Warwick
Proelium, tahun 2945
Tidak ada yang mengetahui dengan jelas sejarah asli dari awal terciptanya kekejian di dunia ini. Yang pasti, orang orang yang tinggal di dunia ini hanya memiliki dua tujuan hidup, yaitu membunuh dan bertahan hidup. Mereka semua layaknya seorang bandit yang saling bertarung satu sama lain. Mereka semua tidak punya rasa peduli ataupun mengasihi. Tidak peduli seberapa lemah dan tidak berdayanya kalian, mereka tetap akan mengincar mu, lebih tepatnya harta milikmu. Mereka tidak akan peduli tentang umur, jenis kelamin maupun status. Yang paling penting bagi mereka adalah untuk menjadi lebih kuat dan bertahan hidup dari para warden.
Warden adalah pasukan mechanoid yang merupakan dalang di balik semua kekejian di dunia ini. Mereka semua akan terus mengawasi gerak gerik manusia yang tinggal di kota kota. Tindakan apapun selain bertarung, seperti kerja sama, menyelamatkan orang lain, ataupun membiarkan seseorang yang kalah dalam pertarungan tetap hidup akan membuat para warden langsung membunuh orang yang melakukan tindakan tersebut. Di dunia ini, orang yang kejam dan haus akan pertarungan terus menjadi lebih kuat, sementara yang lemah dan yang naif hanya akan menjadi batu pijakan bagi orang orang tersebut.
Dan disinilah aku berdiri sebagai seorang petarung wanita yang paling disegani. Namaku Keres Sanguis, dan aku dikenal sebagai orang yang paling kuat dan kejam diantara para iblis berwujud manusia ini. Saat ini, aku sedang menghunuskan pedangku ke arah seorang anak kecil. Aku tidak peduli akan umurnya, tapi mungkin dia sekitar 5 tahunan. Yang pasti, dia telah mencuri sesuatu yang berharga dariku, yaitu sebuah pisau emas yang aku simpan di kantong celanaku. Perlu kuakui, dia memang seorang pencopet yang handal. Sayangnya, ini bukanlah dunia nya pencopet namun para pembunuh dan juga berandalan.
Satu tetes air matanya pun tidak berhasil membuatku tersentuh. Mataku masih menatap tajam ke arah muka bocah itu yang telah dibasahi oleh air mata. Wajahnya memelas, seolah meminta pengampunan dariku.
“Maafkan aku, kak, biarkan aku tetap hidup. Aku masih ingin tumbuh menjadi orang dewasa sepertimu. Aku tidak mau mati sekarang, kak !”
Permohonan bocah itu terdengar sangat bodoh di telingaku. Bukankah dengan mati di tanganku, dia tidak akan merasakan betapa kejamnya dunia ini. Lagipula aku juga punya keinginan yang sama dengannya. Menjijikkan, menurutku. Namun aku juga masih tidak mau mati sekarang. Aku pun mengangkat pedang panjangku sambil memasang wajah kesal.
“Aku juga tidak mau mati oleh warden sialan itu, bocah.” jawabku. Tangisan bocah itu semakin keras dan menjadi jadi. Kupingku ingin sobek rasanya.
“Siapa pun, tolong aku !”
Bocah itu dengan polosnya berteriak meminta tolong, walaupun seharusnya ia sudah tahu fakta bahwa orang orang di sekelilingnya justru bersorak karena melihat aksiku. Bocah ini, tidak punya pendukung sama sekali.
“Tidak ada yang akan membantumu, bocah.” ucapku sambil mengayunkan pedang ku ke kepala kecilnya sambil memejamkan mata. Pedangku mendarat dan pada akhirnya menebas tubuh seseorang, namun aku yakin itu bukanlah tubuh bocah kecil itu. Aku membuka mataku dan mendapati bocah itu telah menghilang dari hadapanku. Rupanya seorang pria telah menyelamatkan bocah itu dan membiarkan dirinya sendiri sebagai tembok daging untuk menahan serangan ku itu. Sampai sampai aku terkejut karena ada saja orang bodoh yang ingin mengorbankan diri sendiri untuk melindungi bocah kecil sepertinya.
“Katakan padaku, siapa namamu pahlawan gadungan.” ucapku dengan pelan sambil menoleh ke kiri menghadap ke arah 2 orang bodoh ini. Pria itu kemudian menjawab.
“Nama ku Optio. Dan aku adalah orang yang selalu melindungi anak kecil dari iblis bejat sepertimu ini !”
Pria ini sungguh menarik. Dia bahkan berani beraninya memanggilku dengan sebutan 'iblis bejat'. Aku masih heran bagaimana bisa ada orang yang senaif dia berusaha untuk menolong orang lain yang sudah tak tertolong, bahkan sampai rela mengorbankan dirinya sendiri.
“Apa kamu tidak takut mati dibunuh oleh para warden ?” tanyaku.
“Aku lebih takut akan Tuhan daripada para warden sialan ini tau !!”
Pria itu kemudian mengambil kedua pedangnya dan berlari ke arahku. Aku hanya melihatnya mendekat sambil mengamati cara ia berlari ke arahku. Bahkan dia sendiri tidak menyadari ada sebuah warden yang sedang terbang di belakangnya. Aku hanya berpura pura mengangkat pedangku seolah olah menanggapi serangannya dengan serius.
“Kepercayaanmu itu, hanyalah sia sia belaka.”
Seketika itu juga, pria itu terkena ledakan yang ditembakkan oleh warden dari belakangnya. Bagaimana bisa orang ini menyebut dirinya sebagai pelindung anak anak, saat dia sendiri tidak dapat melindungi dirinya sendiri.
Aku hanya berdiam diri sambil menyaksikan wajahnya yang terkena shock akibat serangan tiba tiba dari warden di belakangnya itu. Sudah jelas, dia akan meninggal setelah ini.
“Sayangnya, di dunia ini tidak ada yang namanya Tuhan.” gumamku sambil terus menatap ke tubuh pria itu yang langsung terlontar ke belakangku. Lupakan saja dia. Saat ini aku masih punya urusan dengan bocah pencopet itu.
Aku berjalan mendekat ke arahnya sambil melihat ke arah muka bocah itu yang sudah pupus harapan kehilangan satu satunya penyelamat hidupnya
“Kembalikan pisau ku itu bocah.” ucapku sambil menyodorkan tangan kiriku ke arahnya. Kali ini aku sedikit berbaik hati dengan menancapkan pedang zweihander ku ke tanah, tanda bahwa aku sedang tidak ingin bertarung melawannya. Tentu saja bocah itu diam.
“Hmph, kamu sudah tau, ya ?”
Aku langsung mengambil dan mengangkat zweihander ku dari tanah setinggi tingginya. Bocah itu kemudian bergumam kepada dirinya sendiri. “Maafkan aku, Ardere....... Fraglantia.”
“Aku duga itu adikmu.”
Bocah itu tetap diam mematung.
“Haruskah kubilang, kalau adikmu itu juga tidak akan bertahan lama di dunia ini ?” sambung ku sambil tersenyum sinis. Bocah itu kemudian menyembunyikan pisau emas hasil curiannya ke belakang tubuhnya.
“Tentu saja .....”
Pada akhirnya, aku memutuskan menebas bocah itu dan membunuhnya menggunakan pedangku.
“Sekalipun kamu mengembalikan pisau itu, aku tetap akan membunuhmu.”
Tubuh bocah itu pun terjatuh ke tanah dan meninggalkan bercak darah yang sangat banyak. Aku kemudian menggulingkan mayatnya lalu menunduk untuk mengambil kembali pisau emasku itu.
“Cih, gara gara darah kotor mu, pisau ini sudah tidak berwarna emas lagi.” keluhku. Aku kembali berdiri tegak dan mendapati orang orang di sekelilingku bersorak sorai gembira, sama sekali tidak peduli terhadap kematian bocah itu. Memang benar, merekalah iblis yang sesungguhnya.
Aku berjalan melewati kerumunan itu yang terus menerus memenuhi gendang telingaku dengan pujian dan sorakan. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang meminta tanda tangan dariku, benar benar menyebalkan. Mataku kemudian mendapati tiga orang yang berjalan mendekat ke arahku kemudian menunduk secara bersamaan kepadaku.
“Bos, apa ada sesuatu yang anda ingin kami lakukan ?” tanya seorang dari mereka kepadaku.
“Ambil pedang milik mayat pria di belakang itu.” titah ku. Mereka kembali memberi hormat sebelum akhirnya langsung melaksanakan perintahku itu. Mereka adalah budak ku yang paling setia. Anjing anjing yang selalu mengikuti ku kemanapun aku pergi, sekalipun aku tidak menginginkan mereka.
Pada akhirnya, aku dan ketiga anjingku berjalan keluar dari gerbang kota, dan akan pulang menuju ke rumahku satu satunya.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Amelia
salam kenal ❤️🙏
2024-05-31
0