BAB 16: NAGA DAN KSATRIA

KING'S Palace merupakan kediaman mewah yang dibangun di atas sebuah bukit di Utara Tadulako. Di salah satu ruangannya tergantung berbagai barang seni langkah mulai dari pigura hingga pahatan kayu berukuran kecil yang bernilai jutaan bahkan miliaran dolar.

Beberapa lukisan langkah yang dikira hilang pun bisa ditemukan terpajang di dinding ruangan yang bermaterial kayu Koa tersebut, seperti lukisan misterius Vincent Van Gogh - View of the Sea at Schevening dan The Just Judges karya Jan Van Eyck yang hilang pada April 1934.

Semua benda-benda langka tak ternilai itu tampak mempesona di bawah kilauan lampu gantung kristal Swarovski yang menerangi tiap sudut ruangan yang dikenal sebagai bilik pribadi bos mafia paling dicari, Galen; pria blasteran berdarah Indo-Mexico.

Galen tampak sedang duduk bersantai di atas sofa Clemence mewah dengan wajah tanpa ekspresi yang jelas. Matanya menatap ke depan, mungkin ke arah lukisan atau botol-botol minuman yang dipajang di lemari khusus yang dia sebut The Cellar.

Rambutnya disisir rapi dan teratur, namun dia tidak mengenakan atasan sehingga bentuk tubuh dan tanda abadinya menampakkan diri.

Tubuhnya yang dipenuhi tato itu seolah mengisahkan sebuah legenda nenek moyangnya, Bangsa Aztec, tentang pertarungan Quetzalcoatl melawan naga raksasa Cipactali yang berusaha menelan matahari dan bulan. Kemenangan Quetzalcoatl membuat darah sang naga mengalir ke punggung tangannya yang masing-masing menjadi bulan dan matahari.

Di tangan kirinya yang bergambarkan bulan itu memegang sebuah gelas berisi cocktail yang diaduk pelan-pelan dengan sendok kecil. Dia menyeruput minumannya perlahan, seolah sedang menikmati setiap tetes alkohol yang masuk di kerongkongannya. Meskipun dia tampak tenang dan santai, tak ada ekspresi yang jelas di wajahnya yang menunjukkan apa yang sedang dipikirkannya.

Namun, ketenangannya itu segera berakhir ketika pintu ruangannya tiba-tiba terbuka, dan salah satu anak buahnya yang berwajah pucat masuk.

"Bos, ada kabar buruk!" ujarnya dalam napas tersengal.

Galen menoleh dengan perlahan, menatap pria itu dengan tatapan tajam.

"Kenapa?" tanyanya, suara dingin dan tegas.

"Iskra merusak markas cabang kita di perbatasan dan pelabuhan, dan barang-barang yang seharusnya dikirim malam ini juga dirampas!"

Wajah Galen menunjukkan ekspresi marah. Dia jarang menampakkan emosinya, namun jika itu berurusan dengan bisnisnya, dia seringkali tak bisa mengontrol diri. Namun begitu dia tak ingin terburu-buru mengambil keputusan, karena barang-barang yang hilang sudah cukup merugikannya, dia tak mau keputusan yang diambil dengan terburu-buru karena emosi akan membuat keadaan menjadi semakin buruk.

"Panggilkan dua eksekutif, siapa saja, dan cari tahu siapa yang mengambil barang-barang kita," perintah Galen.

"Siap, Bos!"

Pria itu pun berlari segera melaksanakan perintah dengan cepat.

Galen tak berniat berurusan dengan hal-hal seperti ini terlalu lama sebab dia terbiasa bekerja cepat dan efisien. Untuk itulah eksekutif dibuat: mengurus masalah yang Galen tak ingin lakukan.

Serangan Iskra memang merupakan variabel yang tidak terduga, tetapi baginya itu bukan masalah yang besar karena mudah saja baginya memusnahkan Iskra jika dia mau, tetapi untuk sekarang dia tidak berniat melakukannya. Sebab tujuan IGIS yang paling utama adalah bisnis, sementara bagi mereka perluasan wilayah bukan hal yang begitu urgen.

Bagi Galen, adanya pos IGIS di Distrik Timur bukan dimaksudkan untuk memperluas wilayahnya, tetapi semata-mata murni untuk berbisnis, sama seperti McDonald's atau Mixue yang membuka cabang mereka di Indonesia.

Memangnya orang bodoh mana yang menganggap China dan Amerika sedang mengekspansi wilayahnya hanya karena McDonald's dan Mixue membuka cabang perusahaannya di Indonesia? Pikir Galen.

Bagi Galen, Distrik Timur adalah target pasar yang penting di Tadulako karena para konglomerat banyak yang tinggal di wilayah itu, berbeda dengan Distrik Utara yang mayoritas penduduknya miskin dan tak berpendidikan. Selain itu, berbisnis dengan para konglomerat itu lebih mudah dan menguntungkan karena bahasa dan agama mereka sama: uang.

Meskipun dia tahu bahwa Iskra mungkin saja salah paham dengan apa yang dia lakukan di daerah kekuasaan mereka, tetapi Galen tetap merasa kesal karena bisnisnya diporak-porandakan tanpa alasan yang jelas. Ditambah lagi belum lama ini dia mendengar kabar tentang mata-mata Iskra yang masuk ke wilayahnya.

Dia yakin, serangan Iskra malam ini akan menyebabkan kerugian besar untuknya dan IGIS, bukan hanya keuangan tapi juga reputasinya. Memikirkannya saja sudah membuat darahnya mendidih hingga gelas digenggamannya pun pecah karena tekanan kepalan yang sejak tadi berusaha menahan emosinya.

...***...

08:30 Pagi

Matahari baru saja mulai menyembul di ufuk timur, menyirami langit dengan sinar keemasan yang lembut. Angin sepoi-sepoi berhembus dari arah laut, membawa aroma segar dari alam liar yang masih tertidur.

Di kejauhan, terlihat siluet gunung yang menjulang tinggi di atas awan putih, tampak seperti kerajaan yang megah di antara dunia manusia dan surga. Sementara itu, langit berwarna biru jernih yang dihiasi awan-awan lembut, seolah menunjukkan betapa indahnya dunia ini jika kita hanya berhenti sejenak untuk mengagumi keajaiban alam.

Sinar matahari yang hangat dan menyegarkan memancar dari kejauhan, mengejutkan dunia dari tidurnya yang panjang. Gedung-gedung tinggi menjulang dengan megah, seperti menara yang menghalangi sinar matahari untuk mencapai jalan di bawahnya.

Di sepanjang jalan raya, mobil-mobil berlalu lalang dengan tergesa-gesa, mengantarkan penduduk kota menuju tempat kerja mereka. Beberapa orang berjalan kaki dengan santai, menikmati udara segar pagi hari dan menikmati keindahan kota yang baru terbangun dari tidurnya.

Farhan baru saja terbangun dengan sedikit perasaan linglung. Dia menggosok-gosok kedua matanya dan melihat sekeliling kamar. Cahaya remang-remang dari lampu sudut memberikan sedikit penerangan yang cukup untuk melihat sekeliling. Wajahnya terlihat lelah dan kusam, mungkin karena baru bangun tidur.

Dia meraba-raba selimut yang menutupi tubuhnya dan menggerak-gerakkan jari-jarinya, seolah-olah mencoba membangunkan diri. Ketika kesadarannya kembali, dia merasa ada yang aneh dengan kamarnya, dan itu adalah...

Gina!?

Dia langsung bangkit dengan mata melebar dan melihat ke tempat tidurnya. Tidak ada seorang pun di sana.

"Di mana dia?"

Ketika dia berdiri, dia melihat ada selembar kertas di atas meja belajarnya yang tertindih oleh sebuah bolpoin. Farhan lalu berjalan menuju ke meja tersebut dan mengambil kertasnya.

Ada apa dengan gaya bicaranya? Kemana Gina yang kasar dan blak-blakan itu?

Meskipun merasa aneh dengan sikap Gina sejak tadi malam, tetapi Farhan merasa senang sekali karena akhirnya ada sesuatu yang bisa dia makan di pagi hari yang sepi ini. Dia merasa harus berterima kasih pada Gina nanti karena telah memasak untuknya. Setelah itu, Farhan pun beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan menuju dapur untuk menikmati sarapan pagi yang lezat.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***