Mafia Descendant

Mafia Descendant

Tragedi

Hari yang sangat cerah, burung-burung terdengar saling berkicau. Tawa riang anak-anak memenuhi susana halaman mansion Evans, keluarga Greyson dan Evans berkumpul untuk berkumpul merayakan kelahiran anak kedua Agler.

"Wah, babynya lucu sekali." Ujar seorang anak berumur 10 tahun, menatap bayi yang berada di strollernya.

"Kita akan berfoto, ayo Revin!" Teriak Gilbert pada putranya yang sedati tadi memandangi sepupunya.

Revin berbalik, dia berlari menghampiri daddy nya. Semua keluarga sudah bersiap akan berfoto. Ke empat anak kembar Gilbert berada di dekat ibu mereka.

"Wah, cucu mu sudah lima saja kak!" Cetus Dirga.

Marcel tersenyum puas sambil menggendong salah satu dari ke empat cucu kembarnya. Si penggemar buah anggur, bahkan tak bisa sehari saja tidak makan anggur. Dia adalah Maiza Camelia Evans.

Marcello meminta putrinya, Emily agar memberi nama Evans pada salah satu dari ke empat anak kembarnya. Walau awalnya Gilbert, suami dari Emily tidak setuju. Namun, akhirnya Gilbert menyetujuinya. Sehingga, hanya Maiza lah satu-satunya keturunan Greyson bermarga Evans.

"Aku mau juga di gendong opa!!" Teriak kembaran Maiza, walau kembar. Mereka bukan kembar indentik. Maira Camelia Greyson, anak yang lahir paling terakhir setelah Maiza.

"Nda muat, kamu belat. Badannya becal." Ledek Maiza.

Maira melihat tubuhnya, memang dia berbadan lebih gemuk. Namun, walah begitu. Dia tetap saja lucu, bahkan Gilbert sering memuji putri-putrinya anak yang cantik.

"Aku gak gendut!!" Teriak Maira.

"Yang bilang kamu gendut ciapa?"

"Opa!!" Adu Maira.

"Hais, sudah-sudah. Sini, opa gendong dua-duanya!"

Marvel sedikit menunduk, dia mengambil Maira dan menggendongnya. Sedangkan kedua kembaran mereka yang lain, Elvano Fillbert Greyson dan Malvini Fillbert Greyson. Mereka berdua tetap berada di samping ibu mereka, Emily.

Terlihat di tengah, Agler menggendong putrinya. Di sampingnya ada sang istri yang merangkul putra pertama mereka. Reynan Evans.

Gilbert juga tak mau kalah, dia merangkul istrinya tak peduli mendapat pelototan tajam dari dua putra kembarnya. Sedangkan orang tua Gilbert, merangkul cucu pertama mereka yang berada di tengah-tengah mereka.

"Aku rangkul juga sini yang." Rayu Danzel pada istrinya.

"Ayang! malu sama mereka!!"

"Gak usah malu lah Mel, dulu aja kamu ngebet banget nikah sama berondong. Udah nikah kok malah malu!" Ledek Galang, pada kembarannya Amelia Evans.

Galang berlari ke tengah, dia memposisikan kamera dan mencari cara membuat mereka tertawa.

"MANA INI ORANG YANG BARU AJA DAPET KELUARGA BARU?! KALIAN YAH!! AYO! CEPET SENYUM!! CEPET SENYUM LU BILAANG!!" Teriak Galang membuat mereka tertawa di hadapan kamera yang terpasang.

Galang buru-buru ikut bersama mereka berfoto, dia duduk dengan bertumpu pada lututnya sambil merentangkan tangannya.

CKREK!!

Tak ada yang aneh dari foto itu, semua keluarga tertawa bahagia. Tak ada yang tahu, jika foto itu adalah awal dari kekacauan itu terjadi.

"Sudah! biar aku lihat!" Pekik Galang.

"Aku juga mau lihat om besar!" Teriak Revin.

Galang tersenyum dan mengajak Revin melihat hasil foto tersebut. Saat asik melihat, Galang mendengar sesuatu yang salah. Netranya memperhatikan sekelilingnya dengan seksama.

"Bunyinya ...."

Galang melihat ke sebuah air mancur, dengan rasa penasaran. Dia mendekatinya, di ikuti oleh Revin.

"Wah ada bola!" Pekik Revin dan mengambil bola yang berada di air mancur itu.

Galang masih mencari suara tersebut tanpa memperdulikan Revin yang kini berlari ke arah keluarganya dengan membawa sebuah bola.

"Suaranya jadi samar, tapi tadi dari sini. Tapi kok ...,"

Galang langsung menoleh ke arah Revin, di sana ponakannya sedang menunjukkan bola yang dia temukan pada saudaranya.

"Astaga ...." Galang berlari secepat mungkin, dia langsung merampas bola yang berada di tangan Revin dan mendengar bunyinya.

Netranya melihat sebuah hitungan mundur yang terdapat pada bola itu, ternyata itu adalah bom dengan desain bola untuk memanipulasi korbannya.

"****!!"

"MENJAUHH!!! MENJAUH DARI SINI!!" Teriak Galang sebelum dia berlari membawa bom itu.

Mereka tak mengerti, mereka hanya memperhatikan Galang yang berlari menjauh. Galang yang merasa keluarganya tak berlari juga, segera berbalik dan mengisyaratkan pada mereka jika dia memegang bom.

"Astaga, kenapa mereka belum paham juga?!" Pekik Galang.

Melihat timer nya, Galang sontak mengambil tindakan. Dia berlari ke danau samping mansion, dan melemparnya. Namun, naas nya. Gelombang ledakan bom itu tetap mengenai galang, hingga akhirnya pria itu terpental dengan keras hingga menabrak sebuah besi runcing yang menembus perutnya.

DUAAR!!

"Arghh!!"

Para wanita segera di amankan, termasuk anak-anak. Beberapa bodyguard yang berjaga segera mendekati asal suara.

Namun, saat Gilbert mengamankan keluarga kecilnya. Dia kecolongan dengan Revin, putranya segera berlari menyusul paman kesayangannya dengan raut wajah panik.

"Revin? Revin mana?!" Pekik Gilbert.

Gilbert berlari menyusul putranya yang sudah lebih dulu ke arah tepi danau.

"Galang ada di sana, dia ada disana." Histeris Amelia.

"Aku akan lihat, tetap disini!" Titah Danzel menenangkan istrinya yang sudah histeris itu.

Langkah kakinya terhenti Revin menyaksikan semuanya. Dia melihat sendiri bagaimana besi runcing yang tertempel sebagai penghalang menancap di perut Galang hingga tembus.

Hingga Gilbert Dan lainnya yang sampai di sana ikutan syok melihat semuanya.

Keluarga Syok, Revin, bocah kecil itu melangkah mendekat pada Galang. Dengan mata memerah menahan air matanya, dia memegang besi yang keluar dari perut pamannya.

(Gambar di ambil dari pinterest)

Galang menatap Revin dengan mata sayunya, dia bergerak memencet kalungnya. Sebagai tanda panggilan darurat untuk Araster.

"Om kesakitan yah? Revin minta buna obatin yah." Ujar Revin dengan suara bergetar.

Galang tersenyum menahan sakit, dia menangkup pipi Gibran dengan tangannya yang terasa dingin.

"Balas, om minta. Kamu hancurkan dia sebelum dia yang menghancurkan kamu." Sebelum akhirnya Galang menutup matanya.

"ENGGAK!! HIKS ... ENGGAAAAKKK!!"

......................

Bunyi sebuah alat pendeteksi kehidupan terdengar nyaring di sebuah ruangan, seorang anak berusia 10 tahun memandang pasien yang tertidur di brankar dengan tatapan kosong.

Puk!

Anak itu tak kaget, bahkan dia tak menoleh sedikit pun. Netranya hanya menatap kosong, dengan tangan yang sedari tadi dia genggam erat.

"Kenapa kamu ada disini? daddy sudah bilang, jangan ke kamar ini." Tegur Gilbert.

Revin, anak itu hanya terdiam. Air matanya selalu turun, dengan menatap dengan tatapan kosong.

"Apa paman besar akan segera sadar?"

Gilbert menghembuskan nafas panjang, dia membawa Revin menjauh. Namun, putranya malah menepis tangannya dan menatapnya tajam.

"Mereka jahat! mereka jahat!" Teriak Revin.

Gilbert memejamkan matanya, tak sanggup melihat rasa trauma yang di alami putranya. Melihat bagaimana Galang tertusuk. kritis dan hampir meninggal. Beruntung, dokter mengatakan masih ada kesempatan untuk Galang bertahan. Walaupun saat ini pria itu koma, dan entah akan bangun kapan. Mereka tak peduli, mereka terus membawa Galang berobat kemana pun agar Galang kembali pulih.

"Revin!" Sentak Gilbert.

Revin tertunduk dan memukul-mukul kepalanya sendiri, anak itu berusaha menyingkirkan gambaran tentang bagaimana Galang terluka.

Gilbert segera merogoh sakunya, dia mengambil obat dan meminumkannya pada putranya itu. Tak lama, Revin berakhir tenang. Dia memejamkan matanya sebelum akhirnya Gilbert menggendong putranya itu dan membawanya pergi ke kamarnya.

Saat akan memasuki kamar, Gilbert berpapasan dengan Marcel.

"Apa Revin kambuh lagi?" Tanya MArcel.

Gilbert mengangguk kemas, bagaimana bisa ia melihat putranya setiap hari seperti ini?

"Bersiap, malam ini kita akan bertemu dengan teman ayah. Dia akan membuat Revin melupakan kejadian menyakitkan itu."

___

Hai-hai

Berjumpa lagi dengan si Revin. Tadinya author mau buat si Revin umur 10 tahunan. Tapi mikir lagi, umur 10 tahun karakternya banyak batasannya🙃. Authornya mikir, kemana mana yah kudu nebeng. Gak ada konfliknya juga kan. Nah disini Author ingin biat sebuah konflik yang gak biasa. Gak berat si, tapi mungkin agak soalnya ini action. Tapi tenang, ada si cadel kok🤭🤭

Maaf yah telat up, memang 3 hari belakang authornya demam tinggi. Tapi masih berusaha buat ngetik🤭. Mau akhir bulan, sayang kalau enggak up. Dari pagi lagi berusaha buat ini, tapi salah alur mulu. Jadi aneh.

Gak aneh kan menurut kalian😭😭 gak tahu, lagi berat banget mikir. Padahal udah tahu alurnya harus kemana, tapi kenapa susah banget di jabarin weehh😭😭

Menurut kalian, kalau pake gambar seru yah. kesannya kayak terbawa suasana🤭

Terpopuler

Comments

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

jngn lama" upnya thor...tlng sampe tuntas yaa..sy tunggu

2024-04-27

1

Rani Ri

Rani Ri

Baru mampir lg niy,,si cadel kembar 4 kan thourrr 🤭🤣💪👍🙏

2024-05-03

0

Amalia Khaer

Amalia Khaer

ya Allah Galang 😭😭😭😭😭💔💔💔💔

2024-05-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!