09:15 pagi
FARHAN baru saja terbangun dari tidurnya. Dia tidak menyangka bisa tertidur pulas. Bahkan dia bertanya-tanya, kapan terakhir dia bisa tidur senyenyak itu?
Memang kamar di gedung ini sangat nyaman. Sangat jauh berbeda dengan kamarnya di rumah. Kasurnya empuk. AC nya pun sejuk. Ditambah dengan pencahayaan yang pas - berwarna jingga - yang tidak terlalu terang dan juga tidak terlalu redup. Namun apa yang membuatnya terkesima adalah interior dan tata ruang kamar ini.
Ketika semalam diarahkan oleh seorang pelayan gedung menuju kamar, dia tidak punya waktu untuk melihat-lihat apa saja yang berada di kamar tersebut. Karena dia terlalu lelah untuk melakukannya. Namun siapa sangka jika interior kamar ini pun tak kalah menariknya dengan di lantai dasar - di ruang tunggu utama.
Kamar ini bergaya Victoria yang prestisius seperti yang biasa dilihatnya di TV. Dinding yang berbahan marmer zamrudnya menambah kesan mewah. Selain itu, dindingnya juga memiliki corak unik dengan garis horizontal sama-samar yang berbentuk seperti riak air yang kelihatan rumit dan sangat presisi. Dia tidak yakin apakah itu hanya sekadar wallpaper yang ditempelkan ataukah benar-benar karya seorang maestro.
Di sudut kiri kamar itu juga terdapat beberapa furnitur seperti meja kerja berukirkan flora dan fauna yang semuanya terbuat dari kayu alami. Dia seolah melihat beberapa hewan pengerat seperti tupai, tikus, landak, dan kapibara yang bertengger di antara dedaunan dan kayu yang entah bagaimana membentuk sebuah kursi dan meja.
Sangat hidup, pikirnya. Dia masih belum percaya bagaimana dia bisa berakhir di bilik mewah seperti ini.
Farhan lalu melihat-lihat sekelilingnya. Sebagaimana di ruang tunggu utama, kamar ini juga berisi beberapa pigura unik yang dia sendiri baru pertama kali melihatnya.
Dia teringat ketika dia mengikuti kelas Sejarah Seni. Profesornya sering menunjukkan beberapa lukisan, lalu menjelaskan sejarah di balik tiap lukisan. Sejak saat itu Farhan menyukai lukisan. Meskipun dia sendiri tidak bisa melukis. Namun paling tidak wawasannya tentang seni lukis satu tingkat lebih baik daripada orang awam. Jadi untuk beberapa lukisan, dia merasa tidak begitu asing.
Farhan pun turun dari tempat tidur empuknya dan berjalan perlahan menuju ke arah jendela yang ditutupi oleh tirai bermaterial velvet. Dia lalu menarik tirai tersebut dan cahaya fajar pun mulai masuk menyinari tiap sudut ruangan yang memilik luas 26 meter persegi itu dan memberikan kehangatan yang khas. Lampu kamar pun mati secara otomatis.
Dia terkesima dengan pemandangan yang dia lihat dari lantai dua belas gedung itu. Hari ini memang cukup cerah. Suara mesin kendaraan yang berlalu-lalang pun masih bisa terdengar. Namun begitu dia masih merasa sedih dan khawatir karena neneknya sampai saat ini belum diketahui di mana.
Dia sebenarnya berniat melaporkan ini ke pihak kepolisian saja, namun ini bahkan belum sampai 1 x 24 Jam. Di sisi lain, Pak Herman menawarkan bantuan kepadanya. Mungkin untuk sementara inilah jalan terbaik untuk menemukan neneknya.
Nek, tunggu aku.
Tiba-tiba ponselnya, yang sedang mengisi daya karena semalaman mati itu berbunyi, mengalihkan pikirannya.
Itu adalah pesan Whatsapp.
Rio adalah sahabat dekatnya di kampus. Farhan lupa kalau seharusnya hari ini dia punya kelas untuk dua mata kuliah wajib. Tetapi mempertimbangkan situasinya saat ini dia tak perlu berpikir dua kali untuk menjawabnya.
Setelah mengirimkan pesan itu, dia menaruh gawainya di atas kasurnya. Namun tiba-tiba suara pintu yang terbuka membuatnya terkejut dan keheranan.
Bukannya kunci kamar ada di sini, ya?
Muncul siluet seorang wanita yang perlahan menampakkan diri. Ternyata yang membuka kamarnya adalah Iyal. Iyal pun masuk tanpa permisi seolah itu kamarnya sendiri.
Pagi ini Iyal kelihatan jauh lebih segar. Mungkin dia sudah bersiap sejak pagi-pagi sekali. Dengan bleazer abu-abunya dan kemeja putih yang dia kenakan membuatnya tampak lebih dewasa dan elegan. Belum lagi aroma parfumnya yang bisa tercium dengan jelas. Namun begitu wajahnya yang dingin itu tetap tidak berubah. Bahkan AC pun mungkin akan menyerah karena merasa kalah dingin darinya.
Tentu saja dia. Semua jadi masuk akal kenapa pintunya bisa kebuka.
"Pamanku manggil. Ayo sarapan," ujar Iyal dengan ciri khasnya yang jutek dan tanpa basa-basi itu.
"Iya, sepuluh menit lagi."
Iyal pun pergi begitu saja tanpa anggukan maupun kata-kata.
Farhan berpikir meskipun Iyal dingin, tetapi entah mengapa dia memiliki sisi menarik yang terpancar dari dirinya. Namun tiba-tiba Farhan tersadar lalu menampar dirinya sendiri.
"Jangan tertipu Han! Ingat, dia wanita iblis yang berwajah malaikat yang suka mengancam orang lain dan hampir matahin tanganmu!"
Dia juga tidak mengerti mengapa hal semacam itu bisa melintas di benaknya. Itu membuatnya sedikit merinding mengingat tabiat buruk wanita itu.
Ketika Farhan berjalan menuju ke arah wastafel untuk membersihkan wajahnya sebelum bersiap menemui Pak Herman, Farhan melihat bayangan dirinya di mirat - kaca cermin almari yang berada tepat di sebelah tempat tidurnya.
Saat itu Farhan baru menyadari bahwa dia hanya sekadar memakai dalaman tanpa celana maupun baju; singkatnya dia nyaris telanjang!
"Sial, jadi perempuan sinting itu ngelihat aku telanjang kayak gini?"
Farhan sangat malu. Dia lupa kalau dia tidak memakai baju dan celana karena kebiasaannya melepaskan pakaian sebelum tidur. Memikirkan apa yang terjadi barusan membuatnya salah tingkah. Namun yang paling membuatnya malu sekaligus kesal adalah Iyal tidak menunjukan ekspresi apapun ketika tadi melihatnya seperti itu.
Apa aku emang semenyedihkan ini? Tanyanya pada diri sendiri.
Sementara itu, di sisi lain gedung, di koridor lantai dua belas, Iyal mengambil langkah cepat sembari menutup wajahnya yang memerah karena terbayang dengan apa yang baru saja disaksikannya di kamar itu: seorang pria dewasa yang hanya mengenakan dalaman!
Itu benar-benar membuatnya kesal.
"Dasar, berandalan mesum! Seharusnya semalam 'kupatahin aja tangannya! Ngga, seharusnya aku ninggalin dia aja dengan preman-preman itu!" Gerutunya.
Meskipun kesal, namun dia tidak bisa menyangkal bahwa dia sedikit merasa senang. Ada sisi lain dalam dirinya yang seolah menikmati itu. Namun untung saja dia bisa mengontrol dirinya dan tetap menjaga wibawah dan harga dirinya.
Ughh, mataku ternodai!
...***...
Setelah sarapan Farhan, Pak Herman, dan Iyal pun pergi. Mereka berjalan melewati koridor gedung di lantai empat puluh dua bersama dan menuju ke sebuah tempat yang tidak biasa.
Suasana tempat itu, entah mengapa, cukup sesak. Di ujung koridor mereka bisa melihat sebuah pintu logam berwarna emas. Pintu itu sedang dijaga ketat oleh dua orang pria bertubuh tinggi kekar dan bertuksedo. Mereka adalah pengawal khusus yang ditugaskan untuk menjaga satu tempat tersebut. Tampaknya, apa yang berada di balik pintu itu sangat berharga.
Apa itu koleksi yang Pak Herman omongin kemarin? Tanyanya dalam hati.
"Kita bicara di dalam sana," ujar Herman sembari menunjuk ke arah pintu yang kelihatan berat yang berada di depan mereka.
Dia lalu pergi dan berbicara dengan dua orang pengawal yang berjaga.
Farhan yang sejak kemarin tidak mengerti dengan situasinya saat ini pun mengangguk pasrah saja.
Dia dan Iyal pun menyusul Pak Herman.
Kedua pengawal mempersilakan Herman untuk membuka ruangan rahasia itu dengan memasukkan beberapa kata sandi berupa angka.
Farhan menengok sedikit tombol apa yang sedang ditekan oleh jari-jemari pria paruh baya itu. Namun sia-sia saja, karena di atas kenop itu ada penghalang aluminium sehingga tidak memungkinkan bagi siapa pun untuk melihat kecuali si pengetik itu sendiri.
Akhirnya bunyi klik pintu berukuran raksasa itu pun terdengar. Butuh tenaga tiga orang pria besar untuk mendorong pintu tersebut. Mungkin berat pintu itu sekitar 100 kilogram.
Mereka pun akhirnya menginjakkan kakinya ke dalam tempat yang konon merupakan ruang paling rahasia di Iskra Company ini.
Di ruangan itu Farhan bisa melihat banyak benda-benda aneh. Ada benda antik dan juga benda yang sepertinya belum lama ditempatkan di sana.
Semua tampak mahal dan langka.
Kalau dijual, berapa ya harganya?
Namun terlepas dari itu, semua barang-barang di dalam brankas ini didominasi oleh senjata seperti pedang, pisau, rantai, kapak, tombak, dan lain-lain. Beberapa dari senjata tersebut adalah senjata tua. Itu bisa dilihat dari besinya yang memiliki warna belang yang cukup menor - tanda bahwa senjata itu pernah mengalami pengaratan.
Selain senjata, di ruangan yang berdiameter sekitar 8 x 8 meter itu juga terdapat beberapa guci, kumba, pigura, kulit hewan, baju zirah, dan masih banyak lagi. Jelas tempat ini adalah tempat di mana Pak Herman menyimpan semua koleksi-koleksi benda arkaisnya untuk diabadikan - atau mungkin sekadar untuk dipamerkan.
Namun yang tak kalah mengagumkannya adalah, di sebalah timur pintu masuk brankas itu terdapat dua buah lemari berukuran sedang yang menyimpan beberapa manuskrip kuno. Manuskrip-manuskrip tersebut ada yang masih menggunakan kulit hewan dan ada yang sudah menggunakan kertas. Selain itu, naskah-naskah kuno itu dibagi menjadi beberapa tema, di antaranya: obat-obatan, meditasi, alkimia, sejarah pemburu, ritual, dan astrologi.
Semua tema yang tersusun rapi di almari itu cukup menarik. Namun yang lebih menarik perhatian Farhan adalah tema tentang "Sejarah Pemburu". Sebab itulah yang membuatnya sampai ke tempat ini dan mengalami malam yang sangat berat. Dia berpikir jangan-jangan itulah alasan mengapa Pak Herman membawanya ke tempat ini.
Setelah berbincang-bincang sebentar dengan dua pengawal brankas tersebut, Pak Herman pun menutup pintu ruangan rahasianya. Kelihatannya pintu itu lebih mudah ditutup dari dalam ketimbang dari luar karena, meskipun dia sedikit kesulitan menutupnya, dia tak memerlukan tenaga dua orang lainnya untuk melakukannya.
Pak Herman pun memberikan tanda pada Farhan dan Iyal untuk mengambil kursi yang telah disediakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Liu Zhi
awokawok seneng bacanya
2023-04-20
0
Ummu Kalsum
hihi
2023-04-14
0
Little Dream
wkwkwkwk😂
2023-04-13
0