Kalung

Revin sedang memperhatikan kalung yang ia kenakan, kalung yang ia dapat dari seseorang.

"Sebenarnya, tujuan dia ngasih kalung ini ke gue apa? Dan kenapa orang lain gak boleh tahu? padahal kalungnya bagus." Gumam Revin.

Cklek!

Revin buru-buru memasukkan kalungnya ke dalam kaos yang ia kenakan. Wajahnya terlihat gugup saat menatap Marcel yang berjalan mendekatinya.

"Apa yang kamu sembunyikan?" Tanya Marcel dengan alis yang terangkat satu.

"Bukan apa-apa kek, ada apa kakek menemuiku?" Tanya Revin mengalihkan topik pembicaraan.

"Oh, iya kakek hanya mau bertanya. Apa orang tua temanmu tidak mencarinya?" Tanya Marcel.

Revin mengerutkan keningnya, dia tidak menemukan notifikasi apapun di ponsel Altezza yang ia temukan ketika menolongnya.

"Enggak kek, mungkin orang tuanya gak tahu." Jawab Revin.

"Kakek minta, berhati-hatilah dengan temanmu itu, bisa jadi dia anak berandalan yang tak tau aturan. Jangan sampai kami terfrovokasi.

"Kenal aja baru kek." Geleng geleng Revin.

Marcel mengangguk anggukan kepalanya, netranya tertuju dengan sebuah kalung yang melingkar di leher cucunya.

"Sejak kapan kamu pakai kalung begitu?" Tanya Marcel.

Revin langsung menutupi tali kalungnya yang ternyata masih terlihat Marcel. Dengan gugup, Revin berusaha menjawabnya.

"O-oh kalung kembaran sama temen kek." Ucap Revij gugup.

"Temen apa temen." Ledek Marcel, pria paruh baya itu tak pernah mengira jika Revin memakai kalung yang membuat masa depannya akan berubah.

"Ih kakek." Cemberut Revin.

MArcel mengusap sayang surai lebat cucunya, Revin adalah cucu pertamanya. Sekaligus cucu yang sebenarnya akan menjadi penerus nya. Namun, karena Marcel tak ingin cucunya dalam bahaya. Sehingga Marcel lebih memilih melepas Araster dan menikmati masa tuanya bersama putri serta cucunya.

"Jaga diri kamu baik-baik, biarpun kakek dan daddy kamu mengirim penjagaan jauh. Bisa saja bahaya sangat dekat denganku dan kami tak sempat menolongmu. Ingat pesan kakek, jangan takut dengan siapapun itu jika kamu benar. Menghancurkan penjahat bukan dengan kejahatan, tapi otak yang cerdik. Dan Kamu memilikinya, manfaatkan itu jika kamu terancam nanti."

Puk! Puk!

Marcel menepuk bahu Revin sedikit kencang sebelum berlalu pergi dari kamar cucunya itu. Revin terdiam sejenak, maksud kata-kata Marcel seperti memiliki arti yang mendalam.

Setelah di rasa Marcel sudah pergi, Revin mengeluarkan bandulan kalungnya dari dalam kaos. Kalung itu panjang hingga lambung atas sehingga Revin bisa melihat jelas liontin itu.

.

.

.

.

"Makan yang banyak, biar cepet sembuh. Nanti kalau sudah sembuh, daddy Revin akan anter kamu." Ujar Emily sembari menyuapi Altezza makan siang. Keadaannya sudah cukup membaik, demamnya pun berangsur turun.

Di pojok kamar, Gilbert tengah memandang Altezza dengan tatapan sengit. Jika saja si kembar tidak tidur di pangkuannya, dia pasti sudah mengambil alih mangkok di tangan istrinya itu menggantikan menyuapkan Altezza.

"Yaaanng!! kok bilangnya daddy nya Revin? Kenapa gak bilang suami kamu?" Pekik Gilbert tidak terima.

"Kan kamu memang benar daddy Revin, salahnya dimana?" Cetus Emily.

Gilbert mengerucutkan bibirnya sebal, dia merasa jika Emily tidak mau menunjukkan status nya yang sudah bersuami.

"Orang tua kamu itu kemana sih?! anak gak pulang tiga hari tapi gak di cariin!" Pekik Gilbert yang sudah terlanjur kesal.

Tiba-tiba saja wajah Altezza menjadi murung, mengingat jika dia pastinya akan sangat kesulitan menemukan ibunya. Yamamura benar-benar memanfaatkan kelemahannya, dia menjadikan ibu Altezza sebagai sandra untuk putranya sendiri.

"Daddy!" Pekik Emily menyadari jika Altezza sedih.

"Sayaang!! sayangnya mana?! mas nya mana?! kok daddy?! kamu ada berondong kok kesannya nyembunyiin status kamu sih!!" Gilbert ngambek, dia membawa si kembar keluar kamar tanpa memperdulikan pelototan dari Emily.

Emily merasa kasihan dengan Altezza, walau Altezza belum menceritakannya. Tapi Emily yakin ada yang tidak beres dari keluarga putranya.

"Maaf tante, sudah merepotkan." Gumam Altezza.

"Tidak papa, kamu teman Revin. Itu artinya kamu juga anak tante. Jangan sungkan." Emily berhasil membuat senyuman tipis Altezza terbit.

"Seandainya keluarga gue bahagia seperti Revin, pasti gue akan menjadi anak yang paling beruntung. Sayangnya, tujuan gue hidup demi memenuhi ambisi bokap." Batin Altezza.

Melihat bagaimana Emily memperlakukan keluarganya membuat Emily iri, di tambah Gilbert yang terlihat sangat menyayangi anak-anaknya.

"Istirahatlah, tante bawa ini dulu ke dapur. KAlau ada apa-apa, di atas nakas ada telpon. Kamu bisa menggunakannya untuk menelpon pembantu disini." Pamit Emily.

Setelah Emily pergi, Altezza kembali membaringkan tubuhnya. Badannya terasa sangat sakit, kepalanya pun berdenyut nyeri. Tatapannya hanya terpaku dengan langit-langit kamar itu.

BRAK!!

Altezza terkejut, dia langsung terduduk hingga seketika memejamkan matanya karena rasa pusing yang mendera.

"Apaan si?" Gumam Altezza.

Altezza melihat sebuah kotak jatuh dati atas lemari, dengan kepala pusing ALtezza menghampiri kotak yang jatuh tersebut sambil memegangi kepalanya.

Altezza berjongkok untuk mengambilnya, dia membolak balikkan kotak itu dengan kening mengerut.

"Apa ini?" Gumam Altezza.

Altezza beralih duduk di sofa, dia membuka kotak itu dan menemukan beberapa foto di dalamnya.

"Ini ... ini foto kakek Revin tapi dengan siapa?" Gumam Aotezza.

Di Sana terdapat foto MArcel yang tengah merangkul Galang, keduanya tengah berada di kursi kepimimpinan Araster dengan jubah kebanggaan Araster yang tersemat pada Galang.

"Gue pernah liat orang ini, kalau enggak salah dia Galang. Gue pernah ketemu dia, saat kecil dulu. Ya! saat penyerangan itu terjadi, kejadian 8 tahun lalu!" Pekik Altezza.

Tatapan Altezza mengarah pada Kalung yang Gakang kenakan, kalung itu memang terlihat unik hingga membuat banyak orang salfok dengannya.

"Tidak mungkin Galang berfoto dengan kakek Revin menggunakan jubah Araster, kecuali ... jika kakek Revin juga adalah anggota Araster." Gumam Altezza.

Tap!

Tap!

Tap!

Suara derap kaki memasuki gendang telinga Altezza, dia buru-buru memasukkan kembali foto itu dan menyimpannya di atas lemari. Walaupun pusing, dia tetap berusaha berjalan ke arah kasurnya.

Cklek!!

Ternyata Revin masuk ke kamar Altezza, dia membawa adiknya yang menangis. Seperti biasa, CIla dan Cela akan bertengkar, dan Cila yang akan kalah.

"Tuh liat, kalau nangis abang gantengnya marah." Tegur Revin.

Seketika tangis Cila terhenti, dia mengusap air matanya dan menatap Altezza dengan senyum di paksakan. Saat kecil sudah bisa menjaga image.

"Sorry, adek gue rewel. Pasti lo nyangkanya rumah gue rame banget kan?"

"Santai aja, keadaan rumah lo justru impian gue sejak dulu." Sahut Altezza.

Revin duduk di tepian kasur dengan Cila yang berada di pangkuannya. Kalung yang Revin kenakan tak sengaja mengenai tangan CIla hingga bandulan kalung itu keluar dari kaosnya.

Seketika ALtezza melihat jelas kalung yang Revin kenakan, kalung yang di pakai oleh pemimpin Araster yang dia lihat saat di foto tadi.

"Kalung itu, ... Bukankah kalung itu adalah kalung pemimpin Araster? atau mungkin, hanya kalung kembaran saja?" Batin Altezza.

Terpopuler

Comments

Ririn

Ririn

nih tuan rumah julid amat, udah Al minggat aja

2024-11-18

0

Puji Ustariana

Puji Ustariana

semoga altezza tdk memberitahu papahnya ttg revin, semoga altezza merasa berhutang budi dg klrg revin yg sdh menolongnya

2024-09-30

1

Neulis Saja

Neulis Saja

altezza sdh menemukan apa yg dia cari seperti yg ayahnya mau

2024-06-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!