A Joyful Time

Ada sebuah cerita. Cerita yang bertahan sudah sangat lama sekali. Ini adalah kisah pertempuran antara pahlawan dengan seekor naga.

Para penyerang telah dikalahkan dengan mudah oleh keenam pahlawan, namun itu semua berujung pada sebuah harga yang harus dibayar. Mereka kehilangan satu rekan mereka, dan para penyerang juga memiliki dendam kepada para pahlawan.

Pemimpin penyerang meninggal dalam peperangan besar, membuat para penyerang menjadi suku tanpa pemimpin. Mereka berjalan tanpa arah, dan setiap harinya diburu oleh para tentara dari kota tersebut. Keinginan untuk membalas dendam itu semakin membesar, hingga akhirnya amarah mereka berhasil membangkitkan seekor naga.

Naga bertanya : Ada apa gerangan sehingga engkau membakar amarah begitu besar, wahai manusia pemberani ?

Para penyerang menjawab : Kami dijatuhkan dengan begitu dahsyat. Kami kalah perang, wahai naga yang berkuasa atas segala-galanya. Kami direndahkan, dikejar, dan dibantai. Mereka bersorak, sehingga kami menangis hingga larut malam. Tidak ada satupun dari hari-hari kami tidak kehilangan nyawa, ya naga yang berkuasa !!

Mendengar hal itu, sang naga mengamuk, dan membentangkan sayapnya.

*Bernyanyi lah, wahai para manusia yang menderita dalam kesengsaraan, sehingga aku akan meluluhlantakkan mereka semua menjadi satu dengan tanah. Nyanyian mereka haruslah menjadi ratapan, karena begitulah yang kiranya mereka lakukan terhadap engkau ! Angkatlah senjata mu itu tinggi-tinggi, hingga ke ujung bumi, sehingga senjata mereka akan direndahkan hingga ke bagian paling bawah dari bumi. *

Sesungguhnya, mereka yang meninggikan diri mereka haruslah direndahkan, dan yang direndahkan haruslah ditinggikan ! Bertarung lah seperti seorang pria !! Sehingga mereka semua akan direndahkan sama seperti seorang wanita pada suaminya.

Dalam kegirangan, para penyerang itu menyadari sesuatu.

Maka para penyerang itu mengatakan seperti ini jadinya : Kami semua tahu, bahwa engkau adalah seekor naga yang maha dahsyat. Namun, jumlah kami hanyalah secuil saja. Sekonyong-konyong kami menyerang mereka, tentulah akan dihabiskannya kita dalam sekejap mata.

Naga pun menjawab : Sekali-kali nya tidak !! Apalagi yang perlu kalian takutkan saat aku ini melebarkan sayapku hingga mengatasi bumi !? Janganlah takut, sebab engkau berada di sisi yang benar !! Kembalilah, dan nanti-nanti datanglah kembali kepadaku saat engkau bersenjata lengkap. Supaya aku tahu, bahwa engkau adalah seorang pria, yang akan merendahkan mereka para wanita !!

Di saat itu juga, para penyerang kembali pulang dengan tawa yang keras. Takut tidak ada lagi bersama dengan mereka, karena hanyalah kegembiraan saat ini yang berada di samping mereka. Dalam tujuh hari berikutnya, para penyerang menjajah kembali kota tersebut, dibarengi dengan raungan sang naga.

...****************...

Scene 2 : Reminiscent of the Great Victors

“Kak Anchora, kenapa kamu memberiku roti ini saat kamu sendiri kelaparan ?”

“Karena aku adalah kakak yang kuat, yang melindungi adiknya dari serigala jahat !! Makan saja, karena aku bisa menahan ini lebih lama lagi.”

“Luar biasa !! Terima kasih, kakak ! Kamu adalah yang terbaik !”

Elizabeth terbangun dari tidurnya, dan duduk diam karena memorinya semalam. Sebuah dialog indah di masa lalunya dengan seorang gadis yang sangat ceria. Dialog yang singkat itu bagaikan cahaya di antara kegelapan, sebuah tawa di antara kesedihan.

“Keres ? Kenapa aku bermimpi tentangnya ?” gumam Elizabeth.

Kamar masih gelap, begitu juga dengan langit malam saat ini. Hanya ada seberkas cahaya dari bintang-bintang kecil yang jauh di atas sana. Elizabeth beranjak dari kasurnya, dan mengamati bintang-bintang tersebut dari balkon sebelum ia akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar. Tidak ada seorangpun, tentu saja. Dengan diam-diam, ia berjalan layaknya seorang pencuri yang menyelinap di rumah seseorang, berusaha untuk tidak membangunkan pemilik rumah tersebut. Dengan kemampuannya yang hebat, ia akhirnya berhasil keluar dari kastil besar tersebut dan ia berakhir di sebuah taman kerajaan yang begitu luas, dan juga sangat rindang.

Ia mengambil nafasnya dalam-dalam, menghirup udara malam yang sejuk, namun juga membekukan dirinya sendiri.

“Sudah sejak lama kota ini kehilangan yang namanya polusi, huh ?” gumam Elizabeth pada dirinya sendiri.

“Baiklah, sekarang apa ?”

Elizabeth terlihat sedang kebingungan. Ia menoleh ke berbagai arah, seakan sedang tersesat di jalan. Setelah merenung sejenak, ia akhirnya memutuskan untuk memasuki kebun rerumputan yang bagaikan sebuah labirin alami di depannya, dan itu adalah sebuah kesalahan besar. Kini, Elizabeth menoleh ke kanan dan ke kiri sekali lagi, karena dia saat ini benar-benar sedang tersesat.

“Sheesh. Keres, apa kamu tahu kalau kakakmu ternyata sebodoh ini ?”

Lagi-lagi Elizabeth berbicara kepada dirinya sendiri. Apakah dia akan tersesat dan mati kelaparan di area kastilnya sendiri ? Mungkin saja iya, dan mungkin saja juga tidak. Setelah berkeliling kesana-kemari dalam waktu yang begitu lama, akhirnya sebuah keajaiban pun terjadi. Elizabeth mendengar sebuah alunan lagu indah entah darimana, dan saat mengikuti arah suara dari lagu tersebut, Elizabeth dapat mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia dekat dengan kebebasan dari labirin rumput ini.

“Bukankah itu adalah seruling Rex ? Jadi dia juga belum tidur, huh ?” gumamnya.

Beberapa saat kemudian, ia akhirnya berhasil keluar dari labirin rumput tersebut. Terasa seperti sebuah malam yang melelahkan baginya, dan juga sangat spesial. Spesial karena kebodohannya sendiri lebih tepatnya. Elizabeth berjalan menuju sebuah bangsal kecil yang tidak jauh darinya, karena ia berpikir kalau itu adalah tempat dimana lagu tersebut berasal. Namun saat ia sudah berada di dalam bangsal tersebut tidak seorangpun terlihat sama sekali. Yah, bukanlah sebuah masalah besar baginya.

“Tidak mungkin ada hantu, kan?” gumamnya.

Namun pikirannya itu tidak sama dengan kenyataannya. Di sebuah meja, terdapat sebuah cangkir berisi teh yang masih agak penuh, seolah baru saja ada orang yang membuat dan meminumnya.

“Tidak mungkin ada hantu, kan ?” ulangnya lagi, kali ini dengan bulu kuduk yang berdiri.

Elizabeth memutuskan untuk tidak peduli dengan cangkir teh yang ada di atas meja sepenuhnya, dan lebih memilih untuk menikmati pemandangan di kebun kastilnya. Angin sepoi-sepoi menghantam wajahnya, seketika menenangkan pikirannya kembali. Di saat itulah, ia teringat sekali lagi akan momen bahagianya bersama dengan Keres.

Saat ia terpaksa meneriaki Keres hanya karena melihat sebuah luka kecil di tubuhnya.

Kak Anchora, ini cuma luka sayatan aja !! Kenapa ngotot banget sih pingin nyembuhin !?

Bisa aja terinfeksi, bodoh !!

Huwaa !! Ferre,kak Anchora jahat !

Momen saat ia terpaksa untuk menghela nafasnya dan tertawa bersama.

Momen saat ia dan Keres saling menyemangati satu sama lain.

Semangat ! Kamu pasti bisa mengangkat pedang itu, Keres !!

Tapi ini terlalu berat !!

Saat ia harus menutupi seluruh tubuh Keres dengan selimut karena sedang bersembunyi dari kejaran warden.

Kak, aku takut !

Tenang saja, aku ada di sini, di samping mu. Dan selamanya akan selalu begitu.

Janji ?

Janji.

Dua kelingking yang saling mengikat satu sama lain, sepertinya itulah yang selalu membuatnya teringat akan masa lalu tersebut. Elizabeth memegangi kalung yang melingkari lehernya, yang merupakan sebuah peninggalan terakhir dari Keres. Ia memejamkan mata dan berpikir, apa yang terjadi dengannya di luar sana ?

“Jadi, apakah aku harus bertanya ? Tentang apa yang dilakukan seorang ratu baru malam-malam seperti ini ?”

Suara tersebut muncul dari belakang secara tiba-tiba, namun Elizabeth tidak terkejut sama sekali. Ia mengenal pemilik suara itu, yaitu suaminya sendiri, Rex. Elizabeth tidak bergerak, dan membiarkan Rex memeluk tubuhnya dari belakang.

“Dan apa yang dilakukan seorang raja baru malam-malam seperti ini juga ?”

“Membalas pertanyaan dengan pertanyaan, huh ? Kamu.... Sepertinya sedang teringat akan sesuatu ?”

Dasar pembaca pikiran ! Aku bisa saja salah mengiranya sebagai hantu asli, kalau saja aku tidak menikah dengannya kemarin.

“Keres. Apa kamu tahu tentangnya ?”

Rex terkekeh sejenak, membuat Elizabeth kebingungan dengan apa yang lucu dari pertanyaannya.

“Dasar bodoh. Apa kamu tidak pernah dengar tentang petarung wanita terkuat di dunia ? Itulah adalah dia, tahu.”

“Baiklah, aku lebih memilih untuk tidak percaya omng kosong mu itu. Terdengar tidak seperti apa yang akan dilakukan oleh seorang gadis polos sepertinya.”

“Terserah mau percaya atau tidak. Yang pasti, itulah rumor yang selama ini aku dengar.”

Selama ini ? Jadi rumor itu sudah beredar cukup lama ?

“Jadi Keres.... Selama ini dia masih hidup ?”

“ Kalau dari rumor yang masih beredar sampai saat ini, seharusnya memang seperti itu.”

“Dan itulah yang membuat Ferrum pergi dari kota ini. Untuk mencarinya, huh ? Syukurlah.”

Elizabeth menghela nafasnya karena lega. Apa yang ditakutkan nya selama ini ternyata tidak pernah terjadi.

Semoga saja, Ferrum bisa menemukannya. Aku berpikir, sudah seberapa besar dirinya saat ini ?

Rex menyandarkan kepalanya di bahu Elizabeth, membuat Elizabeth sedikit terkejut saat itu juga. Rex membisikkan sesuatu, sebuah hal yang agak sulit untuk dipercaya.

“Elizabeth, sepertinya kota Impius juga sudah merdeka dari kekuasaan warden.”

“Apa !? Itu tidak mungkin !! Terakhir kali aku mendengarnya-”

Rex menaruh jari telunjuknya di bibir Elizabeth, menyuruhnya untuk diam.

“Ini masih malam. Kamu bisa membangunkan yang lain, tahu.”

“Tapi-”

“Kembalilah ke kamarmu dan tidurlah. Besok kita akan membahas surat misterius dari kota Impius itu.”

“Jujur saja, aku juga dibuat depresi dan berpikir keras satu detik setelah menerima surat yang aneh itu.” lanjut Rex.

Yang dikatakan Rex memang benar. Besok pasti adalah hari yang akan sangat melelahkan, dan juga menyebalkan. Sebaiknya aku lanjut tidur saja sekarang, sebelum bintang fajar sialan itu menyilaukan kamarku seperti biasanya.

“Baiklah, aku akan kembali tidur sekarang juga, tapi.... Antar aku sampai ke kamar. Bisa-bisa aku tersesat lagi di dalam labirin rumput sialan mu itu.”

“Dasar bodoh. Seorang pahlawan terjebak di dalam labirin rumput ? Bisa saja itu akan menjadi berita heboh kalau tersebar di seluruh kota ini.”

“Diam !!”

Wajah Elizabeth memerah, menunjukkan sifat tsundere nya yang asli. Sementara itu, Rex hanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku istrinya. Setelah beberapa saat mereka berdua saling 'menghajar' satu sama lain dalam artian romantis, Rex akhirnya mengantarkan Elizabeth hingga ke kamarnya seperti yang diinginkan oleh istrinya itu, melewati labirin rumput tanpa tersesat sama sekali.

Walaupun keduanya berada di dua kamar yang terpisah, setidaknya mereka berdua sama-sama memiliki tidur yang nyenyak.

...****************...

Scene 3 : Threat

“Di mana Keres !? Bukankah dia harusnya pergi bersama kalian !?”

“Dia menghilang, dan kami tidak bisa melakukan apa-apa.”

“Apa maksudmu 'tidak bisa melakukan apa-apa' !? Kalian berdiri diam saja dan pergi tanpa mencarinya sama sekali !?”

“Dia diserang warden, Elizabeth !! Atau haruskah aku bilang kalau dia terjatuh ke bawah dari ketinggian saat lantainya yang dia pijak ditembak oleh sebuah turret sialan yang bahkan aku tidak tahu kalau warden punya yang semacam itu !? Para warden menjadi lebih kuat, Elizabeth !! Bahkan, mereka sekarang sudah punya sarang sendiri berbentuk kapal luar angkasa dalam penyamaran sebuah gua !! Aku dan Vir sudah berusaha semaksimal mungkin, tahu !!”

Sebuah mimpi buruk. Itulah yang membangunnya saat ini. Sinar fajar menyingsing, menembus masuk ke kamarnya lewat jendela dengan gorden yang sudah terbuka lebar.

“Kamu sudah bangun, huh ? Sepertinya kena mimpi buruk ?”

Elizabeth menoleh ke arah sumber suara itu. Dia hanyalah Ferre. Setelah mengetahui siapa yang bertanya kepadanya barusan, Elizabeth melanjutkan untuk diam merenung kembali, sepenuhnya tidak mempedulikan pertanyaan Ferre.

“Oi, setidaknya jawab 'selamat pagi' lah !!”

Elizabeth menghela nafasnya, kemudian menyapa Ferre dengan melambaikan tangan kirinya.

“Apa-apaan ? Kamu jadi bisu habis bangun tidur ? Aneh banget, dah.”

“Ferre, kamu tahu kalau Keres masih hidup di luar sana ?”

“Cih, kamu benar-benar jadi aneh setiap kali bangun tidur, huh ? Kayaknya cuma kamu tuh yang ga tau kalau si Keres masih hidup.”

“Sialan, aku ketinggalan informasi begitu banyak.” gumam Elizabeth. Ia kemudian beranjak dari kasurnya, pergi menuju kamar mandi. Namun sebelum itu, ia menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Ferre.

“Rex memanggilku dan juga kamu hari ini. Katanya ada surat aneh dari-”

“Kamu kira aku juga gak tahu tentang itu ? Itulah alasan kenapa aku datang ke sini, bodoh !”

“Gila, bagaimana bisa kamu tahu semuanya secepat itu ?”

“Heh, puja aku, Dewi Ferre sang pembawa cahaya !” seru Ferre sambil menaruh kedua tangannya di pinggang dan dalam nada penuh dengan kesombongan. Elizabeth menghela nafasnya, dan tersenyum kecil melihat kelakuan Ferre barusan. Statusnya sebagai pemimpin revolucio tidak sama seperti yang selalu dia lakukan saat sedang bersama dirinya. Elizabeth kemudian membersihkan diri di kamar mandinya yang mewah, dan beberapa saat kemudian, ia berdandan dengan rapi untuk pertemuannya bersama Rex untuk membahas surat aneh dari kota Impius itu.

Singkatnya, Elizabeth, Ferre, dan Rex saat ini sudah berkumpul ruang pertemuan. Dengan sebuah meja panjang berwarna emas gemerlap, Rex duduk di atas kursi di bagian paling ujung meja tersebut, sementara Elizabeth dan Ferre hanya berdiri di samping kiri dan kanan meja panjang itu. Namun, keduanya segera menyadari ada sesuatu yang aneh di sini. Ada orang keempat yang ikut dalam rapat rahasia ini. Sebuah wajah yang cukup familiar.

“Jadi, katakan padaku, Rex. Kenapa ada Fradelle juga di sini ? Bukankah kemarin, kamu hanya mengajak aku dan Ferre.”

Terlepas dari tatapan mengerikan yang ditujukan oleh duo maut Elizabeth dan Ferre itu kepadanya, Rex tidak terlihat ketakutan sama sekali. Dirinya penuh dengan wibawa, sama seperti seorang raja yang seharusnya.

“Dia sendiri yang datang kepadaku. Benar, kan, Fradelle ?”

Fradelle mengangguk dengan penuh semangat, sama-sama tidak ketakutan saat mendapat sorot mata tajam dari duo maut itu juga. Keduanya saling menatap satu sama lain, memendam rasa kecurigaan yang nyata pada rekan sesama anggota inti revolucio sendiri. Rex yang melihat adegan penuh dengan kekacauan ini akhirnya mencoba untuk mengalihkan seluruh perhatian ketiganya kepadanya dengan sebuah tepukan tangan.

“Baiklah nona-nona, kenapa kita tidak langsung ke intinya saja ?”

Usaha Rex terbilang cukup berhasil untuk percobaan pertama. Ketiganya langsung menaruh perhatian mereka kepadanya, hanya saja, sorot mata tajam dari duo maut itu belum juga padam.

“Lanjutkan.” jawab Elizabeth dengan singkat.

Rex membuka isi surat misterius tersebut tepat di hadapan mereka bertiga, berdiri dari kursinya, dan kemudian membacakan isi surat tersebut dengan lantang.

“Beginilah isi surat aneh sialan ini : Untuk yang mulia raja pertama dari kota Grandbeltz yang begitu megah dan tidak dapat dibedakan dengan surga.

Dengan penuh rasa hormat, kami perwakilan dari kepemimpinan kota Impius, tanpa keinginan untuk mengancam atau melakukan segala hal yang mencurigakan, akan segera melakukan sebuah kunjungan kepada kota anda sekalian. Kedatangan kami akan sampai dalam 7 hari ke depan, dan bermaksud untuk melakukan hubungan damai dan kerja sama dengan anda sekalian.

Terima kasih.”

Rex menaruh isi surat tersebut ke atas meja dengan keras, kelihatannya sangat kesal hanya untuk membacanya saja. Ekspresi yang sama pun juga dapat terlihat di wajah ketiga anggota revolucio itu, penuh kecurigaan, kekesalan, dan sebuah keinginan untuk menghina habis-habisan sang penulis surat tersebut.

“Isi surat macam apa itu ? Terlalu melebih-lebihkan, sangat kaku dan aneh. Dan juga.... Apa mereka baru saja menganggap diri mereka lebih tinggi dari pada kita ?”

“Yang menulis itu jelas bukan manusia.” cetus Ferre.

“Benar ! Lebih tepatnya, dia adalah orang bodoh seperti monyet !!” seru Fradelle melanjutkan komentar Ferre. Bagaimanapun juga, semua orang terlihat sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh Fradelle itu. Yang menulis pasti adalah seekor monyet tidak berakal, atau lebih tepatnya, agak sedikit berakal.

“Karena itulah aku menyebut surat ini sebagai 'sialan'. Jadi bagaimana ? Apa aku harus melakukan persiapan seperti yang diminta oleh penulis bajingan terkutuk ini ?”

“Lakukan saja. Maksudku, persiapan untuk tentara.”

“Tidak mungkin mereka tidak akan melakukan hal yang 'tidak mencurigakan' seperti yang mereka tulis. Omong-omong Rex, siapa penulisnya ?”

Di saat itulah, Rex akhirnya menunjukkan sisi lemahnya, sedikit agak ketakutan. Elizabeth segera menyadari hal itu, karena dia sendiri adalah istri Rex, membuat dirinya semakin penasaran.

“Rex ? Ada apa ? Jarang-jarang aku melihatmu ketakutan seperti ini.”

“Entahlah. Tapi di sini tertulis sebagai.... Trinity.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!