Golden School

"Emily, apakah ada yang aneh lagi dengan Revin?"

Emily yang akan pergi dari ruang makan segera kembali ke posisinya semula. Kepalanya menggeleng, dengan kening mengerut.

"Kayaknya engga deh yah," ujar Emily.

"Syukurlah, selepas kejadian hari itu. Ayah benar-benar takut yang mereka incar adalah Revin." Lirih Marcel.

"Apa mafia itu tidak bisa di bubarkan yah?" Tanya Emily.

"Bisa, tapi ayah tidak bisa membubarkan mereka. Ayah sudah menjatuhkan ke pemimpinan pada Galang, ayah tidak tahu apakah dia sudah memilih penggantinya atau belum."

"Kalau begitu, saat ini mafia Araster masih ...,"

"Tidak, sekarang Mafia Araster sedang di nonaktifkan. Mereka bersembunyi dengan identitas mereka yang masih berstatus sebagai mafia Araster. Mereka kan terus berdiam diri hingga Galang sadar atau penggantinya kembali mengaktifkan mereka."

Emily terdiam, sudah delapan tahun mereka sejak kejadian itu terjadi. Mereka harus mencari dokter psikolog terbaik untuk mengobati psikis Revin. Sementara itu, Galang pun di bawa Dirga ke Jepang untuk berobat.

"Setidaknya Yamamura terkecoh dengan keberadaan Galang. Yang di tahu, saat ini Araster masih berkemimpinan Galang. Maka dari itu, Yamamura tak berani mengusik keluarga kita. Tapi, dimana saat Galang sadar. Disitu, kita harus bersiap. Berbeda apabila ... Galang sudah menjatuhkan kepimpinannya pada seseorang."

Emily bingung dengan dunia bawah, tak mengerti mengapa sesulit itu orang menyusahkan jalan hidup mereka. Bukankah berdamai dengan kehidupan jauh lebih menyenangkan?

"YAANGG!! YAANG!! MINTA TOLONG ANAK-ANAK NIH! AKU KAU KERJA!."

Emily menoleh pada Marcel dengan panik. "Bentar yah, pasti Cela sama si cila pengen ikut."

Marcel terkekeh, melihat putrinya ketar-ketir mengurus anak kembar itu.

"Mau ikut."

"Disini aja yah, daddy kerja sebentar doang. Abis itu pulang."

Keduanya menemplok bak koala di kaki daddy mereka, bahkan Gilbert merenggangkan kakinya ketika dua-duanya berada di kakinya.

"Cela, Cila. Ayo, daddy mau kerja." Bujuk Emily.

Mereka tak menghiraukan panggilan Emily, tetap pada pendirian mereka bahwasanya mereka akan tetap ikut.

"Nanti pulang daddy bawain es krim yah, jangan ikut oke." Bujuk Gilbert.

"Beneran?" Ucap Cela yang mulai melepas kaki Gilbert.

"Iya beneran, ayo Cila lepas kaki daddy." Bujuk Gilbert.

Setelah keduanya terlepas, barulah Gilbert menghela nafas lega.

"Benel loh! kalau nda, nanti cakit kali ku laca." Tagih Cila.

"Bener, udah. Daddy berangkat dulu."

Gilbert memeluk istrinya, mengecup keningnya singkat. Tatapannya melirik kedua anaknya yang mendongak menatap mereka.

Kedua tangan Gilbert menutupi mata kedua putrinya, dengan tersenyum nakal Gilbert mendekatkan wajahnya pada Emily.

Cup!

"Nakal kamu mas!" Pekik malu Emily sambil memegangi bibirnya.

"DADDY!!!" Rengek keduanya.

Gilbert dan Emily tertawa mendengar pekikan keras keduanya yang merasa kesal dengannya.

.

.

.

.

...GOLDEN SCHOOL...

Motor Revin dan Reynan memasuki kawasan Golden School. Kedatangan mereka membuat banyak murid menatap mereka dengan wajah kagum.

Saat motor Revin berjalan lebih dulu dari Reynan, tapi dia harus terhalangi dengan tiga orang pelajar perempuan yang bergosip sambil berjalan santai di tengah jalan.

"Iya, kemarin gue baru denger katanya sih ada kepala sekolah baru."

"Biarlah, yang penting gak banyak aturan." Ujar temannya cuek.

"Bukan banyak lagi, ini lebih banyak!"

"Oh ya! astaga,"

TIN!!

TIN!!

TIN!!

Ketiga siswi itu berbalik dan menepi, mereka melotot tak terima ketika di klakson seperti tadi.

"HEI!! INI BUAT PEJALAN KAKI!" Teriak siswi yang berada di tengah.

(Anastasia, seorang remaja berumur 18 tahun. Identitasnya bersifat rahasia, tapi banyak yang mengenalnya sebagai anak dari pengusaha ternama. Hanya memiliki satu saudara laki-laki.)

Revin menulikan pendengarannya, dia tetap melajukan motornya meninggalkan ketiga siswi itu dengan cuek.

"Asem banget tuh cowok!!" Pekiknya.

"Sabar na, sabar. Kata emak gue, orang sabar pacarnya banyak." Ujar teman Ana sambil mengipasinya.

"Kesabaran gue setipis tisu! tapi banyak tuh yang antri!"

(Jingga putri Aryan, putri bungsu keluarga Aryan. Ayahnya seorang pengusaha tambang, jadi tak heran jika dia bisa masuk ke sekolah elit ini.)

"Eh, tapi kalau di liat-liat cakep juga yah. Keren gitu." Ujar Jingga.

"Mata lo keren! berandalan begitu! mau sekolah apa mau balap liar!"

(Si tukang ceplas-ceplos, Aileen Nathania Alexander. Merupakan putri tunggal Alexander Group. Dimana sang ayah merupakan pemilik perusahaan televisi terbesar.)

"Mata gue keren yah, coba Ana liat mata gue!" Pekik Jingga."

Ana memutar bola matanya malas. Hatinya tengah jengkel, dan di buat jengkel dengan temannya itu.

Brum!!

Brum!!

Ketiganya kembali menoleh saat melihat dua mobil membelah kerumunan, keduanya menutup mulutnya saat tau siapa yang ada di dalam mobil itu.

"Waaahh pangeran aku." Pekik Ana.

"Lah, tapi kan ... bukannya dia udah nolak kamu yah?" Ana mendelik menatap Jingga yang dengan polosnya membuat dirinya kembali mengingat saat cintanya di tolak.

.

.

.

.

Motor Reynan dan Revin berhenti di parkiran khusus motor, keduanya membuka helmnya dan menyugar rambut mereka.

"Langsung ke kelas?" Tanya Revin.

"Lo ke ruang kepsek dulu buat data. Apa perlu di anter?"

"Emang lo kira gue bocil!" Reynan terkekeh, dia turun dari motor di ikuti Revin yang tak lama menyusul.

Tepat saat mereka akan pergi, dua buah mobil berhenti tepat di sebelah motor mereka. Reynan tahu siapa mereka, tapi tidak dengan Revin yang baru saja masuk.

"Ini kan parkiran motor? apa mereka gak baca ada plang gede begini?!"

Reynan menepuk pundak Revin dan menariknya agar tak mencari masalah dengan si pemilik mobil.

"Gak bisa gitu dong! Peraturan tetap peraturan!"

"Rev! rev! gak bisa gitu!!" Panik Reynan.

Tok!

Tok!!

"KELUAR LO! GAK BACA APA PLANGNYA HA!!"

Revin memundurkan langkahnya saat mobil itu akan terbuka, menunggu kehadiran sang pemilik mobil.

Tiga orang keluar dari pemilik mobil pertama, tiga-tiganya seorang pria menatap Revin dengan kaca kata hitamnya.

"Pantesan gak keliatan, kaca matanya hitam. Lain kali, pake kaca mata yang jernih! jangan hitam! jadi gak keliatan kan lo!"

Reynan hanya bisa menutup wajahnya, kalau tahu begini dia lebih baik berangkat duluan saja tadi.

Namun, ketiganya tak berkata apapun. Hanya diam menatap Revin dengan tatapan datar. Reynan tidak ingin Revin terkena masalah di awal sekolah, maka dari itu dia menarik kasar jaket Revin untuk memasuki sekolah.

"Siapa dia? murid baru? berani bentak kita?" Ujar salah satu dari mereka setelah Revin dan Reynan pergi.

"Biar." Sahut yang lain dan berjalan lebih dulu.

Tak lama, keluarlah penumpang dari mobil yang lain. Terlihat dua orang siswi menghampiri keduanya dengan tatapan bingung.

"Bilang apa mereka?" Tanya salah satu dari dua siswi itu.

"Gak penting."

.

.

.

.

Sampai di ruang kepsek, Revin mengomel kesal karena Reynan menariknya pergi sebelum dirinya bisa menyingkirkan mobil itu dari parkiran motor.

"Please yah Rev, jangan cari masalah sama mereka."

"Kenapa emangnya?" Bingung Revin.

Reynan membenarkan tas punggung nya, lidahnya membasahi bibir bawahnya sejenak.

"Mereka aneh."

"Aneh?" Beo Revin.

Reynan mengangguk. "Semenjak ada mereka disini, banyak di temukan mayat di sekolah."

Revin melotot kaget. Tiba-tiba dia bergidik ngeri, membayangkan apa yang terjadi di sekolah.

"Mereka yang bunuh?" Tanya Revin.

Reynan menggeleng. "Gak tahu si pastinya, tapi jejak pembunuhan nya itu bersih. Gak ada secuil pun jejaknya,"

"Lo fitnah dong namanya." Sewot Revin.

Reynan menggeleng, dia bukan fitnah. Namun, dia pernah sekali melihat dengan mata kepalanya sendiri salah satu dari mereka tampak mencurigakan.

"Gue pernah jadi saksi matanya." Bisik Reynan sambil menoleh ke kanan dan kekiri.

"Aaaaanj! serius! ah, gak jadi sekolah disini gue. Mau balik home schooling aja." Takut Revin.

Reynan memukul keplaa Revin dengan kencang.

"GUNANYA KAKEK BESAR NGAJARIN ILMU BELA DIRI SAMA SENJATA APA KALAU GAK DI GUNAIN!" Kesalnya.

Revin menyengir, dia melihat Reynan yang memakai sebuah alat di telinganya. Bentuknya seperti earphone, hanya saja fungsinya untuk menangkap suara senjata yang suaranya cenderung halus hingga nyaris tak terdengar.

Tatapan Reynan mengarah pada kalung yang Revin pakai, dia menatap Revin seakan bertanya.

"Lo pake kalung itu ke sekolah?" Tanya Reynan.

"Iya, kenapa?" Bingung Revin.

"Enggak, takut di razia aja." Sahut Reynan.

Revin mengangguk, dia memasukkan kalungnya ke dalam seragamnya.

Cklek!

"Kenapa kalian berdiri saja? kamu anak baru kan? ayo masuk!" Tegur seorang guru.

Revin mengangguk lalu masuk ke dalam ruang kepsek, sedangkan Reynan dia berjalan menuju kelasnya.

______

LIKE! LIKE! KOMEN JANGAN LUPA😍😍😍

Terpopuler

Comments

Myss Guccy

Myss Guccy

maaf ko cantikan temennya? 🙏🙏

2024-03-26

2

Truely Jm Manoppo

Truely Jm Manoppo

makin seru

2024-03-16

0

Sani Srimulyani

Sani Srimulyani

kayanya seru nih.....

2024-02-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!