Tanoza, Lo mafia?!

"SABAR! SABAR! ANTRI YANG BENER!!"

Beberapa murid perempuan kelas 7 sedang mengantri di hadapan meja dua M. Raut wajah mereka terlihat sangat ceria, sambil memegangi sebuah buku.

"Satu tanda tangan, lima puluh ribu. Plus foto seratus ribu, plus kasih kado dua ratus ribu. Kalau bekal, harganya lebih tinggi jadi siapkan uang kalian!" Lantang Maiza.

"Maira, kamu tulis namanya satu-satu. Ayo! maju!"

Murid yang berada di barisan paling depan melangkah mendekat dan menyerahkan uang seratus ribu.

"Mau dengan siapa kamu berfoto? Elvano? atau Malvino?

"Apa hanya salah satunya saja? tidak bisa keduanya?" Tanya murid itu.

Maira memutar bola matanya jengah, dengan keberanian nya dia berkata sambil melirik temannya.

"Seratus untuk satu orang, kalau mau dua-duanya kamu harus menambahnya." Kata Maira.

"Baiklah, dengan Elvano saja." Ujar murid itu sambil melirik ke arah Elvano Fillbert Greyson. Anak tertua dari kembar 4 tersebut.

Maiza melirik ke belakang, kakaknya sedang tertidur seperti biasa. Jarang sekali menanggapi perkataan orang-orang. Kerjaannya hanya tidur saja, sedangkan yang Malvino. Si kutu buku yang selalu belajar-belajar dan belajar.

"Baiklah, Maira kamu bawa dia ke abang." Titah Maiza.

"Ayo!" Ajak Maira.

"Aaa!!" Serunya, berekspetasi tunggi akan berfoto bareng dengan Elvano.

Namun ...

"Kok kita keluar kelas?" Bingungnya.

Maira tersenyum, dia memanggil bodyguard yang memang sengaja Gilbert utus untuk menjaga ke empat anak kembarnya.

Seorang bodyguard datang dengan membawa poster lebar bergambarkan Elvano.

"Ayo! berdiri di samping poster itu, aku akan memotretmu!"

"Apa?! aku pikir kamu akan mengajak ku berfoto dengan kembaranmu!! kenapa malah dengan poster?" Pekik anak itu tak terima.

"Hei, coba liat. Kamu ingin berfoto dengan siapa ku tanya?" Sewot Maira.

"Dengan Elvano." Jawab murid itu.

"Lalu, yang kamu lihat di poster itu siapa?"

"Elvano.

"Jadi ... aku tidak salah!" Kekeuh Maira.

Murid itu tampak kesal, dia sudah mengeluarkan uang seratus ribu tapi hanya berfoto dengan poster.

"Kalau gitu mending aku beli posternya!" Seru murid itu tak terima.

"Heh Sarah, kamu tahu foto para abangku itu terbatas. Poster ini ku harga kan setara sepatu A keluaran terbaru." Balas Maira membuat temannya mendengus sebal.

Maira dan Maiza membuat kembarannya menjadi ladang uang untuk mereka, dengan menyewakan poster atau menitipkan hadiah. Banyak fans Elvano dan Melvino yang tak merasa keberatan memberikan uang pada kedua kembar M itu demi bisa memberikan idola mereka hadiah atau hanya sekedar berfoto dengannya.

"Cepatlah, waktumu hanya satu menit." Desak Maira.

"Astaga! kau benar-benar memerasku Maira!" Sentak Murid itu.

"Ayolah, kedua abangku sangat mahal harganya. Kamu harus membeli lapangan pesawat terbang jika ingin berfoto dengannya." Murid itu terlihat kesal dan Maira tak perduli. Baginya, tugasnya sudah selesai. Maira kembali ke kelas untuk melanjutkan kegiatannya.

"PESERTA SELANJUTNYA!" Seru Maiza setelah melihat kembarannya masuk.

Malvino, melirik adik-adiknya yang tengah memeras semua teman sekelasnya. Dia sudah bodo amat apa yang di lakukan keduanya. Melarang pun percuma, keduanya punya cara lain untuk memanfaatkan keadaan.

"Bang!" Malvino menyenggol lengan Elvino.

"Hm." Sahut Elvino.

"Apa uang jajan dari daddy satu juta sehari itu kurang bagi mereka?" Bisik Malvino.

Elvino membuka matanya, masih dengan posisi kepalanya yang masih di rebahkan di atas meja dengan berbantalkan lengan.

"Kamu tidak tahu kebutuhan wanita, tanyakan saja pada bunda. Mungkin uang segitu kurang." Cuek Elvino membuat Malvino mencibirnya.

"Kebutuhan apa."

.

.

.

.

Revin memasuki kelasnya, dirinya di tempatkan satu kelas dengan Reynan. Netranya menangkap Reynan yang duduk di barisan tengah.

"Oke semuanya, kenalkan teman baru kalian." Seru seorang guru mengenalkan Revin yang berdiri di sisinya.

"Halo semuanya, nama saya Fillbert Revino Greyson. Salam kenal semuanya."

Revin menatap mereka semua dengan senyum manisnya, banyak siswi perempuan terpesona dengan ketampanannya.

"Ganteng banget na!!" Pekik Jingga.

"Jangan norak deh Jing!"

Jingga menoleh ke belakang, netranya menatap tajam teman kelasnya yang masih dalam ukuran tampan itu.

(Adelio Chaiden Millano, remaja keturunan korea yang memiliki sifat humoris, heboh, dan manis.)

"Apa lo! udah gue bilangin jangan jing jing jing! emang gue an - jing!" Sewot Jingga.

"Kan nama lo Jingga, salah gue dimana?"

Melihat ada keributan, guru langsung menegur mereka. Hingga mereka berdua terpaksa diam walau masih lirik-lirik sambil mendelik.

"Yasudah, Revin. Duduk di ...,"

Guru itu hanya melihat satu bangku kosong, hanya ada di sebelah siswi yang sedang bersandar pada bangkunya sambil memasang earphone.

"Anora! TIDUR LAGI KAMU HAH?!"

Revin menatap wanita yang tengah membuka katanya itu itu, seketika Revin tersihir melihat warna mata keabuan itu.

Anora Elvetta Gevonac, satu-satunya putri Steve Frans Gevonac. Sifatnya sangatlah dingin tak tersentuh, bahkan tak ada satupun siswi yang berani berteman dengannya.

"Revin, kamu duduk dengan Anora." Titah guru.

"Ehm, terima kasih pak." Revin berjalan ke arah Anora, seketika tatapan keduanya bertemu. Namun, Anora memutusnya lebih dulu dengan mengalihkan tatapannya ke meja samping.

Revin telah duduk di samping Anora, dia menatap teman sebangkunya itu dengan ramah.

"Boleh kenalan? kata bunda, tak kenal maka tak sayang." Revin menyodorkan tangannya pada Anora.

Anora menatap tangan itu tanpa berniat membalasnya.

"Tapi sayangnya, gue gak mau sayang sama lo." Cueknya dan kembali menatap depan.

Revin benar-benar tak habis fikir, bisa-bisanya wanita itu tak membalas ukuran tangannya. Dia kembali menarik tangannya dengan perasaan kecewa, tak tahu saja jika sedati tadi Revin sudah di tatap tajam oleh ketiga pria.

"Anora, pindah kesini! dan aku disana!" Titah salah satu dari ketiganya.

"Tidak usah, aku sudah betah disini." Jawab Anora santai.

Jam pelajaran lun di mulai, Revin serius mendengarkan guru yang sedang mengajar. Namun, ketika sampai di pertengahan pelajaran. Ketiga pria yang sempat dia tegur di parkiran mendadak izin keluar.

Revin menatap ada yang aneh dari mereka, entah apa yang dia rasakan. Tapi, matanya sangat jeli menangkap sebuah senjata yang di selipkan di balik almameternya.

"Pak, saya izin ke toilet!" Seru Revin sambil mengangkat tangannya.

Reynan menyipitkan matanya, dia tahu apa tujuan Revin. Mencari masalah di waktu sekarang, bukanlah hal yang tepat. Tapi keberanian Revin, membuat Reynan ketar-ketir.

"Pak! saya ...."

"Tunggu ada yang balik! Nanti pada izin semua!" Omel guru itu. Sehingga, Reynan mengurungkan niatnya dengan perasaan khawatir.

Revin benar-benar ke kamar mandi, tapi dia tak menemukan siswa lainnya di sana. KArena merasa tak menemukan apapun, Revin ingin berbalik keluar.

Brugh!!!

Mata Revin melebar saat tak sengaja bertabrakan dengan ketiga teman sekelasnya yang ia ikuti tadi.

"Jangan kayak jelangkung napa!" Sewot Revin.

Baru saja akan pergi, seragam belakang Revin di tarik dengan kencang hingga punggungnya menabrak tembok.

"Argh!!! sakit oncom! lo pikir enggak sakit hah!" Ringis Revin.

Ketiganya hanya diam, siswa yang di tengah tampak berjongkok di samping Revin yang terjatuh.

"Jangan cari masalah sama kita kalau lo mau selamat dan jangan cari tahu apapun dengan hal yang seharusnya enggak lo tahu." Ancamnya sambil mencengkram kerah seragam Revin.

Revin menyunggingkan senyum tipisnya, dia menepis tangan itu hingga membuat kedua pawang pria yang menjatuhkannya bergerak.

"Sok tau, memangnya lo artis hingga gue harus cari tahu? sorry yah, lo gak sepenting itu buat gue."

Revin bangkit, dia membenarkan seragamnya yang terlihat acak-acakan dan menatap ketiga siswa di depannya.

Tatapannya melirik sebuah pistol yang berada di samping tangan siswa sebelah kanan.

"Buat apa? mau bunuh gue?" Tanya Revin sambil terkekeh.

Tanpa di duga, Revin menarik kerah baju pria yang menariknya tadi dan entah dari kapan tangannya sudah memegang sebuah pisau dan meletakkannya di leher siswa itu.

"Bukan hanya gue yang jadi korban, tapi kita semua termasuk teman kalian berdua ini. Siapa namamu hm? Oh ... Glen Zero Tanoza." Lirih Revin saat sempat melirik tag nama siswa itu.

"Tanoza? lo mafia?!" Pekik Revin segera melepas Glen dengan tatapan terkejut.

Ketiga juga tampak terkejut saat Revin berkata demikian bahkan Glen yang tadinya berwajah datar sekarang memasang ekspresi tak menyangka.

"Hehe sorry bro, ini pisau mainan adek gue. Gue ambil di rumah, habis keren sih yah." Canda Revin.

"Eh gue masuk duluan yah! selamat setor pada alam!" Revin buru-buru kabur dari sana sebelum ketiganya sadar dari keterkejutannya.

Setelah Revin pergi, ketiganya saling pandang.

"Hanya sesama Mafia yang mengerti, kenapa dia bisa tahu?" Ujar Siswa bernama Sello William Tanoza.

.

.

.

.

Anora nih

Maira nih

maiza

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

mau sekolah atau mau bikin rusuh di sekolah tanoza dan bestienya

2024-05-31

0

Ryani

Ryani

saking banyak nya nama jdi lupa alur cetitanya😅 pusing

2024-05-19

0

Rani Ri

Rani Ri

Hahaha lucu mayra dan maiza cari chuan lewat ketampanan abang kembaran nya..tapi koca 🤭🤣🤣🤣🤣...Aishhh Revin calon ketua mafia

2024-05-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!