Athalia memegang surat undangan pertunangannya yang akan disampaikan pada Gibran. Berpikir bagaimana dia harus memberikannya.
“Dokter Atha, ayo,” ajak rekan Athalia.
Athalia kembali menyimpan surat undangan ke dalam tas lalu memastikan tasnya aman di dalam loker. Saat ini Athalia berada di doctor lounge, sebelum jam prakteknya mulai.
Ada beberapa jadwal operasi di mana dia akan sibuk dan kebetulan hari ini dia tidak dipasangkan dengan Gibran.
Di sela waktu operasi yang agak longgar, Athalia mencari Gibran ke ruang praktek pria itu.
“Dokter Gibran ada?” tanya Athalia pada perawat yang baru keluar dari ruangan pria itu.
“Ada dok, baru beres pasien terakhir.”
“Aku masuk ya,” ujar Athalia.
Athalia mengetuk pintu lalu membuka, “Apa aku mengganggu?” tanyanya.
“Hei, masuklah.”
Gadis itu menghampiri dan sudah duduk di depan meja Gibran, tepatnya di kursi pasien ketika berkonsultasi.
“Ada apa? Sepertinya penting kalau sampai datang ke ruang praktekku.” Gibran masih sibuk dengan layarnya, sambil sesekali menatap ke arah Athalia.
“Hm. Nanti sore, bisa kita ke café biasa?”
Gibran menghentikan aktivitasnya lalu menatap gadis dihadapannya.
“Tentu saja bisa, aku free nanti sore,” jawab Gibran.
“Oke, kalau gitu sampai ketemu nanti sore.”
Gibran terkekeh melihat Athalia yang terlihat kikuk.
“Ada apa, hm?”
Athalia sudah berdiri dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia akan mengatakan masalah pertunangannya tapi tidak di sini.
“Aku jelaskan nanti sore saja, bye Gibran.”
Athalia bergegas meninggalkan ruang praktek Gibran. Senyum di wajah pria itu langsung hilang, sepintas dia tahu kalau ada hal yang penting dan pasti terkait dengan Abi.
...***...
Athalia sudah berada di café, sengaja datang lebih dulu karena setelah pertemuan ini dia akan langsung pulang. Entah bagaimana perasaannya setelah menyampaikan langsung undangan pertunangan pada Gibran.
Baik Gibran dan Athalia jelas tidak ada status atau dalam hubungan spesial, tapi Gibran memiliki tempat sendiri di hati Athalia.
“Sudah lama?”
Suara pria itu menyadarkan lamunan Athalia.
“Be-lum lama,” jawabnya sambil menatap Gibran yang sudah duduk di hadapannya.
Gibran langsung fokus pada buku menu.
“Aku sudah lapar,” ujar pria itu.
Athalia hanya mengangguk pelan. Gibran menyebutkan pesanannya begitu pula Athalia.
“Ada masalah?” tanya Gibran setelah pelayan pergi.
“Hm, nggak ada. Aku ingin menyampaikan sesuatu tapi nanti setelah makan saja.”
Tidak lama setelah Gibran menghabiskan menunya, Athalia pun mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. Berbeda dengan Gibran yang menikmati apa yang dia pesan. Athalia seperti tercekik saat menelan makanan pilihannya.
“Gibran,” seru Athalia membuat pria itu fokus pada gadis di hadapannya.
“Aku ingin sampaikan ini.” Athalia meletakan surat undangan tepat dihadapan Gibran.
Sempat terkejut, kemudian Gibran berdehem untuk menetralisir perasaannya. Perasaan cemburu, kecewa emosi dan entahlah.
“Ini ….”
“Pertunanganku dengan Abi. Aku ingin kamu hadir, sebagai sahabat yang tahu bagaimana kisahku selama ini kamu harus hadir di sana.”
Gibran rasanya ingin mengumpat, tentu saja dia ingin hadir tapi bukan sebagai tamu undangan. Dia ingin sekali menjadi pria yang berada di posisi Abi.
“Ternyata secepat ini?” tanya Gibran.
Athalia menghela nafasnya, memang cepat bahkan sangat cepat. Setelah pertunangan, keluarga mereka akan membicarakan masalah pernikahan dan dia sudah tidak bisa seenaknya bertemu dengan Gibran seperti saat ini walaupun dalam konteks pertemanan.
“Sepertinya aku harus pulang,” usul Athalia, dia tidak sanggup terus berhadapan dengan Gibran.
“Hm, mau aku antar?”
“Aku bawa mobil.”
Gibran mendadak menjadi bodoh karena Athalia sudah pasti bisa pulang sendiri dengan kendaraannya.
“Baiknya kamu juga pulang, istirahat,” ujar Athalia. “Bye.” Dia melambaikan tangan pada Gibran.
Pria itu memandang punggung gadis yang sudah berjalan menjauh.
“Hanya satu cara menghentikan ini,” ujar Gibran yang sedang memegang surat undangan Athalia. “Mereka harus tahu siapa Abi, tapi harus dengan cara yang sempurna.”
Gibran bersandar pada kursi yang diduduki, berpikir lebih dalam mengenai idenya. Terganggu dengan beberapa remaja yang tidak jauh dari mejanya. Para remaja itu sedang membuat video spontan, cukup riuh dan mengganggu.
Tiba-tiba Gibran tersenyum, “Ini bisa jadi kado terbaik untuk Athalia,” ujarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
Gibran .... bukti2nya harus ditambah yg ada Selly nya ...
gini ya ...
kadang, ada yg menganggap pergi ke club ato maen perempuan .. itu hal yg biasa sbg bujangan.
"ntar pas udah nikah juga brenti koq" ... gitu pembenarannya ...
apalagi ini kalo tipikal nya kek bapaknya Abi ... si sesama sinting itu ....
tp kalo yg didapat itu ada juga foto / video Abi dgn Selly ... kan "pemain tetap" niiii .... trus juga itu barti antara bos dan sekretaris .... itu bakalan jadi bukti yg lebih kuat ....
2024-01-20
0
Sri Darmayanti
good Gibran
2024-01-13
0