapi ada bajingan kedua yang menyelamatkannya. Jadi, bisa buat senjata ku lebih kuat lagi ?”
Sekilas, Vir terlihat agak terkejut mendengar pernyataan Ferre barusan, namun perasaan terkejut itu masih dikalahkan oleh rasa senangnya saat mendengar bahwa Ferre hampir berhasil membunuh Trinity.
“Itu gila. Bukan lagi senjata mu yang harus diperkuat, tapi tubuhmu sendiri.”
“Apa katamu ?”
“Tenang saja, ini sangat aman, dan memang bisa dipasang di tubuh manusia.”
Hari keenam.
Pemasangan chip kekuatan Trinity di tubuh Ferre akhirnya dimulai. Ferre meringis kesakitan sepanjang harinya, hingga pada sore hari, ia sudah tidak kuat lagi dan pada akhirnya dia berujung pingsan. Malamnya, Ferre terbangun, mendapati bahwa tubuhnya memiliki kekuatan yang terasa sangat luar biasa. Ia sebenarnya ingin memarahi Vir karena telah menyiksanya sepanjang hari, namun setidaknya, itu sesuai dengan yang dibutuhkannya, yaitu kekuatan. Paling tidak, satu tamparan kecil saja sudah cukup untuk membuatnya tidak marah lagi.
Catatan : Aku menampar Vir malam ini. Dia pingsan.
...****************...
Hari ketujuh.
Ferre berjalan dengan menyeret ujung tombaknya di jalanan, memberi teror bagi siapa saja yang mendengarnya. Tidak ada siapapun sebenarnya, hanya ada Ferre, dan juga Trinity yang ada di ujung sana. Punggung bagian atasnya memancarkan semburat cahaya terang berwarna merah ruby, yang membuatnya sudah bukan seperti manusia lagi. Tiap langkahnya membawa dirinya semakin dekat dengan Trinity yang sedang duduk di atas reruntuhan bangunan. Ferre akhirnya berhenti melangkah, saat Trinity berdiri dengan sendirinya tanpa kata-kata apapun, seolah sedang ketakutan.
“Ada apa dengan ekspresi mu itu, ****** ? Ketakutan ?”
“Ferre, seperti apa rasanya kematian itu ?”
Kini bukan lagi Trinity yang menyeringai, melainkan Ferre. Ferre mengacungkan ujung tombaknya dengan tatapan sinis yang tajam. Itu berhasil membuat Trinity bergidik ngeri, dan seketika bersiap dengan kuda-kudanya.
“Jadi, kamu mau mencicipi apa itu kematian ? Kemari lah, aku akan memberitahumu apa itu kematian !!”
“Dasar makhluk rendahan !!”
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Trinity menyerang musuhnya terlebih dahulu. Trinity masih belum menerima serangan fatal apapun dari Ferre, namun ia sudah menyerang secara membabi buta, seolah dirinya sedang berada dalam bahaya besar. Ia memukul-mukul Ferre dengan seluruh tenaganya, tidak seperti yang akan dilakukan oleh dirinya dulu. Ferre dapat dengan mudah, sangat mudah malahan, menangkis tiap serangan Trinity yang diarahkan kepadanya. Putus asa, Trinity melompat ke belakang dan langsung mengangkat tangan kanannya yang baru, mengeluarkan sihir pamungkasnya.
“Ah, itu tidak terlalu bijak menurutku.” gumam Ferre.
Memang tidak bijak, untuk mengeluarkan kartu as di saat permainan baru saja dimulai. Trinity mengarahkan ledakan sihirnya itu kepada Ferre, namun Ferre tidak bergeming ataupun menghindar sama sekali. Ia justru berlari, terus berlari ke depan, menerobos ledakan sihir Trinity itu. Tubuh Ferre tidak terbakar ataupun hangus sama sekali oleh ledakan itu. Ia terus berjalan, melawan tekanan kuat dari ledakan itu. Hingga akhirnya, suatu hal yang mengejutkan Trinity terjadi, saat Ferre melesat begitu saja dari dalam ledakan sihirnya dan berhasil menusuk belikat kanannya hingga itu berlubang cukup besar.
“Apa !!? Bagaimana bisa ini terjadi !?”
“Diam saja, dan rasakan kematian itu, bajingan !!!”
Tombak Ferre memanas, kemudian menciptakan ledakan besar yang menghempaskan Trinity hingga menembus beberapa bangunan yang terbengkalai.
“Aaaarggh !!”
Inilah yang ku takutkan selama ini. Manusia itu, sudah bukan manusia lagi.
Trinity menghantam sebuah pilar jatuh dengan punggungnya, membuat dirinya memuntahkan cairan berwarna kuning dari dalam mulutnya. Trinity tidak bisa mempercayai apa yang sedang terjadi pada dirinya saat ini. Ia takut akan manusia, dibuat panik serta putus asa, dan akhirnya mengalami luka berat hanya dalam beberapa detik pertarungan saja. Namun ia tidak bisa berdiam saja di sini, karena bayang-bayang Ferre sudah terlihat di depan mata.
“Cih, jadi begitu. Makhluk rendahan seperti kalian, para manusia... Akan melakukan apa saja..... Hanya untuk mengalahkan yang jauh lebih kuat di atas sana.... Bukankah begitu !?”
Mata merah gelap Ferre bercahaya terang, menembus kepulan asap yang menutupi tubuhnya. Ferre sudah tidak terlihat seperti manusia lagi, namun terlihat seperti monster yang telah menemukan mangsanya yang tak berdaya. Seakan tidak mendengar suara apapun, Ferre tetap diam, berjalan keluar dari kepulan asap itu sambil menyeret ujung tombaknya lagi. Suara ujung tombak itu terdengar seperti sebuah sabit kematian yang akan segera mencabut nyawa bagi Trinity. Tanpa sadar, Trinity juga ikut menyeret tubuhnya ke belakang, berusaha menjauhi sumber kematian yang ada di depan matanya itu. Namun, tanpa diduga-duga, Ferre telah berteleportasi di dekatnya, menatap dirinya dengan sangat tajam.
“Anggap saja ini sebagai ganti nyawa Elizabeth dan Fradelle, ****** dari dunia lain.” ucap Ferre sambil menghunuskan tombaknya ke arah wajah Trinity. Namun Trinity sudah tidak ketakutan lagi. Bisa dilihat dari bibirnya yang menyeringai kembali seperti biasa. Ferre semakin geram saat melihat seringai Trinity itu. Apakah baginya, merenggut nyawa seseorang itu bukanlah apa-apa ?
“Jangan sombong dulu, makhluk rendahan. Kamu.... Dua lawan satu dengan ku, brengsek !”
Lagi-lagi, Chalybe muncul untuk menyelamatkan nyawa Trinity. Ia sudah berada di belakang Ferre, bersiap untuk menghancurkan kepalanya dengan sekali tinju. Namun Ferre menyadari hal itu, dan ia langsung memutar tombaknya dari depan ke belakang, merobek tubuh besi Chalybe dari bawah ke atas dengan sangat mudah, seakan Chalybe dibuat dari kertas tipis. Chalybe masih tidak berhenti untuk menyelamatkan nyawa Trinity. Chalybe melayangkan tinjunya sekali lagi, hanya untuk menerima tebasan lain dari tombak Ferre dengan sangat mudah.
“Dua jatuh dalam satu serangan. Bodoh sekali kalian berdua.”
Ferre menusukkan tombaknya ke arah kepala Chalybe, namun Chalybe berhasil menahan ujung tombak Ferre sebelum wajahnya dihancurkan oleh serangan tersebut. Ferre mendecih kesal, dan kemudian mendorong tombaknya sekali lagi, menembakkan sebuah ledakan kecil yang menghancurkan rahang atas dan bawah Chalybe hanya dalam sekali serang saja.
“Bodoh, dasar Chalybe bodoh !”
Chalybe mundur secara perlahan sambil memegangi rahangnya yang hampir menghilang itu. Ferre memegang tombaknya dengan kedua tangannya, dan setelah itu berlari kencang menusukkan tombaknya ke perut Chalybe. Namun Chalybe telah menghilang, berpindah tempat ke samping Trinity dan memanggil cahaya biru dari spaceship mereka. Betapa beruntungnya mereka berdua saat ini. Ferre menoleh ke arah mereka dan menatap keduanya dengan sinis. Sementara itu, Trinity kembali menyeringai, setelah ia sempat panik lagi karena melihat Chalybe terluka parah.
“Dasar pecundang !! Lihat saja nanti, aku akan membunuh kalian berdua !!!”
“Ferre, huh ? Aku akan mengingat ini selamanya, baiseuses !!”
Ferre hanya diam saja sambil mengamati Trinity dan Chalybe menghilang bersama ke dalam spaceship, dan setelah itu meninggalkan Grandbeltz dengan cepat.
“Warden bajingan..... Aku... Akan menghancurkan kalian semua ! Lihat saja nanti !!”
...****************...
Ferre berjalan ke rumah tua tempat seperti biasanya kembali. Ia menyandarkan tombaknya ke bahu, dan sekali-kali membersihkan baju dan celananya dari debu. Dari kejauhan, ia dapat melihat sahabatnya kembali, yang sekaligus merupakan rekan terbaiknya saat ini, Vir, sedang bersandar di pintu rumah tua itu seperti biasanya. Semua ini berkat bantuan Vir. Jika ia bersi keras untuk melawan Trinity sendirian, tidak mungkin ia akan mampu melihat perginya Trinity dan Chalybe seperti tadi. Revolucio selalu membutuhkan satu sama lain, dan selamanya akan seperti itu. Kini bukan Vir lagi yang berlari menyambutnya, namun justru dirinya sendiri.
Ferre dan Vir saling menatap satu sama lain, dan senyum kecil Ferre terlihat untuk yang kedua kalinya setelah kehancuran kota Grandbeltz.
“Jadi, bagaimana ? Kamu terlihat agak senang, huh ?”
Ferre menyingkirkan rambutnya yang menghalangi matanya, dan kemudian tersenyum lebar kepada Vir.
“Kita berhasil.”
Kita. Itu adalah kata yang tidak terduga bagi Vir. Ia tidak berada di samping Ferre saat pertarungan yang mematikan itu terjadi. Ia tidak ikut menyerang Trinity bersama dengan Ferre, ataupun melindunginya saat ia berada dalam bahaya di pertarungan yang terakhir itu. Ia tidak mengantarkannya, ataupun menjemputnya pulang. Ia tidak mengetahui bagian tubuh mana yang terluka. Namun Ferre mengatakan 'kita', menganggap bahwa semua ini berhasil bukan karena perjuangannya sendiri, namun juga karena Vir, karena semuanya.
“Jalang itu, bersama dengan anak buahnya. Mereka melarikan diri dari Grandbeltz tepat di depan mataku sendiri.”
Grandbeltz akhirnya merdeka sekali lagi dari penjajahan warden. Memang segala kemegahan dan apapun yang ada di dalamnya menghilang, namun sejarah itu terulang kembali. Grandbeltz berhasil mengusir warden. Kota itu beserta dengan warganya berhasil mengusir sang naga jahat yang meluluhlantakkan segalanya dalam api. Walaupun sang burung tua mati tanpa meninggalkan jejak, namun penerbangannya diketahui oleh semua burung yang lain. Mereka akan mengikuti kehebatan apa yang telah dilakukan oleh burung tua itu. Meskipun tanpa jejak, burung-burung yang lainnya tidak akan pernah tersesat. Karena mereka tahu, bahwa burung tua itu masih bersama dengan mereka walaupun tidak ada di samping mereka. Karena mereka tahu, bahwa burung tua itu akan selalu mengawasi mereka walaupun matanya tidak ada di antara mereka. Karena mereka tahu, bahwa burung tua itu, akan selalu membimbing mereka ke jalan yang benar, tempat dimana legendanya akan berakhir, dan terulang kembali.
“Sudah kubilang. Kita hanya akan bisa melakukan ini jika kita bersama-sama.”
“Kamu benar. Terima kasih, Vir.”
Ferre memeluk Vir dengan erat. Seluruh kematian yang dialami oleh para warga dan prajurit-prajurit pemberani itu, akhirnya terbalaskan sudah. Fradelle dan Elizabeth, Ferre mengetahui bahwa mereka sudah tenang di alam sana. Aerius dan Ferrum yang ada di luar sana, mereka berdua pasti akan kembali, membangun kota Grandbeltz ini pada kejayaannya dulu. Dan Rex, kepemimpinannya akan selalu dikenang, sebagai raja paling pertama dan pemberani. Sorak sorai warga memang telah menghilang dan tak akan kembali. Stan makanan dan aroma lezat darinya tidak akan dibangun lagi. Gedung-gedung pencakar langit tidak akan berdiri dengan sendirinya. Dan warga-warga tidak akan muncul dan saling berbincang serta bercanda ria seperti biasanya. Namun, setidaknya revolucio telah berhasil membuktikan, bahwa umat manusia masih bisa menyerang balik para warden. Naga jahat tersebut akan diusir lagi, sekali untuk selamanya. Bahkan jika bayangannya itu masih tinggal tetap dan kembali menyerang, umat manusia akan tetap bersatu. Dan bersama, mereka akan membuktikan, bahwa tidak akan ada lagi naga yang bisa menindas, menyiksa, dan menghancurkan mereka. Sejarah perjuangan umat manusia tidak akan pernah menghilang, karena bayangan naga tidak pernah dapat membuka mulutnya.
Ini adalah sejarah baru. Sebuah dongeng baru tentang naga dan sang pahlawan. Mungkin tidak akan pernah ada yang mengetahuinya, karena sudah tidak ada lagi manusia yang tinggal di kota tersebut. Namun, seperti burung lain yang mengikuti jejak burung tua, umat manusia pasti akan menerima cerita ini di masa depan nanti.
Scene 6 : Renewal
Sang naga telah dikalahkan, dan para warga bersorak sorai. Mereka bernyanyi kegirangan, dan menyanyikan lagu kemenangan. Mereka telah melewati malapetaka yang dahsyat, dan mengatasi ancaman yang mengerikan. Mereka telah menapaki era yang baru. Sang raja dan ratu, walaupun terpisah, mereka akhirnya bertemu kembali.
Kerajaan yang baru dibangun, rumah-rumah diperbaiki, dan senyuman para warga kembali lagi. Pesta dirayakan dengan meriah di malam hari, dan kembang api menyala dengan terang di antara kegelapan langit malam. Bayangan sang naga mungkin saja akan datang kembali menyelimuti mereka dalam kegelapan. Namun, bayangan itu tidak akan pernah tahan dengan api semangat yang berkobar dari para warga, pasukan, pahlawan, serta sang raja dan ratu yang bersatu teguh dalam satu tekad yang sama. Walaupun bayangan itu masih ada, manusia tidak akan takut lagi dalam kegelapan. Sebab, mereka adalah satu pedang, dengan satu tujuan yang sama.
Dalam kegelapan, umat manusia akan bangkit kembali hingga mereka mencapai terang. Ini adalah era yang baru, sebuah pembaruan bagi takdir umat manusia. Mereka akan menyerang balik sang naga dan bayangannya, dan tidak lama lagi, kemerdekaan akan digapai oleh umat manusia, hingga ke ujung dunia.
“Ingatlah ini semuanya, karena ini adalah warisan dari seekor burung... Yang sudah tua.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments