MESKIPUN ruangan yang memiliki luas 52 meter persegi itu sangat tertutup, namun udaranya tidak sesak. Bahkan pencahayaannya pun cukup baik seperti di ruangan-ruangan lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada konsep pencahayaannya saja yang cenderung menggunakan indirect lighting; memang bukan cahaya alami tetapi masih kelihatan natural.
Di sisi lain, melihat bagaimana tempratur di ruangan ini, Herman tampaknya sangat memelihara kondisi benda-benda tua di dalamnya dengan memasang sistem pendingin udara untuk menjaga suhu dan kelembaban ruangannya agar tetap konstan.
Selain itu faktor lantai ruangan ini juga penting. Herman belum lama ini bahkan mengganti lantainya - atas saran seorang kolega - dengan ubin granit berwarna putih dan hitam yang diletakkan dengan pola kotak-kotak. Hal ini memberikan kesan mewah dan elegan. Inilah rahasia mengapa benda-benda dan manuskrip-manuskrip tua di ruangan ini masih tampak awet dan terawat.
Di tengah ruangan itu ada tiga orang yang sedang berbincang-bincang. Hanya suara sayup-sayup perbincangan yang mengisi ruangan tersebut.
Setelah mendengar cerita Farhan tentang sejarah keluarganya yang dia ketahui, Herman akhirnya mengerti mengapa para pemburu itu memburu Farhan dan neneknya.
"Jadi kau mulai tinggal bersama nenek saat masih berusia lima belas tahun, dan waktu itu ibumu tiba-tiba menghilang tapi akhirnya ditemukan meninggal dalam kondisi, maaf, dimutilasi, sedangkan ayahmu pergi dan sampai sekarang tidak ada kabar sama sekali, seperti itu?"
Farhan mengangguk.
Dia berpikir bahwa menghilangnya sang ayah kurang lebih sama seperti hilangnya neneknya. Namun dia berharap, tidak seperti sang ayah, dia paling tidak bisa menemukan sang nenek. Karena hanya neneknya lah keluarga yang dia miliki sekarang.
"Terus menurut cerita nenek, ayahmu adalah mantan bos gangster dan buronan?"
"Iya. Identitasku aja ditutupin. Jadi ngga ada yang tahu termasuk musuh-musuh ayahku."
Herman dan Iyal hanya terdiam mendengar itu. Anak yang malang.
Tapi satu hal yang masih menjadi misteri bagi Herman adalah: apakah orang yang memburu ayahnya 8 tahun yang lalu itu Pemburu? Kalau ya, lalu apa manfaat yang mereka dapatkan dari menculik sang nenek sedangkan putranya saja sudah tak ada lagi?
Herman berpikir keras memecahkan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun begitu Herman termasuk orang yang sabar dan teliti. Dia percaya misteri ini akan segera terpecahkan.
Herman lalu meminta keponakannya, Iyal, untuk mengambil kotak kayu yang tak berada jauh dari meja tempat mereka mengobrol. Itu adalah kotak berukuran sedang yang hanya diikatkan dengan pita merah agar penutup dan tubuh kotak tersebut tidak terbuka. Ketika kotak itu dibuka, itu berisikan beberapa lembar foto bagian tubuh manusia yang penuh luka.
Herman mengambil salah satu gambar tersebut dan menyodorkannya di hadapan Farhan. Farhan melihatnya, dan matanya sedikit melebar - menunjukkan keterkejutan.
"Aku dengar dari keponakanku, saat kericuhan semalam, nenekmu mendapatkan luka di pinggul kirinya. Apa kebetulan lukanya seperti ini? Ini foto kakakku, ayahnya Iyal," tanya Herman dengan nada serius - menatap lekat mata remaja yang sedang kebingungan itu.
Farhan tidak bisa menahan keterkejutannya. Beberapa saat yang lalu dia mengira foto itu adalah gambar pinggul neneknya, karena bentuk lukanya yang benar-benar persis. Dia tak bisa melupakan detailnya. Dia mungkin tidak akan bisa melihat perbedaannya jika bukan karena warna kulitnya; warna kulit pria di foto itu cerah, sementara neneknya agak gelap.
"Aku ngga tahu harus ngomong apa. Tapi luka ini sama seperti luka nenekku."
Herman dan Iyal pun terkejut.
Kebetulan yang pas! Pikir mereka.
Mereka berdua saling menatap. Ada harapan dalam tatapan mereka. Sebab sekarang mereka tahu bahwa Pemburu yang bertahun-tahun mereka cari, seperti mencari jarum di tumpukan jerami, itu kini keberadaannya sudah semakin terang. Meskipun tidak seratus persen pasti, tetapi Herman sekarang tahu bahwa Pemburu itu sedang bersembunyi seperti tikus di Distrik Utara.
Tunggu sebentar lagi. Dendam ini akan terbalaskan, kak!
Herman sudah mendedikasikan sepuluh tahun hidupnya untuk meneliti kelompok rahasia yang menjadi pelaku utama atas kematian kakaknya, termasuk iparnya atau ibunya Iyal. Seperti Farhan yang hanya memiliki neneknya sebagai satu-satunya keluarga, Iyal juga adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki.
Singkatnya baik Farhan maupun Herman keduanya punya hutang yang harus dibayar kepada Pemburu itu: hutang dendam!
Selama bertahun-tahun pencarian, dia menemukan beberapa fakta tentang Pemburu yang membuatnya berbeda dan khas dari kelompok gangster atau pembunuh lainnya, di antaranya: pertama, Pemburu selalu meninggalkan bekas sayatan berbentuk centang di pinggul kiri korbannya. Tidak jelas apa motif mereka melakukan ini. Herman sudah menemukan setidaknya 12 orang korban yang memiliki luka serupa.
Sebenarnya masih banyak korban lainnya, tetapi mereka semua tiba-tiba menghilang. Inilah ciri khas kedua dari operasi kelompok ini, yang mana kebanyakan korban mereka akan menghilang segera setelah mendapatkan luka itu. Seperti yang terjadi pada nenek Farhan.
Ciri khas ketiga, kelompok ini hanya membunuh tokoh-tokoh penting atau paling tidak mereka yang berhubungan dengan tokoh-tokoh penting tersebut. Orang-orang penting ini bisa siapa saja selama orang-orang tersebut memiliki kekuatan berupa pengaruh politik dan uang. Namun begitu, yang unik dari hal ini adalah Pemburu, ketika membunuh korbannya mereka sama sekali tidak menyentuh harta benda milik korban. Seolah membunuh adalah satu-satunya tujuan mereka.
Herman sudah melakukan penelitian yang rumit ini hanya demi satu tujuan, yaitu balas dendam atas kematian kakaknya sepuluh tahun yang lalu. Itu adalah hal yang takkan dia lupakan seumur hidupnya. Itulah yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini.
Iskra Company dia dirikan hanya untuk memancing Pemburu tersebut. Karena mengingat pola operasi mereka, dia yakin bahwa jika dia memiliki pengaruh dan uang maka mereka akan datang padanya. Sayangnya, setelah sepuluh tahun penantian, tak ada satu pun dari mereka yang datang membunuhnya. Seolah mereka tahu apa yang sedang dia rencanakan.
Herman menghelah nafasnya. Dia merasa mungkin pertemuannya dengan Farhan adalah takdir. Dia menengok Farhan yang masih terpaku melihat gambar-gambar di kotak kayu itu. Sementara Iyal masih menunggu keputusan selanjutnya.
"Farhan, bagaimana kalau nenekmu sudah tidak lagi?"
Pertanyaan yang tiba-tiba itu membuat Farhan terpukul. Dia tidak pernah membayangkan jika hal seperti itu terjadi. Nenek adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki. Tak ada lagi yang lain. Tanpa keluarga, dia khawatir akan kehilangan arah hidupnya.
"Aku sudah mengejar Pemburu ini selama sepuluh tahun," lanjut Herman "Dan siapapun yang menjadi target mereka, setelah mendapatkan luka itu, mereka akan menghilang," seolah-olah luka centang yang didapatkan para korban adalah tanda bagi anggota Pemburu lainnya bahwa target telah siap dilenyapkan.
"Hanya satu korban saja sejauh yang aku tahu berhasil lolos dari penculikan," kata Herman memberikan secercah harapan pada Farhan. Namun tidak bagi Iyal.
"Siapa?" Tanya Farhan.
"Ayahnya Iyal. Tetapi biarpun ayahnya selamat dari penculikan, nyawanya tetap tidak bisa diselamatkan. Karena setelah menerima luka itu, luka tersebut mengalami infeksi parah. Dan setelah delapan hari kakakku meninggal."
Itu adalah informasi yang cukup mengejutkan. Farhan menengok wanita di sampingnya. Dia tidak mengira kalau wanita yang dia kenal kasar dan dingin ini mengalami hal seperti itu. Dia tiba-tiba khawatir karena terpikirkan neneknya.
"Apa orang-orang itu menaruh racun di belatinya?" Tanya Farhan.
"Who knows. Dokter yang dulu mengautopsi tidak menemukan jejak racun apapun."
Infeksi luka itu sangat membingungkan bagi Farhan. Namun dia belum mau memikirkan hal itu. Karena tujuannya hanya lah ingin mencari tahu keberadaan neneknya.
"Jadi intinya, paman nyimpulin kalo orang yang ngelukain nenek dan nyulik itu orang yang sama dengan yang ngebunuh ayahnya Iyal?"
Herman mengangguk, setuju.
"Aku punya tawaran untukmu. Itulah kenapa kita di sini," Pak Herman langsung menuju ke inti pembahasan.
"Tawaran?"
"Karena kita punya target yang sama, bagaimana jika untuk sementara kau bekerja di sini sampai kita membunuh para Pemburu itu - tidak - maksudku sampai kau bisa menemukan nenekmu?"
Itu tawaran yang sulit, namun menggiurkan. Untuk mencari neneknya, dia perlu koneksi yang kuat dan tentu saja kekuatan uang. Orang di hadapannya ini punya keduanya. Tapi untuk menangkap kelompok berbahaya semacam itu diperlukan keahlian bertarung. Dia yakin pria paruh baya di hadapannya pandai berkelahi.
"Aku sudah mengumpulkan beberapa orang yang keluarganya pernah menjadi korban Pemburu," ujar Herman berusaha menghilangkan keraguan si hati pria muda yang tampak masih tenggelam dalam banyak pertimbangan, "Dan untuk memburu kelompok assasin seperti mereka kita butuh keahlian bertarung dan...."
"Tunggu, Pak," tangkas Farhan memotong, "Jadi aku bukan satu-satunya di sini?"
Herman hanya tersenyum sebagai jawaban atas pertanyaan yang dia anggap di luar konteks itu.
Farhan mengerti maksud senyuman itu. Paman gadis ini tampaknya ingin dirinya bergabung dengan korban-korban lainnya demi mengejar dan membunuh Pemburu itu. Di sisi lain dia yakin salah satu korban yang dia maksud pasti adalah keponakannya sendiri, Iyal.
Farhan merasa bahwa sikap pria di hadapannya ini benar-benar sudah dimakan dendam yang membara. Sampai dia melakukan semua hal bahkan menjadikan putri kakaknya sebagai salah satu ujung tombak proyek balas dendamnya. Dan sekarang dia menginginkannya untuk menjadi senjata lainnya? Sebenarnya tawaran ini tidak begitu buruk karena pada akhirnya mereka punya musuh yang sama, namun...
"Kasih aku waktu buat mutusin ini dulu."
"Tentu. Keputusannya terserah padamu. Tetapi lebih baik kalau kau memberikan jawabannya lebih cepat, karena kita tidak punya banyak waktu lagi."
Farhan hanya mengangguk. Mereka bertiga pun mengakhiri perbincangan panjangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Ayu Diah
💢💫💫💫💫💫💫💫
2023-04-14
0
Ayu Diah
💢💫💫💫💫
2023-04-14
0
Ummu Kalsum
😇😇😇😇😇😇😇😇
2023-04-14
0