Wild Dogs

Aku dan ketiga 'anjing' setiaku berjalan menjauh dari gerbang kota Mortis. Suasana hening. Tidak ada yang mengajakku bicara sama sekali. Lagipula tidak ada topik yang menyenangkan untuk di diskusikan di dunia ini. Perjalanan ini mulai semakin membosankan. Tidak ada hiburan apa pun selama aku dan ketiga anjingku berjalan ke rumahku. Sepertinya, aku lebih baik mengingat masa lalu ku kembali, yaitu kehidupan pertamaku sebelum akhirnya terlahir di dunia terkutuk ini.

Kehidupan pertamaku cukup damai dan menyenangkan. Aku adalah anak pertama dari 2 bersaudara dan terlahir di keluarga yang cukup kaya. Aku di kehidupan pertamaku bisa di bilang cukup sukses sebagai seorang wanita karir. Ketertarikan ku akan planet dan bintang bintang di luar angkasa berhasil mendorongku untuk menjadi salah satu ilmuwan terbaik yang bekerja di NASA. Bahkan aku sempat dianggap sebagai tokoh penting karena telah memajukan teknologi dalam bidang astrologi. Jika saja sampai sekarang aku masih berada dalam kehidupan pertamaku, mungkin saja 2 atau 3 tahun ke depan umat manusia sudah dapat bertransmigrasi ke planet lain. Namun itu semua berakhir saat aku dibunuh oleh seseorang yang misterius. Yang aku ingat hanyalah fakta bahwa pembunuh itu tidak terlihat seperti manusia pada umumnya. Penemuan terakhirku adalah sebuah penemuan yang dapat mengancam keberadaan manusia, dimana aku dan tim ku menemukan sebuah meteorit yang terjatuh di New York, Amerika. Ledakan besar meteor itu hampir menghancurkan setengah dari New York dan telah menimbulkan banyak korban jiwa. Namun yang lebih berbahaya adalah ledakan meteor tersebut menimbulkan radiasi yang dapat meracuni tubuh manusia. Jika saja aku masih hidup di kehidupan pertamaku itu, aku sudah pasti akan berjuang keras untuk mencari cara mengatasi hal itu. Setidaknya aku bangga karena memiliki banyak teman yang dapat ku andalkan di kehidupan pertamaku, tidak seperti tiga anjingku saat ini, menodongkan senjata hasil curian mereka ke arahku.

“Fulgur, apa yang kau lakukan ? Cepat bunuh orang ini ! Sebelum dia kembali dari lamunannya !”

“Kita terlambat, bodoh ! Dia sudah menyadarinya !”

Aku menghentikan langkahku. Seperti yang dibilang oleh anjingku yang bernama Fulgur itu, aku sudah menyadari niatan mereka, bahkan sejak tadi saat aku sedang terbuai dengan kehidupan masa laluku itu.

“Sudah kuduga. Kalian memanglah seekor anjing liar, yang selalu mengais makanan dari tubuh tuannya sendiri.”

Kali ini aku benar benar marah, hingga mengeluarkan aura sihirku yang berwarna keunguan itu. Aku dapat merasakan ketakutan dari ketiga anjingku yang pengecut itu. Anjingku yang pertama, Fulgur, mulai berjalan mundur menjauhiku saat aku mulai menoleh ke arahnya.

“Apa kamu kira hanya dengan mencuri pedang milik seorang pahlawan, bisa membuat menjadi seorang pahlawan juga ?” tanyaku dengan nada mengancam. Aku mulai mengambil pedang zweihander yang kusimpan di belakang punggungku.

“Hmph, kami bertiga tidak perlu menjadi pahlawan untuk membalaskan dendam ibu kami, ****** !!”

Anjing bernama Fulgur itu akhirnya berlari ke arahku sambil menghunuskan pedang milik pria bernama Optio tadi ke arahku. Dasar makhluk rendahan, dia kira bisa mengalahkan ku dengan menggunakan teknik seperti itu. Aku memegang zweihander ku dengan kedua tangan kemudian mengeluarkan seluruh kekuatan dari energi sihirnya yang membuat ketiga anjing itu terhempas ke belakang.

“Jadi begitulah .....”

“Tonitrui, kita bunuh mereka semua.”

Ketiga anjingku itu mulai bergidik ketakutan. Mereka hanya dapat berpura pura tidak gemetaran di hadapanku.

“Majulah, anjing anjing nakal.” ucapku dengan nada sinis.

“Ignis, kita maju sekarang !”

Yang bernama Fulgur memang berani sekali. Temannya, atau harus kusebut sebagai saudaranya yang bernama Ignis juga ikut berlari ke arahku. Walaupun mereka semua hanyalah segelintir sampah di hadapanku, aku tetap akan melayani mereka dengan serius. Walaupun aku tidak terbiasa dengan cara bertarung yang menghabiskan waktu seperti ini, setidaknya aku akan sedikit menghibur mereka dengan pertarungan sengit yang hanyalah palsu.

Mereka mulai menyerang ku dari dua arah yang berbeda, kiri dan kanan. Walaupun tiap serangan mereka cukup mudah untuk ditangkis, tetap saja serang bergiliran mereka sangat menyebalkan. Si anjing kedua, Ignis, kemudian mulai menyerang ku menggunakan tongkat berapinya dengan gerakan seperti menari dibantu oleh kelenturan tubuhnya. Harus kuakui, anjing yang satu ini layak untuk menjadi petarung tingkat atas.

Serangan terus menerus dari kedua anjing ini akhirnya berhasil membuatku sedikit terpojok. Aku menahan kedua senjata mereka berdua menggunakan zweihander kesayanganku, Tonitrui. Kedua anjing ini sepertinya sudah mulai memiliki harapan bahwa mereka dapat mengalahkan ku. Momen seperti inilah yang aku tunggu. Saatnya melakukan serangan balik dan menghancurkan harapan bodoh mereka itu.

Dengan menggunakan sihir petir milik Tonitrui, aku langsung melesat ke arah kiri dan meninggalkan kedua anjing itu dengan sebuah ledakan petir yang dahsyat, cukup kuat untuk membunuh 10 orang tanpa perlindungan apapun dalam sekali serangan. Aku rasa pelajaran itu sudah cukup untuk mereka, namun dugaanku ternyata salah. Anjing ketiga, Zephyrus, menembakkan sihir anginnya dari kejauhan. Aku pun menghindar dari serangan itu dengan melompat ke kiri. Dilihat dari pola serangannya, itu adalah sihir angin level lima, dan terbuang sia sia begitu saja.

“Sihirmu itu membuat suara terlalu keras, bodoh !” teriakku kepada anjing ketiga itu dari kejauhan.

“Memangnya apa masalahmu dengan sihirku, bodoh !?” balasnya dari kejauhan. Anjing yang satu ini benar benar kurang ajar. Dia kembali menembakkan sihir yang sama itu kembali ke arahku. Bajingan yang satu perlu dihajar dengan keras dan aku tidak ingin menghabiskan tenagaku dengan menghindari sihir ini kembali. Cukup dengan menggunakan kekuatan milik Tonitrui, aku dapat menangkis sihir itu hanya dengan ayunan kecil. Namun, ternyata aku salah sangka. Ledakan angin dari sihir itu sempat membuatku hampir terjatuh. Anjing yang satu ini hebat juga ternyata.

Baru saja saat aku mendapatkan keseimbanganku kembali, anjing kedua, Ignis, melompat ke arahku dari belakang. Aku tidak perlu menghindari yang satu ini. Pertahanan terbuka cukup luas dan dia juga tidak bisa terbang ke arah lain. Tanpa menoleh sedikitpun, aku membalikkan Tonitrui ku ke belakang kemudian menusuknya di bagian perut. Sangat mudah, dan sekarang tinggal 2 lagi anjing yang tersisa.

“Ignis !!”

Aku mendengar si Fulgur meneriakkan nama saudaranya dari kejauhan. Itu tidaklah berguna, teriakanmu tidak akan mengembalikan orang mati hidup kembali, ucapku dalam hati. Aku membanting badan anjing kedua ini ke tanah yang ada di depanku kemudian berjalan mendekatinya saat sadar kalau anjing ini belum mati, namun masih sekarat.

“Apa kata kata terakhirmu ?” tanyaku. Anjing itu hanya tersenyum lebar sambil terbatuk batuk mengeluarkan darah. Dia tidak menjawab dan hanya menatap ke arahku. Setelah beberapa detik tanpa perkataan apapun darinya, aku memutuskan bahwa anjing ini tidak akan menyerukan kata kata terakhirnya.

“Menunggumu hanyalah menghabiskan waktuku, dasar anjing sialan.”

Aku menusukkan pedangku ke dada anjing merah itu, seketika membuatnya terdiam untuk sementara. Aku menarik kembali Tonitrui dari dadanya dan menusuknya sekali lagi di tempat yang sama, hanya untuk memastikan kalau dia memang benar sudah mati. Setelah aku menarik kembali pedangku, aku membalikkan badanku menghadap ke arah dua anjing yang lainnya. Ada Fulgur yang mukanya dipenuhi oleh amarah dan juga kesedihan mendalam yang berada di depanku, dan si Zephyrus, yang mematung karena melihat saudaranya mati terbunuh oleh pedang kebanggaanku Tonitrui, yang berdiri di samping kananku.

“Sialaaaan !!”

Fulgur berlari ke arahku dengan emosi yang meledak ledak. Biasanya, orang yang mudah mengamuk seperti dia akan mati dengan cepat dalam pertarungan. Kita lihat seberapa cepat anjing ini akan mati di tanganku saat dirinya ditelan oleh emosinya sendiri. Aku menangkis semua serangannya dengan mudah. Tidak ada yang spesial dari anjing yang satu ini, kecuali kapasitas energinya yang cukup banyak. Dia terus mempertahankan serangannya tersebut tanpa kelelahan sama sekali. Jika ini terus berlanjut, aku yang tidak punya kapasitas energi sebesar dirinya akan berada dalam bahaya. Sepertinya aku terlalu meremehkan anjing yang satu ini. Bagaimanapun, aku harus menghentikan serangannya jika tidak, aku akan berada dalam posisi yang bahaya.

“Kenapa kau nggak mati aja, bajingan !!?”

Akhirnya dialah yang mengalah duluan. Anjing itu, Fulgur melompat ke belakang menjauhiku, kemudian mengangkat pedangnya tinggi tinggi dan mulai merapal sihir terkuatnya. Padahal anjing itu tadi berada dalam posisi yang lebih menguntungkan dari padaku, sekarang keadaannya telah terbalik.

“o deus omnipotens , hunc gladio imperfectum benedic virtute tua , et fac me - !!”

Fulgur, si anjing pertama yang sedang merapalkan mantra sihirnya itu mengeluarkan darah dari mulutnya. Aku tidak perlu lama lama menunggunya merapal sihirnya kemudian menunggu pedang curiannya itu melepaskan serangan dahsyat ke arahku. Saat ini, pedangku telah menembus perutnya. Tentu saja aku yang melakukan itu. Saat dia sedang merapal mantra, aku langsung melesat ke arahnya dan menusuknya dengan Tonitrui ku.

“Kamu merapal sihir terlalu lama bodoh.” ucapku sambil menarik Tonitrui dari perutnya, kemudian menebasnya sebanyak dua kali yang menyelesaikan kehidupannya di dunia ini seketika. 2 anjing terjatuh, kini tinggal satu lagi. Aku menoleh ke arah anjing yang ketiga, Zephyrus yang saat ini masih berdiri di tempatnya sambil menundukkan kepalanya ke bawah. Entah apa yang dilakukannya, tapi aku mendengar suara seperti cekikikan dari arahnya. Anjing ini baru saja tertawa setelah melihat kematian kakaknya. Ia tertawa semakin keras. Sepertinya karena ia sudah menjadi gila.

“Bajingan ! Bajingan ! Bajingan ! Mati kau !!” Teriak Zephyrus dengan kencang kepadaku. Angin hitam mulai berhembus kencang dan mengelilinginya. Anjing ketiga tersebut kemudian mulai melayang di atas tanah sambil terus mengutuki tuannya, yaitu aku sendiri. Puluhan lingkaran sihir berwarna hijau mulai bermunculan di belakangnya.

“Hebat juga kau. Apa itu sihir angin level 10 ?” gumamku sambil melihat ke arahnya. Anjing itupun kemudian menembakkan sihir anginnya ke arahku. Sepertinya memang benar. Saat aku menangkis tembakan dari sihir angin tersebut, aku dapat merasakan tekanan yang sangat kuat hingga hampir melemparkan ku ke belakang. Anjing ini menggunakan sihir level 10 dengan cuma cuma, tidak mempedulikan jumlah energi sihir yang dihabiskannya sendiri. Bagaimanapun, aku harus mendekat ke arahnya. Aku terus menangkis sihir angin yang dia tembakkan secara terus menerus. Aku terus menghindar, menangkis, dan berlari mendekatinya.

Sialan, sihir orang ini sangat kuat sekali. Pada akhirnya, saat aku menangkis salah satu sihir angin tersebut, aku terhempas ke belakang.

“Kena kau, iblis bajingan !!”

Ia mengepalkan tangannya, dan seketika itu juga aku dikelilingi oleh angin hitam yang sangat gelap. Tentu saja aku tidak akan diam saja sambil menunggu terbunuh oleh sihirnya. Dengan kemampuan milik Tonitrui, aku menerjang keluar dari penjara angin tersebut yang merupakan sihir level 7. Aku sekarang sudah berdiri di belakangnya, dan dia masih saja melepaskan tembakan pedang angin ke dalam penjara angin tersebut. Walaupun bodoh, tetap saja kemampuannya tidak dapat diremehkan.

“Hei, Zephyrus. Apa yang kamu lakukan ? Aku ada di belakangmu, bodoh.” seru ku. Dia langsung menoleh ke belakang dan terkejut saat mendapatiku tengah berdiri di belakangnya.

“Aku baru saja pindah kesini tahu. Kamu tidak sadar ?” tanyaku dengan santai.

“Bajingan !!”

Aku menerjang ke arahnya yang membuat ia menciptakan lingkaran sihir di tangannya. Aku menebas lingkaran sihir itu dan justru terlempar ke belakang. Perisai angin rupanya. Ia kembali menggunakan penjara anginnya, namun aku menerjang ke arahnya, sebelum aku terkurung dalam sihir tersebut sekali lagi. Orang ini benar benar tidak mengerti cara menghemat energi sihirnya sendiri. Aku melompat ke atas dan mengeluarkan seluruh kekuatan Tonitrui. Serangan ini adalah akhir bagi hidupnya. Ia mendecih kesal, kemudian kembali menggunakan perisai anginnya.

“Kamu baru saja membunuh dirimu sendiri bodoh.”

Aku mendorong tubuhku ke arahnya kemudian menebas perisai angin miliknya. Zweihanderku, Tonitrui dengan seluruh kekuatannya, tentu saja dapat menghancurkan perisai angin tersebut yang sudah kekurangan energi sihir. Aku berakhir mendarat di belakangnya dan mendaratkan tebasan yang seketika membunuhnya. Tubuhnya terjatuh ke tanah dan meninggal.

“Kamu.... Adalah satu satunya yng tidak layak dianggap sebagai anjing, Zephyrus.”

Terpopuler

Comments

calliga

calliga

Semangat!

2023-07-07

0

Amelia Handayani

Amelia Handayani

semangat kaka

2023-04-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!