Gilbert tengah bersantai di ruang keluarga sambil menikmati kue kering dan kopi buatan istrinya. Tangannya asik menggeser layar di ipad nya untuk mengecek email yang asistennya kirimkan.
Tiba-tiba Gilbert merasakan seret, dia berkeinginan meminum air putih. Netranya menatap kedua anak kembar bontotnya yang sedang bermain di atas karpet.
"Tolong ambilkan daddy air sayang." Pinta Gilbert sambil menyerahkan gelas kosong pada Cela.
Cela bangun dari duduknya dan mengambil gelas daddy nya berniat akan mengambilkan minum. Baru beberapa langkah, Gilbert mengucapkan terima kasih padanya.
"Terima kasih Cila."
Eh?
Cela berbalik, dia berjalan menuju Cila yang masih anteng dengan bonekanya.
"Cila, daddy mu minta di ambilin minum." Titah Cela.
Mendengar nya, Gilbert menahan tawanya. Rupanya pria itu tengah menjaili kedua anak kembarnya.
Cila manut, dia mengambil gelas itu dan beranjak dari duduknya berniat mengambilkannya. Cela duduk di sebelah Gilbert dan berkata. "Daddy calah, Cela tadi kenapa panggil Cila?"
"Oh daddy salah yah, maafkan daddy yah Cela." Sahut Gilbert mengusap rambut Cela.
"Oh ya Cela! terima kasih yah!" Seru Gilbert pada Cila yang berniat mengambil minum.
Eh?
Cila ikut berbalik sama seperti Cela, dengan wajah kesalnya dia menyerahkan gelas itu kembali pada Gilbert.
"Daddy calah mulu panggilna! ini Cila panggilna Cela! cakit kali ku laca! ambil ndili!" Ketus Cila.
Gilbert tertawa lepas, kedua anaknya menatapnya kesal karena mengira Gilbert tak bisa membedakan mereka. Wajah mereka identik sama, bahkan saat mereka lahir Gilbert dan Emily sulit mengenali mereka jika bukan dari gelang yang Gilbert berikan pada keduanya.
BRUM!!
BRUMM!!
Raut wajah keduanya berubah ketika mendengar suara motor, seketika keduanya berlari menuju pintu untuk menyambut orang tersebut.
"ABANG!!" Pekik keduanya.
Revin turun dari motornya, dia berjalan menuju adik-adiknya dan merentangkan tangannya.
"Aaa adik manis abang, cium dulu sini.MMWah!" Revin membawa keduanya di masing-masing lengannya, dia berjalan masuk sambil menggendong keduanya.
"Eh udah pulang kamu." Sambut Emily.
"Sudah bun, teletabis udah pulang?" Tanya balik Revin.
"Teletabis teletabis, kita punya nama tau!"
Revin dan Emily menoleh ke asal suara, ternyata sama halnya seperti Revin. Mereka juga baru saja pulang.
"Daddy! lihat apa yang putri daddy lakukan di sekolah! dia menjualku dan abang!"
"MALVINO! JANGAN JADI TUKANG NGADU!!" Pekik Maira dan Maiza.
Sedangkan Elvano hanya cuek saja, dia mengecup pipi Emily sejenak dan pamit ke kamarnya. Emily sebenarnya agak heran dengan sikap Elvano yang tak seperti saudaranya yang lain, tapi apapun itu. Setidaknya Elvano tetap menyayangi saudara nya dengan caranya sendiri.
"Jual apa maksudnya?" Tanya Gilbert menengahi pertengkaran mereka.
"Dia membuat poster dan menyewanya pada teman sekelasnya." Adu Malvino.
"Oh hanya soal poster, dapat berapa? banyak enggak?"
"Dad!!" Pekik Malvino.
Maira dan Maiza menatap penuh kemenangan pada abangnya itu karena daddy mereka ternyata mendukung perbuatan mereka.
"Banyak! ada lima juta!" Seru Maira.
"Kalau gitu, mulai besok uang jajan stop yah."
"APA?! GAK BISA GITU DONG DAD!" Pekik Duo M.
"Ya bisa, daddy bangga sama kalian bisa cari duit sendiri. Lanjutin gih!" Seru Gilbert menepuk kedua bahu putrinya sebelum beranjak pergi.
Revin menaikkan bahunya acuh, dia membawa kedua adik kembar bontotnya ke kamarnya. Sedangkan Malvino, habis meledek dua kembar itu.
"Bun!" Rengek Maira.
"Sudah, tenang saja. ATM daddy kalian ada di bunda, jadi aman."
Maira dan Maiza berjingkrak kegirangan, Malvino yang kesal beranjak masuk ke dalam kamarnya.
Selang satu jam, Marcel memanggil semua cucunya. Mereka sudah tahu kemana kakek mereka membawa mereka.
RUANG PELATIHAN
Sejak Revin enam tahun, sebenarnya Galang sudah mengajarkan padanya ilmu beda diri di belakang Gilbert dan Emily. Bahkan di umur segitu Galang sudah mengenalkan tembakan dasar untuknya.
Sampai usia 10 tahun, sebenarnya Revin banyak menguasai ilmu bela diri dan berbagai macam senjta. Galang juga mengajarkan padanya ilmu meretas di usia delapan tahun.
Namun, Revin tak mengingat semuanya. Dia tidak ingat kejadian masa kecilnya. Semua itu karena ulah Marcell yang sengaja membuat Revin kehilangan memory masa kecilnya.
"Sekarang, Revin dan Elvano. Kalian berdua, bermainlah!" Titah Marcel.
Revin dan Elvano sudah berada di matras. Keduanya mengambil ancang-acang untuk melawan satu sama lain.
"Kenapa bang Revin di sandingkan dengan bang Elvano. Jomplang banget dong kek!" Pekik Maiza tak terima.
"Jika kalian ingin mengukur kekuatan kalian, beradulah dengan Revin. Elvano akan mengetes ilmu beladirinya, dan Revin akan mengujinya." Sahut Marcel.
"Salah! abang Revin jarang sekali belajar bela diri! yang ada kerjanya tidur terus!" Balas Maira.
Marcel menyunggingkan senyumnya, mereka tidak ada yang tahu jika setiap pertengahan malam Revin selalu mengasah kemampuannya. Maka dari itu, setiap pagi anak itu selalu telat bangun.
Pertandingan di mulai, Revin mulai mengambil ancang-ancang saat Elvano akan menyerang nya. Berkalj-kali Elvano memukulinya, tetapi Revin selalu berhasil menepisnya.
"Gunakan kekuatanmu! jangan lemah!" Titah Revin ketika dia merasakan tendangan lemah adiknya.
Elvano kembali melakukan gerakan memutar, dia menendang tangan Revin hingga Revin merasakan tangannya kesakitan.
"Sorry bang."
"Lanjutkan! tendangan, pukulan mu sudah benar!" Seru Revin.
Revin mulai melawan, tetapi Elvano belum cukup lincah melawannya.
Maira dan Maiza menatap keduanya dengan kagum, bahkan Maira mengambil ponsel dan memvidiokannya.
"Kamu buat apa?" Tanya Maiza.
"Ini suatu keuntungan, kalau di jual pasti laku!" Seru Maira.
"Aku juga mau dong!" Maiza mengeluarkan ponselnya dan memvidiokan latihan itu.
Selang beberapa menit, latihan usai. Revin dan Elvano beristirahat sejenak.
"Elvano, tendangan dan pukulanmu masih lemah. Sering-seringlah berlatih!" Titah Marcel.
"Baik kek!"
"Maiza, Maira. Giliran kalian!"
Maira dan Maiza menyimpan ponsel mereka, keduanya memasuki matras dan memulai latihan. Bela diri keduanya memang masih sangat jauh dari Elvano, tapi setidaknya mereka memiliki dasar dalam ilmu bela diri.
Revin beralih ke lapangan latihan tembak, dia mengambil pistol dan mulai membidik papan bidik.
DOR!
DOR!
DOR!!
Tembakan Revin tak pernah meleset, dia ahli dalam menembak target. Panah, pisau, bahkan nampak sudah pernah dia pelajari.
"Revin, tembak yang benar! tembak titik yang di tengah!"
"Kenapa harus di tengah? kalau targetnya di samping bagaimana?"
"Ya anggap saja titik itu lawan di samping."
Telinga Revin berdengung, dia menutup telinganya yang terdengar suara menggema entah dari mana. Kepalanya mendadak pusing, celotehan anak kecil dengan orang dewasa membuatnya seperti mengingat sesuatu.
"Revin, ada apa?"
Gilbert yang baru saja akan menemui putranya mendadak kaget saat melihat Revin limblung. Gilbert memapah anaknya itu duduk di sebuah kursi, dia meminta air pada pembantu yang berdiri tak jauh dari sana.
"Minumlah, apa kepalamu pusing?" Gilbert menyodorkan segelas air pada Revin hingga Revin menerimanya dan meminum nya.
"Aku mendengar dua orang mengobrol, tapi kepalaku sakit." Lirih Revin memejamkan matanya.
Gilbert mengarahkan tatapannya pada pistol yang terjatuh, dia mengambilnya dan menaruhnya kembali ke tempat. Namun, mendadak dirinya membeku di tempat.
"Apa sebelumnya Galang sempat mengajari Revin menembak? hingga bayangan masa lalunya dengan Galang muncul?" Batin Gilbert.
Setahu Gilbert, pertama kali yang mengajari putranya memegang pistol adalah Marcel dan itu pun saat umur 15 tahun. Putranya sudah lincah memegangnya saat itu hingga membuat Marcel merasa takjub.
.
.
.
.
Di sebuah ruangan, tampak seorang pria paruh baya sedang menatap luar jendela. Rambutnya putih dengan kulit yang sudah keriput.
"Pah."
Pria paruh baya itu berbalik, dia tersenyum tipis menatap seseorang yang sedari tadi dia tunggu.
"Apa kamu sudah menemukan siapa sebenarnya pemimpin Araster sesungguhnya?" Tanya pria itu.
Pria itu yang tak lain yang tak bukan adalah Yamamura. Niatnya ingin menghabisi semua keluarga Evnas, tetapi rencananya gagal. Galang mengorbankan nyawanya sehingga rencananya gagal.
Dirinya pikir semua sudah selesai, Araster tak lagi memiliki pemimpin. Namun, sayang sekali, Araster tak mau mengganti kepimimpinan padanya karena ternyata Galang sudah mewariskan kepemimpinannya pada seseorang.
Hanya Galang lah kunci semuanya, tak ada yang tahu selain Galang. Bahkan Hendrick pengganti sementara Galang tak tahu siapa pengganti itu.
"Belum pah." Sahut pemuda itu.
"Altezza, walaupun kita mengerahkan seluruh anggota kita untuk membuat Araster pindah kepimpinannnya pada kita ... itu tidak mungkin. Selama puluhan tahun papah mengincar Araster, jika kita sudah memegang Araster. Mudah bagi kita menaklukkan Mafia lain. Perdagangan senjata dan lain-lainnya akan semakin mudah!"
Pemuda yang bernama Altezza itu merupakan anak Yamamura dengan seorang wanita bayarannya. Altezza satu-satunya anaknya, sehingga dia memanfaatkan Altezza untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
"Bagaimana kita bisa menemukannya? Itu sangat sulit pah." Sahut Altezza.
"Papah mencurigai Reynan yang merupakan anak dari kembaran Galang. Bisa jadi dia yang di tunjuk Galang untuk menggantikannya."
"Bukannya itu begitu mudah di tebak pah? bisa jadi saat ini pemimpin pengganti itu tengah bersembunyi." Balas Altezza.
"Maka dari itu, papah berencana memasukkan kamu ke Golden School. Reynan sekaligus sepupunya itu bersekolah di sana. Sebelum Mafia lain menemukannya untuk balik membalas kita, papah harap. Kamu temukan dia lebih dulu!"
"Kenapa kita tidak cari Galang saja? dia kan yang tahu?" Tanya Altezza mencoba cara lain.
Yamamura menatap tajam putranya, jika cara itu sudah berhasil dari dulu dia lakukan. Namun, sampai saat ini tidak ada kabar mengenai Galang. Itu artinya, sampai saat ini Galang masih tetap koma.
"Kamu yakin dia masih bisa bertahan hidup? dia koma. Bagaimana bisa kita menanyakannya pada orang seperti mayat hidup itu?!" Sentak Yamamura.
Altezza terdiam, sedari kecil hingga kini dia di paksa untuk menuruti segala keinginan ayahnya. Altezza sudah lelah dengan perebutan dan pertumpahan darah. Hanya saja, tak berani melawan papahnya.
"Papah sudah menyusun rencana sebaik mungkin saat itu, tapi naas nya seperti nya Galang tahu rencana papah hingga menjatuhkan kepimimpinannya sebelum rencana iyu terjadi. Dan kamu, kamu harus temukan penerus selanjutnya!"
"Baik pah." Sahut Altezza.
"Bagus! kamu nurut, maka ibumu akan aman!" Yamamura menepuk bahu Altezza sebelum dia pergi dari ruangan itu.
Altezza mengepalkan tangannya, sorot matanya menajam. Jika bukan karena ibunya yang sebagai akat mengancamnya, Altezza pasti sudah pergi dari mansion terkutuk itu.
_________
Jangan lupa LIKE LIKE LIKE
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Ririn
ya salam si kembar 4 dipanggil telatabis wkkkkk/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Grin//Grin//Tongue//Tongue//Tongue/
2024-11-18
1
Ririn
otaknya sm kyk daddy bisnis
2024-11-18
0
🍃🦂 Nurliana 🦂🍃
Ternyata di bawah tekanan
2024-11-18
0